Indonesia sempat menargetkan 20 juta wisman (wisatawan mancanegara) di tahun 2020 ini. Dan terhadap target ambisius ini sudah banyak persiapan yang dilakukan.
Mulai dari persiapan mitigasi kerusakan lingkungan dalam mengakomodasi kedatangan jutaan turis ke berbagai destinasi wisata.
Sampai persiapan infrastruktur yang memadai agar kenyamanan wisman tersebut bisa terjamin saat menikmati setiap momen keberadaannya di Indonesia.
Pokoknya kerja keras sudah dimulai dan sedang terus dikerjakan. Pariwisata jadi salah satu andalan yang diharapkan jadi penghasil devisa negara.
Waktu  itu menteri pariwisata Wishnutama pernah menjelaskan spending wisman yang berkunjung di Indonesia kira-kira USD1.220, sementara di Selandia Baru hampir USD5.000 per kedatangan.
Artinya, kualitas wisatawan yang datang ke Selandia Baru lebih tinggi, walaupun jumlah wisatawannya cuma empat juta, jauh lebih sedikit dibanding yang berkunjung ke Indonesia. Ini tantangan juga bagi kita untuk meningkatkan kualitas di atas kuantitas wisman.
Data Kementerian Pariwisata pada Februari 2018 mencatat bahwa pengeluaran (spending) turis asing Timur Tengah per orangnya mencapai USD1.918 per kunjungan.
Jumlah spending ini mengalahkan wisatawan dari Eropa sebesar USD1.538/wisman/kunjungan. Sedangkan wisman dari Tiongkok  mengeluarkan USD1.019. Jika urutannya ialah Timur Tengah, Eropa, lalu Tiongkok.Â
Tantangan ada, tapi yang lebih penting adalah bagaimana mentransformasikan tantangan ini jadi peluang. Dan sekarang kita punya modal waktu luang yang cukup banyak.
Sehingga pertanyaan yang penting saat ini adalah bagaimana kita mengkapitalisasi waktu luang ini sebagai kesempatan untuk berpikir kreatif dan keluar dari himpitan masalah.
Walau sementara ini SAH (stay at home) dan WHF (work from home), tetaplah semangat.