Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemimpin "Dummy"

24 Desember 2019   01:05 Diperbarui: 24 Desember 2019   01:25 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 *PEMIMPIN DUMMY*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Banyak dalih, lepas tangan dan buang badan. Asosiasi seperti ini melekat di figur pemimpin ibu kota. Dan mungkin juga perilaku yang sama ada di banyak pemimpin daerah lainnya. Hati nurani rakyat yang jujur pasti bisa melakukan penilaian itu.

Tatkala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta masih enggan menjelaskan anggaran senilai Rp.128 miliar yang ditujukan untuk pengadaan komputer. BPRD berdalih rancangan anggaran tersebut masih dibahas bersama DPRD. 

Namun ternyata fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta telah memergoki anggaran Komputer sebesar Rp 128 miliar beberapa hari sebelum APBD 2020 dijadwalkan ketuk palu, toh dikatakan itu masih dummy. Juga mata anggaran di pos pendidikan ada rencana pembelian lem Aibon sebesar Rp 83m ditemukan sebulan sebelum APBD 2020 dijadwalkan ketuk palu, juga itu katanya masih dummy.

Sebegitu bodoh (dummy)nya kah rakyat Jakarta?

Coba simak dalih Juru Bicara BPRD DKI Jakarta, Mulyo Sasongko tatkala diwawancara Gatra beberapa waktu lalu, katanya "Kalau kami sebenarnya ini kan masih proses dalam penyusunan komponen, dan rekomtek. Saya belum bisa menjelaskan secara clear," ujarnya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (6/12). 

Dia juga bilang bahwa pengadaan komputer senilai Rp 128 miliar ini sangat mendesak untuk BPRD. Namun, dia tak mau menyebutkan berapa jumlah komputer yang dianggarkan. Janggal bukan? Lalu jurus pamungkasnya, "Ya ini [anggarannya] sama kayak lem aibon kemarin. Karena masih dummy," ujarnya. Hahaha... so dummy!

Mulyo menambahkan, komputer tersebut rencananya akan digunakan menerapkan sistem monitoring pajak dan analisis data yang handal. Komputer itu akan dibeli dari luar negeri karena spesifikasi yang dibutuhkan belum ada di Indonesia. Janjinya, dengan adanya pengadaan komputer nanti jadi lebih efektif untuk melakukan take clearance. Gak jelas pula apa itu maksudnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Anthony Winza Prabowo mempertanyakan nilai anggaran pengadaan komputer senilai Rp128,9 milar yang diajukan BPRD dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI 2020. Anthony juga membandingkan penggunaan unit komputer di Dirjen Pajak Kementerian Keuangan yang mengelola pajak seluruh Indonesia.

"Perbandingan dengan nasional itu bagaimana? Jangan sampai nasional saja enggak pakai alat segini, tapi Jakarta pakai alat yang satu unitnya Rp60 miliar," kata Anthony saat rapat bersama BPRD di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (5/12). Total anggaran yang diusulkan adalah Rp 128.992.331.600 dengan rincian satu unit Komputer Mainframe Z14 ZR1 dengan harga Rp 66,6 miliar, dua unit SAN switch seharga Rp 3,49 miliar, enam unit server seharga Rp 307,9 juta, dan sembilan unit storage untuk mainframe seharga Rp 58,5 miliar.

Jadi sudah jelas dan terang benderang sesat pikir dari administrasi gubernur Jakarta ini, dan aroma penyelewengan anggaran terasa sangat menyengat! Kritik dan argumentasi yang logis yang disampaikan Anthony Winza Prabowo direspon dengan nada tuduhan dari fraksi PDI Perjuangan (Cinta Mega), dan adu mulut pun terjadi. Hasilnya Anthony diminta minggir dulu (diusir?), dan akhirnya rapat ditutup dengan koferensi pers Komisi C tanpa kehadiran fraksi PSI. Ini suatu pengkhianatan demokrasi yang sangat degil! Tak ada lagi rasa malu.

Dialektika dalam demokrasi memang ramai (dan berisik kata Tsamara Amany), namun itulah dinamika dan indahnya demokrasi substansial, bukan sekedar demokrasi prosedural. Argumentasi logis hendaknya direspon dengan argumentasi logis lainnya, thesis dijawab dengan antithesis sampai terjadi sinthesis yang lebih tinggi mutunya. Kebiasaan menyerang pribadi lawan diskusi (disebut argumentum ad hominem) mesti ditinggalkan oleh para anggota dewan yang seyogianya intelektual.

Asumsi dasar yang memandang rakyat sebagai tuan yang sebenarnya dalam sistem demokrasi mengandaikan bahwa mereka sekelompok masyarakat yang bisa berpikir, cerdas dan kritis. Bukan sekawanan makhluk DUMMY!

7/12/2019
*) *Andre Vincent Wenas*,DRS,MM,MBA. Sekjen *Kawal Indonesia*- Komunitas Anak Bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun