Mohon tunggu...
Andre Persija
Andre Persija Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa UMJ

Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Fisip UMJ 2019

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menilik Pro Kontra Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021

18 November 2021   14:01 Diperbarui: 18 November 2021   14:02 10978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi ramai ditanggapi oleh sejumlah kalangan. 

Banyak yang mendukung adanya Peraturan tentang kekerasan seksual ini, namun tidak sedikit pula yang mempermasalahkan bahkan menolak dikeluarkan nya peraturan ini. Lantas sebenarnya hal apa yang menyebabkan terjadinya pro kontra dalam perataturan ini?

Sebelum lebih jauh membahas penyebab terjadinya pro kontra dalam peraturan ini, alangkah baiknya kita membahas akar permasalahan lahirnya peraturan menteri tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). 

Perlu kita ketahui bersama bahwa akar dari lahirnya peraturan ini adalah bermula dari keresahan bersama akan berbagai kasus pelecehan maupun kekerasan seksual yang selama ini terjadi khususnya dilingkungan perguruan tinggi yang dialami oleh civitas akademika baik oleh mahasiswa maupun tenaga pengajar. 

Selama ini kasus demi kasus telah terjadi namun masih kurangnya respond serta penanganan terhadap permasalahan ini dikarenakan belum ada payung hukum yang mengatur mengenai kekerasan seksual di lingkungan kampus, sehingga para korban tidak berani melapor dengan alasan takut dan tidak tau harus melapor kepada siapa, dan bagaimana mekanisme pelaporan dan penanganan nya. 

Ditambah lagi selama ini ada ketakutan dari kampus bahwa kekerasan seksual yang terjadi dilingkungan kampus akan merusak nama baik kampus tersebut, dan permasalahan lainnya yang membuat permasalahan ini belum menemui langkah pencegahan dan penyelesaian. 

Sehingga pada akhirnya baru-baru ini terjadi kasus kekerasan seksual yang dialami oleh salah satu mahasiswi yang diduga dilecehkan oleh dosen nya sendiri di salah satu universitas di Riau yang mencuat kepurmukaan publik. Kasus ini mendapat banyak perhatian baik di media massa maupun media sosial.

Melihat berbagai permasalahan kekerasan seksual yang selama ini terjadi dilingkungan kampus dikarenakan belum ada payung hukum yang mengatur sehingga tidak ditanganai secara serius, Kemendikbud-risdikti mengambil langkah sigap dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) untuk perguruan tinggi. 

Peraturan ini merupakan bentuk langkah yang sangat baik dan konkret pemerintah dalam hal pencegahan dan penanganan terhadap bentuk kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi sekaligus menjawab segala bentuk keresahan yang selama ini terjadi di kalangan civitas akademika mengenai kekerasan seksual. 

Meski tujuan dari peraturan ini sangat baik, dalam melindungi serta memeberikan rasa aman didalam lingkungan kampus.

Namun pada saat dikeluarkan tidak sedikit pihak yang mempermasalahkan lahirnya peraturan ini mulai dari politisi, ormas, organisasi pemerintahan dan lain-lain. 

Alasan yang yang paling disorot yang menjadi penyebab penolakan terhadap peraturan ini adalah menganai bunyi dari salah satu pasal yang dianggap menggunakan frase yang salah sehingga dikhawatirkan akan ada multi tafsir yang berpotensi disalah artikan oleh sebagian kalangan yang kurang memahami maksud dan maknanya.

Beberapa kalangan ada yang menilai Permendikbud Ristek ini melegalkan seks bebas. Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai aturan tersebut berpotensi melegalkan zina. Menurut, Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad salah satu kecacatan materil ada di Pasal 5 yang memuat consent dalam frasa "tanpa persetujuan korban". "

Pasal 5 Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan," kata Lincolin dalam keterangan tertulis, Senin (8/11/2021). Lantas, seperti apa isi Pasal 5 Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 yang menuai kritik tersebut?
Isi Permedikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021

Berikut adalah isi pasal yang menuai kontroversi di Permedikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021:

Pasal 5

 Ayat (1) Kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Ayat (2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  • menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban;
  • memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
  • menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban;
  • menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
  • mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban;
  • mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  • mengunggah fototubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  • menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  • mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
  • membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban;
  • memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
  • menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban;
  • membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
  • memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
  • mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
  • melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
  • melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
  • memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
  • memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
  • membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja;
  • dan/atau melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

Merespon berbagai tudingan yang muncul, Nadiem Makarim membantah tudingan yang dialamatkan kepadanya itu. Dirinya bahkan menilai tindakan tersebut sebagai fitnah.

Nadiem memastikan, tujuan utama adanya peraturan tersebut adalah untuk memastikan hak warga negara atas pendidikan dapat tetap terjaga. Karenanya, ia mengatakan fokus utama Permen PPKS tersebut bertujuan untuk mencegah dan penanganan kekerasan di kampus.

"Kami di Kemendikbud Ristek sama sekali tidak mendukung seks bebas, perzinahan. Itu luar biasa sekali saya terkejutnya waktu saya dituduh," jelasnya dalam acara Mata Najwa, Rabu, 10 Novemebr 2021.

"Saya harus bilang ada kritik yang akan selalu kami kaji dan berdialog, tapi saya juga tidak bisa menerima fitnah yang menyebut saya ini menghalalkan zinah atau seks bebas," imbuhnya.

Ia menjelaskan, Kemendikbud secara spesifik mengatur regulasi terhadap persoalan kekerasan seksual yang selama ini terjadi di instansi pendidikan tinggi. Berdasarkan definisinya, ia mengatakan kekerasan seksual memang diartikan sebagai tindakan yang dilakukan secara paksa atau tanpa persetujuan.

Kendati demikian, ia menegaskan hal tersebut tidak serta-merta dapat diartikan Kemendikbud mendorong adanya seks bebas di perguruan tinggi. Pasalnya, ia menilai hal tersebut sangat bertolak belakang dengan tujuan utama Permen PPKS, yakni bersifat sebagai pencegahan bukan pelegalan.

"Itulah alasannya kenapa secara yuridis kita hanya memfokuskan permen ini untuk kekerasan seksual. Itu (pelegalan seks bebas) sama sekali tidak ada dalam asas Permendikbud ini," tegasnya.

Karenanya, ia meminta agar masyarakat dapat secara logis memilah dua isu yang sangat berbeda ini. Lantaran Permen PPKS ini juga memuat pelarangan terhadap pelbagai tindak asusila lainnya, sejalan dengan norma-norma yang ada di dalam agama dan masyarakat.

Lebih lanjut, Nadiem mengatakan, Permendikbud tersebut lahir dari kampanye merdeka belajar yang memuat esensi profil Pelajar Pancasila. Adapun nilai yang dimaksud Nadiem merupakan keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa dan akhlak mulia.

"Akhlak mulia kita harus melindungi anak-anak kita dari Kekerasan Seksual di setiap institusi pendidikan kita. Ada celah kekosongan di perguruan tinggi makanya kita keluarkan (Permen PPKS)," ujarnya.

Perlu sama-sama kita ketahui bahwa Pro kontra terhadap lahirnya sebuah peraturan pemerintah adalah hal yang biasa terjadi. Akan ada pihak yang setuju, akan ada pula pihak lainnnya yang menolak. Tinggal bagaimana pemerintah merespon berbagai spekulasi dan tudingan yang muncul.

Permasalahan kekerasan seksual yang terjadi dilingkungan kampus ini, bukanlah hal yang sepele. Ini menyangkut masa depan para pemimpin-pemimpin bangsa dimasa depan yang disebabkan trauma dan efek psikis yang akan menghantui korban.

Meskipun tujuan nya sudah sangat baik, Pemerintah juga perlu menerima masukan-masukan dari berbagai pihak terkait frase maupun isi pasal per pasal, guna meminimalisir tafsiran-tafsiran yang akan disalah artikan kedepannya. Seiring berjalan nya waktu diharapkan perdebatan ini membuahkan hasil yang baik dan clear. 

Diharapkan dengan hadirnya peraturan ini, bisa mencegah dan memberi efek jera bagi para predator kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun