Begitu sulitnyakah untuk memahami bahwa bancakan APBD yang terjadi sekarang bukanlah ulah seorang kepala daerahnya semata?
Ini bukan operasi tunggal. Ini konspirasi! Masih perlu penjelasankah siapa saja yang terlibat dalam korupsi berjamaah ini?
Tidak sulit. Tinggal soroti siapa yang mengusulkan, siapa yang punya kuasa politik (political power) untuk menyetujuinya? Juga siapa yang mengamankan jalannya operasi bancakan APBD ini.
Ada unsur (katakanlah oknum) di jajaran eksekutif, juga di kalangan legislatif, sampai judikatif.
Trias Politica telah berubah jadi Trias Corruptica! Begitu isitilah yang diperkenalkan Budiarto Shambazy dulu.
Ada Execu-thieves, ada Legisla-thieves, juga ada Judica-thieves. Semuanya maling, yang berkolaborasi membangun sistem bernama Kleptokrasi.
Dalam Trias-Politica prinsipnya adalah 'check and balances'. Saling mengawasi, demi keseimbangan kekuasaan yang diamanatkan rakyat. Amanat melalui pemilihan umum yang langsung, jujur dan adil. Politik cerdas dan politik akal sehat.
'Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely', kata Lord Acton.
Sedangkan dalam Trias-Corruptica yang terjadi adalah 'cheque and balance-sheet'. Saling memenuhi pundi-pundi, demi melanggengkan kekuasaan yang mereka serobot dari rakyat juga lewat politik uang. Propaganda hoaks dan politik manipulasi.
'Ada uang Abang disayang, tak ada uang Abang ditendang', kata Bang Japar.
Ini permainan kotor. Dan dalam setiap permainan pasti ada pemainnya. Ada aktor-aktornya. Sederhana sebetulnya. Tinggal dipetakan segitiganya: 1) Kepala daerah (dan konspiratornya) yang mengusulkan anggaran bodong (mark-up). 2) Partai /fraksi /anggota dewan mana saja yang menyetujui anggaran bodong itu. 3) Lembaga penegak hukum mana yang bikin hukum tidak bisa tegak.
Terhadap perkoncoan segitiga koruptif ini, para cendekiawan dan mereka yang terpanggil untuk mengawal Indonesia harus terus melancarkan kritik. Setia merawat ingatan sosial. Mencerdaskan konstituen supaya jangan salah pilih lagi.
Penuhi ruang publik dengan narasi yang baik. Narasi yang membuka cakrawala. Sinari terus kegelapan. Sobek tabir-tabir kepalsuan yang selama ini menyembunyikan operasi jahat mereka.
Media (pers) pun jangan sampai terkooptasi kekuasaan gelap. Karena jika demikian, media pers hanya akan menjadi toa kehumasan belaka. Malah jadi instrumen dan petugas partai, yang ikut mengamplifikasi kepalsuan.
Ruang publik adalah arena dimana kita bisa menebarkan inspirasi. Inspirare, asal kata Latin in + spirare, yang bermakna meniupkan nafas. Ada unsur spirit juga disitu, semangat, yang juga berarti roh. Tiupkan terus nafas yang menghidupkan, menyalakan semangat.
Jangan pernah lelah mencintai bangsa ini. Terus Kawal Indonesia.
07/02/2020
*Andre Vincent Wenas*, Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H