Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menjadikan Manado sebagai Kota Metropolitan Cerdas dan Toleran

12 Maret 2020   02:01 Diperbarui: 12 Maret 2020   01:57 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Menjadikan Manado Sebagai Kota Metropolitan Cerdas & Toleran*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Hegel pernah menulis, "The owl of Minerva spreads its wings only with the falling of the dusk." Manguni (burung hantu) Minerva, sang dewi kebijaksanaan dan filsafat, terbang hanya saat matahari terbenam.

Malam saat matahari sudah terbenam kita berbincang panjang lebar dan dalam tentang berbagai persoalan. Saya dan DR. Johannes Victor Mailangkay,SH,MH, seorang politisi senior dari Partai Nasdem. Ia saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Utara.

Panjang, lebar dan dalam, itu rumus volume atau isi. Memang begitulah, perbincangan yang berisi, dan berbobot. Paling tidak buat saya yang jauh lebih junior. Banyak belajar.

Bertempat di warung kopi atau 'cafe' istilah kerennya di sebuah mall megah di bilangan pusat ibu kota negara. Menjelang tengah malam baru kita bubar, kembali ke tempat masing-masing.

Perbincangan yang menarik dan inspiratif. Mendapat teman diskusi seperti itu merupakan suatu keberuntungan juga.

Sebagai wakil rakyat, Pak Victor, begitu saya menyapanya, punya banyak keprihatinan dan perhatian. Semuanya tentang kemaslahatan hidup bersama (bonum commune). Utamanya bagi masyarakat di wilayah Sulawesi Utara. Lebih khusus soal ibu kota provinsi, Manado.

Bagaimana menjadikan ibu kota provinsi Sulawesi Utara, Manado, menjadi sebuah kota metropolitan yang cerdas dan toleran. Itu menjadi tema gagasan yang juga merupakan cita-citanya.

Apa itu kota metropolitan? dan apa itu kota yang cerdas? Kalau soal kota yang toleran nampaknya semua sudah paham. Lantaran Manado sudah berkali-kali dinobatkan sebagai salah satu kota paling toleran di Indonesia.

Konsep Kota Metropolitan. Adalah sebuah area dimana aglomerasi, pemusatan pertumbuhan yang berkelanjutan, dengan mengumpulkan beberapa zona pemukiman. Aglomerasi ini terintegrasi ke pusat atau sentra tempat bekerja, tempat bisnis, dan kegiatan komersial dan sosial lainnya.

Berbagai zona ini terhubung dan diintegrasikan dengan suatu 'commuter-belt', semacam sabuk penghubung bolak-balik ke wilayah-wilayah perluasannya.

Kalau di Jakarta misalnya. Ada wilayah Kebayoran, Kelapa Gading dan Pluit, sebagai zona di internal Jakarta. Dan ada pula Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi sebagai kota-kota satelitnya yang ada di eksternal Kota Jakarta.

Dan semua (seyogianya) terhubung dengan suatu 'commuter-belt', sehingga arus mondar-mandirnya terintegrasi secara efisien.

Untuk Kota Manado sendiri saat ini terdiri 11 kecamatan, 88 kelurahan, 504 kepala lingkungan dengan jumlah penduduk lebih dari setengah juta jiwa. Bahkan di siang hari Kota Manado terkenal macet, lantaran diperkirakan ada lebih dari 600 ribu orang yang beraktifitas wira-wiri di dalam kota.

Bagaimana menjadikan sebuah kota menjadi tempat dimana warga bisa hidup layak. Dan yang terpenting, dimana warga kota bisa mengoptimalkan seluruh potensi dirinya sebagai seorang manusia. Prinsipnya, pembangunan kota yang berpusatkan pada manusia (warga kota) itu sendiri. Human centered development.

Semua program dirancang dan dijalankan demi memanusiakan manusia sebagai tujuan utama. Sehingga dengan demikian bisa dipikirkan lebih lanjut tentang bagaimana tata kota dirancang (RTRW, rencana tata ruang dan wilayah)nya, serta pembangunan infrastruktur fisik yang  menopang kondusivitas kegiatan warga kota.

Termasuk program pembangunan kota yang menopang warga untuk jadi sehat, yaitu kebersihan kota (termasuk pengelolaan sampah), dan layanan kesehatan publik yang memadai. Memadai artinya berkualitas dan tersedia serta bisa diakses oleh segala lapisan masyarakat.

Kota yang cerdas (smart city) dalam arti warga yang cerdas (lewat program pendidikan) dan tersedianya infrastruktur kota yang mencerdaskan warga.

Misalnya saja fasilitas internet gratis bagi warga di banyak ruang publik. Sehingga di era teknologi informasi 4.0 ini warga Kota Manado tidak ketinggalan informasi. Dan lewat platform internet yang bisa diakses publik secara luas ini dapat pula menjadi platform e-commerce bagi kegiatan ekonomi kerakyatan warga Kota Manado.

Ide yang menarik. Memang, warga kota yang tercerahkan, menjadi cerdas dan bijak, diharapkan akan menjadi partisipan pembangunan kota metropolitan Manado yang aktif dan produktif. Kontribusinya bakal positif.

Bermodalkan sifat toleran yang sudah mengakar jauh dalam budaya masyarakat Minahasa, warga Kota Manado akan jauh lebih siap untuk mengakomodasi pertumbuhan kota yang bakal didatangi oleh banyak wisatawan, investor dan pengunjung dari berbagai penjuru bumi.

Letak kota Manado yang strategis secara geografis dunia, di tengah dua benua dan dua samudera mestinya bisa jadi global-hub seperti yang sudah dicontohkan oleh Singapura misalnya.

Tinggal saja penataan administrasi kota yang baik, artinya birokrasi yang  profesional dan terbuka (transparan). Sehingga kepercayaan publik dapat terus digalang, dan dengan demikian partisipasi rakyat dalam proses politik (bayar pajak dan lain-lainnya) juga otomatis akan terus meningkat.

Harapannya, akselerasi pembangunan kota yang berpusatkan manusia tadi bisa terwujud. Menjadikan Kota Manado sebuah metropolitan, sebuah kota hunian dan bisnis yang cerdas dan toleran.

Demikian catatan singkat saya dari perbincangan malam hari bersama DR. Johannes Victor Mailangkay,SH,MH. Diselingi gelak tawa ringan dan perbincangan seputar keluarga masing-masing.

Sebuah dialog yang mengandung dialektika juga. Ada thesis, ada anti-thesis, dan terus mengupayakan sintesis. Seperti perbincangan para filsuf saja rupanya. Walau ngobrol santai, namun banyak seriusnya.

Minerva, sang dewi kebijaksanaan dalam mitologi Yunani kuno, punya burung hantu (manguni kata orang Minahasa). Dan burung hantu dewi Minerva terbang hanya saat malam. Orang Sulut juga punya simbol manguni, perlambang kebijaksanaan (wisdom), pemikir, pemberi tanda atau kabar.

Dua manguni Minahasa terbang malam di ibu kota negara. Memikirkan pembangunan yang esensial, yang substantif bagi warga. Bukan sekedar yang prosedural. Pertanda baik sudah dikabarkan.

Sitou Timou Tumou Tou,  kita sebagai manusia hidup untuk memanusiakan sesama kita.

11/03/2020

*Andre Vincent Wenas*, Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun