Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gerakan Akal Sehat Melawan Mobokrasi-Kleptokrasi

22 Januari 2020   02:41 Diperbarui: 22 Januari 2020   02:46 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak ada demokrasi tanpa ruang publik yang kritis!" Pernyataan itu menyadarkan kita tentang pentingnya peran partisipasi masyarakat dalam proses politik dan ekonomi yang adil. Masyarakatlah partisipan suatu diskursus di ruang publik (public-sphere, forum publicum).

Begitulah seorang filsuf Jerman Jurgen Habermas (The Structural Transformation of Public Sphere) yang pandangannya mau kita pinjam.

Ruang publik ini bentuk atau salurannya bisa melalui berbagai media demokratis (media massa, media sosial berbasis internet dan yang sejenisnya), maupun lewat gerakan-gerakan sosial yang juga memanfaatkan berbagai media tersebut.

Advokasi untuk membentuk narasi tandingan yang kritis dan cerdas adalah lewat penguasaan ruang-ruang publik seperti ini. Ruang publik yang kritis seperti ini penting untuk merawat kesadaran masyarakat dalam melakukan pengawasan (kontrol) terhadap praktek kekuasaan.

Dengan intensitas dan kontinuitas yang cukup momentum untuk perubahan sosial niscaya bisa didapati. Kesadaran kolektif terus dirawat.

Ruang publik terwujud ketika warga 'berkumpul' bersama untuk berdiskusi tentang masalah publik. Dalam wacana ruang publik ini, setiap warga negara dapat saling berargumentasi. Sampai opini publik terbentuk.

Konsep ideal partisipasi publik dalam masyarakat demokratis saat ini bisa difasilitasi juga lewat media-sosial berbasis internet. Yang penting proses diskursus yang terjadi haruslah perdebatan yang sifatnya rasional dan kritis. Perdebatan yang dipagari oleh etika yang melarang penggunaan bahasa yang kasar, dan tetap fokus pada isi dan kerangka yang rasional.

Partisipan dalam diskursus di ruang publik juga mesti memiliki kepentingan bersama untuk semata mencari kebenaran. Artinya setiap partisipan harus dapat menunda perbedaan status dan berkomunikasi dalam posisi setara.

Kuasai dan penuhi ruang publik dengan argumentasi yang kritis dan cerdas. Hindari logika dungu berbasis otot semata. Sehingga pihak ketiga (rakyat) yang melihatnya bisa membedakan mana yang waras dan mana yang gila. Ini bagian dari literasi yang sehat. Jalannya memang lebih panjang, namun terhormat dan perlu.

22/01/2020

*Andre Vincent Wenas*, Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun