Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Obrolan Santai Menjelang Pilkada Serentak 2020: Transparansi APBD

17 Maret 2020   01:15 Diperbarui: 17 Maret 2020   01:40 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau tidak percaya, tinggal tanya saja kepada tukang katering dan penyewaan kursi-tenda di kecamatan atau kelurahan. Atau tanya ke pemain ortu (organ tunggal) yang kerap disewa untuk mengisi keramaian acara itu.

Kita juga sadar sepenuhnya bahwa porsi terbesar dari penggunaan APBD adalah untuk anggaran rutin (gaji ASN misalnya). Kira-kira sekitar 50 -- 70 persen sudah terpakai untuk keperluan rutin tadi. Jadi yang sisa 30 persen barulah bisa dialokasikan untuk program pembangunan. Itu pun tidak semuanya.

Jadi kita ingin tahu juga, bagaimana sih sisa anggaran yang tinggal sedikit itu dialokasikan dan dipergunakan? Kalau yang sudah tinggal sedikit itu masih bocor juga, yah jangan harap ada progres pembangunan yang signifikan.

Apa lagi kalau kebiasaan memalak investor swasta yang mau masuk ke daerahnya masih terus dilakukan oleh sementara oknum kepala daerah. Bagaimana daerahnya bisa maju? Memalak tentu berbeda dengan memungut kontribusi/retribusi formal yang terbuka.

Belum juga investasi dilakukan, ada yang sudah minta 'jatah' (komisi) di depan. Angin mamiri membisikkan, kabarnya ada oknum kepala daerah yang minta sampai 40 persen dari nilai proyek, dan dibayar dimuka. Khan sableng!

Yah itulah pokok topik sekitar bincang-bincang santai di warung kopi. Sekedar berbagi keprihatinan dan sekaligus harapan.

Harapan semoga tema transparansi anggaran ini berani dijadikan janji politik bagi yang baru mau ikut kontestasi. Dan jadi bukti kinerja politik bersih bagi para petahana yang mau bacalon ulang.

Beranikah?

Audentis fortuna iuvat! Keberuntungan memihak yang berani.

16/03/2020

*Andre Vincent Wenas* - Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun