Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Obrolan Santai Menjelang Pilkada Serentak 2020: Transparansi APBD

17 Maret 2020   01:15 Diperbarui: 17 Maret 2020   01:40 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Pertanyaan pun diajukan, apa yang pantas untuk jadi tema utama kampanye calon kepala daerah di Pilkada Serentak 2020 sebentar lagi?

Ini jadi pokok obrolan santai di warung kopi awal minggu ini.

Kebetulan saya jumpa teman yang baru datang dari Manado, Olga Indriani Dotulong, seorang kader PSI (Partai Solidaritas Indonesia). Ia saat ini punya apsirasi untuk ikut dalam kontestasi pilkada.

Bersama beberapa teman lain kita ngobrolin gambaran umum pemerintahan daerah di Indonesia. Secara umum, problematika yang terjadi di hampir semua daerah adalah soal korupsi. Soal penggelapan anggaran.

Langsung saja, jadi gimana solusinya? Gampang.

Kalau problematikanya adalah penggelapan anggaran, ya solusinya bikin dong anggaran itu jadi terang benderang! Simple toh. Yang gelap ya dibikin terang. Penggelapan dibikin jadi penerangan.

Iya simple. Tapi kenapa hal yang simple seperti ini tidak dilakukan?

Nah, bagaimana kalau pertanyaan ini kita minta untuk dijawab oleh seluruh kandidat yang mencalonkan diri dalam kontestasi Pilkada Serentak 2020?

Jadikan saja tema transparansi anggaran, mulai dari sejak perancangan, penyusunan sampai pengesahan dan selama penggunaannya menjadi janji kampanye utama mereka.

Dan bagi incumbent (petahana) yang mau ikut lagi dalam kontestasi, minta supaya mereka bisa membuktikan bahwa transparansi anggaran sudah mereka lakukan.

Kalau selama ini tidak ada track-record soal transparansi anggaran, minta agar mereka siap untuk tidak dipilih. Keren khan?

Ok. Apa yang dimaksud dengan transparansi anggaran?

Yang dimaksud dengan transparansi anggaran adalah proses yang terbuka dan melibatkan masyarakat luas. Bukan hanya terbuka dan melibatkan unsur-unsur terkait antar-instansi (daerah maupun dengan pusat) di internal pemerintahan.

Tapi betul-betul terbuka untuk dijadikan wacana publik. Rakyat ikut mengritisi proses penganggaran yang menggunakan dana rakyat.

Ok, bagaimana caranya supaya bisa jadi diskursus yang sehat dan mendidik bagi publik?

Gampang. Upload, atau unggah detail perencanaan dan pengelolaan anggarannya sampai satuan ketiga di laman (website) resmi pemda masing-masing. As simple as that! Sesederhana itu.

Kenapa mesti diunggah (upload) ke laman resmi? Ya ini untuk memfasilitasi publik agar bisa masuk dalam suatu wacana politik yang matang dan rasional. Supaya gampang diakses.

Apalagi di era internet, atau era informasi 4.0 seperti sekarang ini. Infratruktur teknologi informasi seperti itu murah dan gampang dipasang. Tidak ada alasan untuk tidak bisa.

Sampai saat ini khan belum pernah ada wacana publik yang cukup seru, yang merangsang penalaran akal sehat di area anggaran. Kenapa?

Padahal katanya semua aspirasi rakyat telah diserap lewat mekanisme reses oleh parlemen dan mekanisme musrenbang oleh eksekutif.

Namun kita juga tahu bahwa kebanyakan dari kegiatan institusional semacam itu hanyalah prosedural tanpa esensi. Semua sudah tahu sama tahulah.

Kalau tidak percaya, tinggal tanya saja kepada tukang katering dan penyewaan kursi-tenda di kecamatan atau kelurahan. Atau tanya ke pemain ortu (organ tunggal) yang kerap disewa untuk mengisi keramaian acara itu.

Kita juga sadar sepenuhnya bahwa porsi terbesar dari penggunaan APBD adalah untuk anggaran rutin (gaji ASN misalnya). Kira-kira sekitar 50 -- 70 persen sudah terpakai untuk keperluan rutin tadi. Jadi yang sisa 30 persen barulah bisa dialokasikan untuk program pembangunan. Itu pun tidak semuanya.

Jadi kita ingin tahu juga, bagaimana sih sisa anggaran yang tinggal sedikit itu dialokasikan dan dipergunakan? Kalau yang sudah tinggal sedikit itu masih bocor juga, yah jangan harap ada progres pembangunan yang signifikan.

Apa lagi kalau kebiasaan memalak investor swasta yang mau masuk ke daerahnya masih terus dilakukan oleh sementara oknum kepala daerah. Bagaimana daerahnya bisa maju? Memalak tentu berbeda dengan memungut kontribusi/retribusi formal yang terbuka.

Belum juga investasi dilakukan, ada yang sudah minta 'jatah' (komisi) di depan. Angin mamiri membisikkan, kabarnya ada oknum kepala daerah yang minta sampai 40 persen dari nilai proyek, dan dibayar dimuka. Khan sableng!

Yah itulah pokok topik sekitar bincang-bincang santai di warung kopi. Sekedar berbagi keprihatinan dan sekaligus harapan.

Harapan semoga tema transparansi anggaran ini berani dijadikan janji politik bagi yang baru mau ikut kontestasi. Dan jadi bukti kinerja politik bersih bagi para petahana yang mau bacalon ulang.

Beranikah?

Audentis fortuna iuvat! Keberuntungan memihak yang berani.

16/03/2020

*Andre Vincent Wenas* - Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun