Ya apanya yang bangkit ya? Untuk itu kita mesti sekilas menengok spion historis.
Di buku pelajaran sejarah kita tahu bahwa peristiwa lahirnya Boedi Oetomo 20 Mei 1908 dijadikan simbol/tanda Harkitnas oleh pemerintah Indonesia melalui Keppres No.316/1959 tertanggal 16 Des 1959. Walau peringatan Hari Kebangkitan Nasional pertama sudah digelar 11 tahun sebelumnya, yaitu pada 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan, Yogyakarta.
Pesan Presiden Sukarno saat itu, bahwa meskipun kita sudah merdeka, namun bahaya tetap mengancam Republik dari segala penjuru.
Walau kita yakini bahwa embrionya sudah mulai jauh sebelumnya, Â tanggal 20 Mei 1908 ditetapkan sebagai penanda suatu kegiatan perjuangan anak bangsa, aktivitas pergerakan semasa itu, sampai mendaki puncaknya di tahun 1928 tanggal 28 Oktober, Soempah Pemoeda yang merupakan deklarasi identitas kebangsaan yang satu (nusa, bangsa dan bahasa). Sehingga oleh karenanya ya mesti bersatu sebagai nation
Jadi ini adalah penanda dari proses puncak lahirnya identitas kebangsaan Indonesia. Petandanya (sesuatu yang diberi tanda) adalah proses kebangkitan identitas kebangsaan Indonesia. Dan penanda (tandanya) adalah Harkitnas yang kita peringati (supaya ingat terus) setiap tahun. Peringatan atau selebrasinya bisa berbentuk upacara atau seminar atau diskusi publik di medsos seperti saat ini.
Intinya adalah Jasmerah (jangan sekali-kali meninggalkan sejarah). Kita ada sekarang ini sebagai suatu negara kesatuan lantaran ada yang sebelumnya berproses (berjuang) bersama walau dalam perbedaan (beda suku, beda keyakinan, beda bahasa daerah, dll).
Apa pun bentuk selebrasinya, ada suatu makna penting yang mesti terus diingat dan dirayakan oleh segenap anak bangsa. Terumus dalam sila ketiga, Persatuan Indonesia.
Ini menjadi modal sosial yang amat sangat ampuh. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Kata-kata yang senantiasa jadi 'elan-vital', inspirasi pergerakan anak bangsa.
Oleh karena persatuan disadari adalah simpul kekuatan bangsa, maka justru di titik itulah 'musuh-musuh' NKRI senantiasa mengarah tombaknya. Persatuan selalu jadi sasaran untuk dihancurkan. Isu-isu primordialistik sempit dan cara pandang 'binary-opposition' yang terus menerus ditebar adalah musuh Persatuan Indonesia.
Juga mesti diingat-ingat, bahwa proses kebangkitan nasional pada periode awal abad ke-20 itu terjadi dalam era penjajahan. Situasi tertekan dan tidak bebas, dimana risiko ditangkap bahkan dibunuh senantiasa mengancam para aktivisnya.
Tapi faktanya mereka tidak menyerah. Mereka terus bergerak, 'keep going, moving forward!' Pakai segala akal dan hikmat, jejaring sosial dikerahkan habis-habisan, galang persatuan dari segala penjuru daerah, mengatasi segala perbedaan latar-belakang suku, agama, ras dan aliran kepercayaan. Ke-eka-an Indonesia dibangun di atas ke-bhineka-annya.
Di situ kita melihat bagaimana para Bapak Bangsa kita mampu mengapitalisasi kebhinekaan (keragaman) justru sebagai kekayaan, kelebihan dari manusia Indonesia yang berbudaya luhur. Bukan sebagai halangan untuk bersatu. Luar biasa memang. Di situlah kerap kita merasa salut!
Terbitnya rasa identitas kebangsaan yang terus diperjuangkan dalam masa-masa sulit di bawah tekanan sosial-politik-ekonomi. Dan mungkin juga ada musuh-musuh dalam selimut, pengkhianat antek penjajah. Namun toh pergerakan jalan terus, sampai sekarang kita bisa ada, di jaman kita ini.
Setiap jaman selalu ada tantangannya. Tantangan dari luar maupun dari dalam, 'same game, with different players'.
Tantangan yang sama-sama sedang kita hadapi saat ini adalah musuh bersama umat manusia sedunia, pandemi Covid-19. Menghadapi ini kita tetap optimis bakal bisa menanggulangi dan melewati masa-masa tersulit sekali pun.
Sebagai bangsa pada dasarnya kita adalah bangsa petarung, bukan golongan cengeng.
Bahwa sebagian kecil ada yang manja (kelompok nyinyir) dan/atau musuh dalam selimut (pengkhianat bansos misalnya), anggaplah itu sebagai 'musuh bersama'. Juga semacam 'vitamin', 'sparring-partner' atau vaksin untuk memperkuat daya tahan dan daya juang Persatuan Indonesia.
Mereka toh anak bangsa juga, cuma mungkin salah asuhan saja. Ya tinggal diasuh ulang atau kalau perlu dibina di lembaga pemasyarakatan.
Selamat merayakan dan memperingati bangkitnya kesadaran nasionalisme Indonesia. Bersatulah! dan maju terus.
20/05/2020
*Andreas Vincent Wenas*, Sekjen 'Kawal Indonesia' -- Komunitas Anak Bangsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H