Budaya sungkan dan malu bertanya ternyata masih kental di Masyarakat kita. Banyak orang yang tidak kebagian sofa karena sungkan meminta penumpang lain yang menaruh barangnya di sofa untuk menurunkannya. Akhirnya mereka pasrah, beli tikar dan duduk melantai. Bahkan ada yang langsung ambil posisi tidur. Di ruang non AC juga ada yang tidur selonjoran dengan pulas di satu sofa. Tanpa menggubris penumpang lain. Entah mengapa tidak ada petugas yang mengarahkan dan mengatur.
Perjalanan memakan waktu tiga setengah jam. Dan seperti pada perjalanan ferry sebelumnya, kedua putra saya -terutama yang bungsu- senangnya untuk mengajak naik ke dek paling atas. Diatas terdapat beberapa tempat duduk panjang dan pasti asyik duduk disana sambil melihat matahari terbenam dari Laut Bali. Karena perjalanan kami adalah siang hingga ke sore hari, maka yang ada bukannya sunset melainkan panas Terik. Angin lautnya lumayan kencang.
Kapal merapat di Pelabuhan Padang Bai pada pk 16.15. Kami berempat sudah kelaparan, sementara perjalanan menuju Mercure Nusa Dua tempat kami menginap membutuhkan waktu satu setengah jam. Diana menyarankan berhenti di tempat makan apa saja yang kami jumpai dalam perjalanan. Saya mempertimbangkan usul itu, namun dari sebelum merapat ke Padang Bai tadi saya Cuma kepikiran satu hal; Fungi Pizza nya Massimo di Sanur. Dan sepanjang jalan Prof Dr Ida Bagus Mantra kami tidak menjumpai tempat makan yang mengundang selera.Â
Kadang ada sih saat-saat dimana Diana tiba-tiba nyeletuk, "kesini saja" kalau dia melihat satu warung-warung makan lokal yang menurutnya menarik. Tapi saya mengabaikannya hehehe. Anak-anak tertidur pulas di belakang. Jadi saya pun memanggil BMW Assistant yang ikut serta dengan kami selama perjalanan, "Hey BMW" ucap saya. BMW personal assistant menjawab "Hello. How may I help you?". Saya melanjutkan permintaan saya, "Take us to MASSIMO restaurant at Sanur". Pengucapan Bahasa terutama nama tempat harus jelas ditangkap oleh AI tersebut agar ia dapat segera menariknya dari database dan menuangkannya ke Layar LCD sebesar 8 inch di Tengah dashboard. Sesaat kemudian nama Restoran Italia itu muncul dengan estimasi waktu tempuh dan jarak. Saya mengkonfirmasinya dengan menekan "OK".
Pizza, Gelato dan suasana Massimo Restaurant di Sanur membuat saya ingin Kembali lagi sejak kunjungan kami kesana pertengahan 2019 lalu. Suasana Jalan Duyung di Sanur yang dipenuhi dengan Toko, Cafe dan Bar membuat saya makin bersemangat lagi biarpun sebenarnya sudah Lelah. Animo nya makin terasa ketika kami berbelok ke kiri memasuki Jalan Danau Tamblingan.Â
Antrian panjang bagi orang yang ingin membeli Gelato sudah nampak dari luar. Gelato showcase yang panjang dan menghadap langsung ke jalan seolah memanggil orang untuk datang dan membeli beberapa scoop Gelato beraneka rasa, dari yang halal hingga non-halal. Massimo sungguh penuh sore jelang malam itu, namun kondusif. Kami langsung kembagian tempat duduk dan meja. Suasana Natal dari Christmas Cake, ornaments, Pohon natal besar mewarnai Massimo. Begitu juga dengan foto-foto sang Maestro bersama sahabat keluarga maupun beberapa orang terkenal terpampang di beberapa pilar. Dan wangi Pizza membahana di Tengah hiruk pikuk crowd yang asik. Fungi Pizza, Spaghetti Bolognese, Oglio, Cheese Bread, serta juice dan beer membuat perut kami Bahagia hari itu.Â
Sore pun berubah menjadi gelap. Kami masuk mobil kembali dan menuju ke Hotel. Tidak sabar buat main ke Pantai Melasti besoknya...