Sederhananya, struktur utang perusahaan dalam neraca (balance-sheet) dapat dipilah menjadi: utang jangka pendek dan utang jangka panjang.
Pertama, utang jangka pendek.
Dalam keterangan utang jangka pendek kita cermati lebih dalam soal working-capital (modal kerja) dan kewajaran dalam perhitungan kebutuhannya.
Modal kerja dihitung dari perputaran omset (revenue) dengan cycle (siklus) pembelian bahan baku (raw materials) yang masuk ke inventory. Lalu proses produksi, menjadi finish-goods (barang jadi) masuk ke inventory juga. Kemudian ada tagihan (account receivables).
Apabila terjadi penumpukan di dalam komponen-komponen di atas maka secara operasional terindikasi ada inefisiensi. Ini patut ditelaah labih jauh lagi.
Misalnya, jika produksi lancar maka pembelian bahan baku akan cenderung tinggi. Namun jika terjadi penumpukan barang-jadi di gudang, maka mesti dicari penyebabnya, apakah ada masalah delivery (pengiriman), atau masalah lainnya?
Atau bisa juga inventory barang-jadi sudah rasional (setara satu bulan penjualan), namun terjadi jumlah tagihan yang tinggi. Hal ini juga mesti diteliti lebih lanjut. Kenapa ada tagihan yang tinggi?
Karena bisa saja penjualan tersebut terjadi kepada 'related parties' (pihak-pihak terkait) yang rawan disalahgunakan. Karena ini bisa dijadikan 'free-working-capital' bagi 'related parties' tadi. Subsidi modal kerja gratis kepada pihak terkait. Ada indikasi KKN di sini!
Kedua, utang jangka panjang.
Soal kredit investasi. Seperti contoh proyek blast-furnace di KRAS yang idle (mangkrak) dan dibiarkan bertahun-tahun. Akibatnya terjadi akumulasi loan (utang).
Padahal, dalam kasus seperti ini seharusnya dilakukan cut-off. Atau dibuatkan subsidiary terpisah, khusus untuk mengelola proyek mangkrak tadi sampai beres. Sehingga ada konsentrasi dan fokus.