Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah Ternyata Rakyat Telah Buang-buang Suara?

19 Januari 2020   15:23 Diperbarui: 19 Januari 2020   15:33 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan cerita selanjutnya sudah bisa ditebak. Libido kapitalis untuk menguasai potensi ekonomi pun memimpin nalar eksploitatifnya. Nafsu di depan akal sehat. Segala area konsesi pun diobrak-abrik, digerus pakai sains-teknologi yang diwujudkan dalam kekuatan-paksa bergaya militeristik. Hasrat libidinal kapitalistik berciri eksploitasi membabi-buta diumbar sekuat-kuatnya.

Cara pertama tentu lewat pendekatan yang halus, cara yang politis. Ikut bermain dalam kancah demokrasi, memakai amunisi utamanya: uang!

Pemilu yang dikotori politik uang. Perebutan kekuasaan dengan cara sogok pakai uang. Pembiusan ideologis yang memanfaatkan dana CSR, donasi dari lembaga internasional maupun yang disalurkan lewat institusi lokal.

Itu semua adalah pola permainan yang umum terjadi di belakang layar. Ada tabir yang menyelubungi praktek menjijikan yang sesungguhnya terjadi. Apakah tabir itu? Tabir itu adalah pemberhalaan figur atau orang, dan pemberhalaan partai atau organisasi.

Propaganda ala fireshose of falsehood dari para agen yang fanatik telah menggiring narasi bangsa melampaui apa yang benar, realitas politik yang sesungguhnya terjadi. Fanatisme buta memang melumpuhkan nalar-kritis.

Kita sangat berharap, pendidikan politik bangsa bisa optimal dilakukan, terutama menjelang pilkada serentak 2020 bulan September nanti. Trias Politika (eksekutif, legislatif, judikatif) ditambah pilar keempat, Pers/Media Massa, bisa menjadi aktor sekaligus institusi yang bisa melakukan peran itu.

Oleh karena pers/media masssa di era digital seperti ini telah mengalami faksionalisasi yang luar biasa, maka citizen-journalism lewat berbagai media-sosial diharapkan bisa berperan mendewasakan kehidupan politik. Jangan malah jadi agen penyebar hoaks.

Khusus untuk pemilihan eksekutif dan legislatif yang kendaraan utamanya adalah partai politik, maka kita sungguh berharap para petinggi Partai Politik tidak melacurkan dirinya, jual beli harga diri.

Partai Politik diharapkan bisa melahirkan kader-kader yang bermutu. Seperti Avatar Jack Sully, tatkala sang avatar teknologi ini mengalami reinkarnasi dengan yang alamiah. Perdamaian antara yang ilmiah dengan yang alamiah. Sintesa yang melahirkan harmoni. Kader yang cerdas, jujur dan bijak. Kader yang bisa membereskan situasi kaotik jadi harmoni yang memicu sinergitas.

Kembali lagi, untuk Indonesia naik kelas, kita sama-sama mengingatkan, jadilah pemilih yang juga cerdas dan bijaksana. Ini kesempatan lima tahun sekali untuk menentukan masa depan daerah maupun bangsa. Modal utama partai politik adalah para pemilihnya, voters, rakyat.

Apakah suara yang diberikan oleh rakyat lewat pemilu kemarin telah dikelola dengan efektif oleh partai? Apakah kadernya di parlemen telah menyuarakan, mengartikulasikan apsirasi rakyat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun