Bail-out ala BLBI-BPPN versi 1.0 diduga juga terlalu banyak 'invisible hands' yang cawe-cawe. Mulai di era akhir pemerintahaan Soeharto ke B.J.Habibie, lanjut ke Gus Dur sejenak, sampai ke masa pemerintahan  Megawati (setelah melengserkan Gus Dur). Berlanjut terus gak beres-beres selama 10 tahun periodenya SBY (2004 -- 2014), sampai akhirnya KPK menerima audit investigatif BPK tertanggal 25 Agustus 2017 di masa pemerintahan Joko Widodo.
Sebuah teater pertunjukan libido keserakahan yang menyisakan luka mendalam bagi perekonomian bangsa. Pemerintahan sekarang ketempuhan mesti bersih-bersih kotoran yang masih berserakan. Apakah masih ada konspirasi ala operasi semut merah versi kedua? Hmm... kita pantau saja terus.
Okelah, demikianlah latar belakang bail-out versi 1.0 yang berakhir dengan katastropi alias berantakan gak karuan. Niat awalnya untuk menyelamatan perbankan nasional yang ujungnya para nasabah (rakyat) juga. Namun sayang, niat yang bagus tidak dieksekusi dengan manajemen dan kepemimpinan yang bagus pula. Akhlaknya bobrok sekali waktu itu.
Sekarang situasi ekonomi nasional (bahkan global) juga sedang stagnan akibat serangan Covid-19. Perbankan terancam jebol NPL (non performing loan)-nya.
Sebabnya sudah kita pahami bersama, lantaran para nasabahnya juga sedang kelenger untuk bayar cicilan. Sedangkan untuk bayar karyawan saja kelabakan, boro-boro mikirin cicilan kredit perbankan.
Untuk para pemasok, banyak-banyaklah berdoa, mungkin minggu depan bisa dibayar sebagian. Kalau tidak bisa minggu depan, ya minggu depannya lagi, begitu seterusnya... sangat future oriented payment! Alias tarsok-tarsok payment-scheme. Payah memang...
Beberapa teman pengusaha ada bertanya dalam diskusi via tele-conference. Sampai kapan stagnasi ini berlangsung? Ada yang mengira sekitar kuartal akhir tahun, ada juga yang bilang kuartal awal tahun depan. Alias belum jelas. Pasalnya tak ada utusan virus Corona yang bisa diajak negosiasi.
Sementara itu, melihat ancaman lumpuhnya dunia usaha dan perbankan, kita hanya bisa bergumam, mungkin sampai 'the invisible hand of Covid-19' menyelesaikan misinya di kancah 'free-market capitalism' ini! ...lho? Misi apa? Mungkin misi penyadaran bahwa free-market capitalism itu juga utopis. Buktinya sekarang.
Ya, betapa tidak. Hampir semua pelaku usaha di pasar bebas (free-market) sekarang sedang berteriak minta tolong. Minta tolong pada siapa? Ya siapa lagi kalau bukan minta tolong ke negara.
Sekarang, tatkala dunia usaha swasta angkat-tangan, negaralah yang mesti turun-tangan. Siapa lagi?
Tak ada yang bisa disalahkan, pandemi Covid-19 ini menerjang dunia begitu saja. Tanpa permisi.