Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Lagi, Cetak Uang Baru atau Kumpulin Uang Lama yang Berceceran?

3 Mei 2020   12:16 Diperbarui: 3 Mei 2020   12:42 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hendaklah kita melihatnya dalam suatu siklus ekonomi yang relatif bulat. Persoalannya bukan karena uang saja, tapi lantaran stagnasi pergerakan orang maka produksi juga terganggu. Sehingga ekonomi tersendat. Situasi ini memang tidak enak bagi semua pihak. Kita paham sekali itu.

Orang yang tadinya kerja, bisa belanja, perusahaan yang produksi barang bisa dapat revenue. Tapi sekarang ini orang di rumah, dia gak belanja, terbatas, sehingga ekonomi relatif stagnan.

Kondisi ini yang mesti diwaspadai, jangan sampai berhenti total. Ibarat naik sepeda, harus jalan terus walau lambat. Kalau berhenti malah bisa jatuh.

Maka tugas pemerintah adalah tetap menjaga roda ekonomi terus berputar, meskipun pelan-pelan. "Karena kalau berhenti maka akan ada PHK masif. Makanya kita siapkan bansos, relaksasi, stimulus, dan kebijakan lain. Ini kita coba keroyok sama-sama." Begitu langkah pemerintah menurut Menkeu.

Masuk akal juga. Kita tidak bisa hanya melihat dari satu sisi saja. Misalnya dari sisi demand saja. Ya memang kebutuhan barang (terutama pangan, dan produk esensial lainnya) itu besar. Dan butuh duit untuk alat tukar (pembayarannya).

Tapi itu mesti diimbangi dari sisi produksi (supply) dan distribusinya. Kalau pasokannya seret, ya pasti harga melonjak, inflasi dan bahkan bisa hyper-inflasi.

Merangsang perputaran roda ekonomi bisa lewat kebijakan moneter dan/atau fiskal. Cetak duit dan/atau kasih keringanan pajak. Berapa banyak duit yang akan digelontorkan lagi, itu mesti dipadankan dengan faktor produksi dan ketersediaan barang.

Sedemikian rupa supaya dalam kondisi krisis (darurat) seperti ini kita tidak menggelontorkannya dengan gegabah. Yah paling tidak bikin ekonomi ini mengapung dulu, yang penting tidak tenggelam. Minimalis banget ya? Iya memang.

Istilah yang dipakai Menkeu adalah, "...kita bikin mengapung lagi, nggak tenggelam. Tapi kalau gerojokin terlalu banyak, tetapi di sisi lain supply side nggak jalan maka yang ada adalah akan terjadi inflasi." Makanya mesti prudent, dan ekstra cermat dalam mengatur pace (laju kecepatannya). Jangan kepanasan, dan jangan kedinginan.

Tugas negara adalah juga menjaga neraca bank sentral dan neraca pemerintah. Jangan sampai jebol salah satu atau dua-duanya. Kita mesti tetap menjaga sustainabilitas dari fiskal, sementara ekonominya tetap selamat juga. Disini seninya, mengatur pace dan levelnya.

Sementara ini pemerintah juga sudah berjibaku untuk melakukan pelebaran defisit anggaran dan memberi berbagai insentif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun