Dan ini adalah logika-dagang yang lumrah saja. Dalam perhitungan Wal-Mart, 200 album musik teratas (Top-200) telah menyumbang lebih dari 90% total penjualan segmen musiknya. Prinsip Paretto (80/20) masih berlaku untuk model ekonomi brick & mortar. Ngapain juga membebani inventory dengan "barang-barang" yang seret penjualannya?
Namun, dalam model ekonomi click & drag (era internet), yang muncul adalah hukum 98 persen, dari 100 judul yang diluncurkan, 98 judul akan terus ada permintaannya (long-tail demand-curve), walaupun mayoritas tidak sebesar permintaan judul-judul yang top-hits.
Inventory bukan menjadi beban, tapi malah menjadi offering-enrichment! Varian tawaran yang, hampir, tak terbatas!
Di Indonesia kita sudah akrab dengan para unicorn bisnis seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan berbagai start-up berbasis internet yang mulai menanjak. The internet of things (IoT) telah menjadi platform mereka dalam setiap rencana pengembangan bisnisnya.
Memang tidak semua produk bisa mengalami kurva permintaan buntut-panjang. Namun sesungguhnya ada banyak insights dari kasus seperti Amazon.com dan eBay yang menjual physical-goods; lalu iTunes, iFilm, Napster (Rhapsody) dan Netflix yang memang menjual digital-goods.
Ada lagi Google, Craiglist, dan Wikipedia yang menawarkan advertising, jasa dan informasi-pengetahuan, sampai mereka yang menawarkan komunitas (user-created content) seperti Facebook, Instagram dan Twitter.
Apa yang bisa Anda raih dari fenomena The Long-Tail ini?
Lansekap bisnis sedang bergeser terus. Pemasaran, saat ini, jadi (ber)buntut panjang!
***
31/12/2019
Andre Vincent Wenas*,DRS,MM,MBA. Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa
Catatan: Bahan artikel ini pernah terbit di Majalah MARKETING edisi November 2007, dan telah diedit ulang oleh penulisnya sendiri.