Mohon tunggu...
Andre Persija
Andre Persija Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa UMJ

Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Fisip UMJ 2019

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menilik Pro Kontra Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021

18 November 2021   14:01 Diperbarui: 18 November 2021   14:02 10978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alasan yang yang paling disorot yang menjadi penyebab penolakan terhadap peraturan ini adalah menganai bunyi dari salah satu pasal yang dianggap menggunakan frase yang salah sehingga dikhawatirkan akan ada multi tafsir yang berpotensi disalah artikan oleh sebagian kalangan yang kurang memahami maksud dan maknanya.

Beberapa kalangan ada yang menilai Permendikbud Ristek ini melegalkan seks bebas. Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai aturan tersebut berpotensi melegalkan zina. Menurut, Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad salah satu kecacatan materil ada di Pasal 5 yang memuat consent dalam frasa "tanpa persetujuan korban". "

Pasal 5 Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan," kata Lincolin dalam keterangan tertulis, Senin (8/11/2021). Lantas, seperti apa isi Pasal 5 Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 yang menuai kritik tersebut?
Isi Permedikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021

Berikut adalah isi pasal yang menuai kontroversi di Permedikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021:

Pasal 5

 Ayat (1) Kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Ayat (2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  • menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban;
  • memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
  • menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban;
  • menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
  • mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban;
  • mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  • mengunggah fototubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  • menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  • mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
  • membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban;
  • memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
  • menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban;
  • membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
  • memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
  • mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
  • melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
  • melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
  • memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
  • memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
  • membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja;
  • dan/atau melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

Merespon berbagai tudingan yang muncul, Nadiem Makarim membantah tudingan yang dialamatkan kepadanya itu. Dirinya bahkan menilai tindakan tersebut sebagai fitnah.

Nadiem memastikan, tujuan utama adanya peraturan tersebut adalah untuk memastikan hak warga negara atas pendidikan dapat tetap terjaga. Karenanya, ia mengatakan fokus utama Permen PPKS tersebut bertujuan untuk mencegah dan penanganan kekerasan di kampus.

"Kami di Kemendikbud Ristek sama sekali tidak mendukung seks bebas, perzinahan. Itu luar biasa sekali saya terkejutnya waktu saya dituduh," jelasnya dalam acara Mata Najwa, Rabu, 10 Novemebr 2021.

"Saya harus bilang ada kritik yang akan selalu kami kaji dan berdialog, tapi saya juga tidak bisa menerima fitnah yang menyebut saya ini menghalalkan zinah atau seks bebas," imbuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun