Sudah tiga bulan sejak diberitakannya Pandemi yang disebabkan merebaknya virus Covid19 di Indonesia. PSBB diterapkan di banyak wilayah di Kota-kota maupun propinsi.Â
Sebagian besar aktivitas sehari-hari dalam kehidupan ini terhenti. Berdampak sistemik terhadap beberapa perusahaan local atau UKM yang tidak bisa beroperasi, tidak bisa berjualan karena masyarakat yang dirumahkan, hingga ada yang sampati tidak menggaji karyawan atau bahkan terpaksa mem-PHK Karyawannya karena gulung tikar
Perusahaan-perusahaan berhenti beroperasi, Pusat-pusat perbelanjaan ditutup, tempat-tempat wisata tidak ada yang buka, Â Karyawan bekerja di rumah (Work From Home/ WFH), para siswa juga sekolah di rumah.
Tantangan bagi masyarakat di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Pemerintah siapkan strategi-strategi untuk memutus rantai merebaknya virus agar seminimum mungkin; dengan menyediakan banyak fasilitas, bantuan kepada masyarakat. Namun di satu sisi juga harus pertahanakan keseimbangan roda perekonomian.
Para Ibunda mungkin jadi lebih sibuk karena seluruh anggota keluarga beraktifitas setiap hari di rumah. Para Bapak juga harus mengatur waktu dalam bekerja yang sebagian besar mungkin di depan Laptop dan video meeting serta mengantisipasi ajakan bermain dari anak atau mixing dengan pekerjaan rumah.Â
Para anak yang sudah sekolah, kini bersekolah dari rumah, yaitu mengikuti seluruh program belajar dari Sekolahnya yang difasilitasi oleh Internet.
Ayah dan Ibu yang sudah sibuk dengan pekerjaan dan aktifitas masing-masing, merasa sulit mengatur waktu untuk lebih terlibat dalam urusan Pendidikan anak-anaknya sendiri.Â
Memang benar Sekolah merupakan tempat siswa menuntuk ilmu dan mendapat Pendidikan serta pelatihan dalam rangka mempersiapkan siswa menuju jenjang lebih tinggi hingga menjadi dewasa kelak.Â
Namun jangan lupa bahwa Pendidikan kepada anak sesungguhnya berasal dari Ayah dan Ibu. Menanamkan nilai-nilai dalam bersikap, memperkenalkan Maha Pencipta dan seluruh AjaranNya, menjadi teman baik bagi anak-anak kita, sudah merupakan keharusan bagi kita sebagai orangtua.
Itu adalah hampir 50% dari waktu sehari, jika sudah dikurangi waktu tidur mereka. Delapan jam di sekolah, delapan jam di rumah dan delapan jam tidur dari malam hingga pagi.Â
Di sekolah para anak kita mempelajari banyak sekali hal. Bukan hanya Matermatika dan Bahasa Indonesia, melainkan bersosialisasi, bagaimana bermain Bersama, berbagi, bekerjasama, berkomunikasi yang baik, berekspresi dan masih banyak lagi.Â
Naaah delapan jam di sekolah itu kini sementara dikompensasi di dalam rumah. Tantangan bagi kita orangtua bagaimana agar hal-hal tersebut diatas dapat dikonversi menjadi kegiatan-kegiatan positif di rumah.
Ini merupakan pengalaman baru bagi mereka sebagai siswa, bagi para Guru yang menjadi pengajarnya dan juga bagi kita sebagai orangtua yang kudu mengawasi jalannya proses itu agar efektif dan efisien.Â
Sesungguhnya homeschooling bagi para siswa sekolah bagus dalam menselaraskan pemikiran mereka akan kemajuan jaman. Memberikan new experience. Video meeting selain untuk tatap muka dengan guru, bisa jadi obat kangen bagi siswa untuk bertemu dengan para teman biarpun hanya lewat layar LCD.
Putra saya sudah belajar di rumah sejak tengah Maret lalu. Pelajaran-pelajaran yang diberikan dari sekolahnya tidak banyak. Hanya dua mata pelajaran per hari; video meeting dengan Guru di Google Meet dilanjutkan baca materi dan kerjakan soal di Google Classroom.Â
Setiap hari mulai dari jam 8 pagi, dan selesai jam 10 atau jam 11 siang. Setelah selesai, lalu apa? Santai nonton TV atau bahkan main game boleh-boleh saja. Tapi perlu diatur agar tidak berlebihan. Dan juga agar anak mengerti bahwa sebenarnya ini adalah hari Sekolah. Bukan hari libur yang membuat mereka bisa "leha-leha".
Beberapa contoh tugas sekolah anak saya; dari mata pelajaran Seni Rupa, berupa gambar atau pekerjaan tangan. Setelah selesai, difoto lalu di submit di Google Classroom. Di sub menu Classwork tiap Mata Pelajaran, ada take picture button dan submit button.Â
Record video juga bisa, untuk tugas olahraga atau bahkan menari. Untuk tugas Matematika, Bahasa Inggris, PPKN dan sebagainya; tak jarang siswa diberikan materi dengan soal-soal berupa multiple choices.Â
Hal ini kudu dimonitor ketat, agar materi diserap dengan baik oleh siswa. Selain itu siswa perlu membiasakan diri membawa buku referensinya sendiri dalam mempelajari dan mengerjakan soal. Misalnya matematika.Â
Tak jarang karena multiple choice, anak jadi cenderung mau cepat-cepat kerjakan dengan cukup menebak-nebak jawaban. Alhasil setelah di submit, score nya Cuma 70 atau bahkan lebih buruk.Â
Anak harus membawa Buku cetak dan buku coretannya. Kerjakan setiap soal harus tertata dengan memaparkan caranya hingga dapat result nya. Ini berlaku juga buat mata pelajaran la
Mengapa harus repot-repot? Anak saya pernah menjawan begini; "Kan jawabannya bisa dicari di Google, Pa.." Ooh Nooo... Ini sama seja dengan menyodorkan Calculator kepada anak SD yang sedang mengerjakan soal Matematika. Google memang punya jawaban untuk banyak pertanyaan di dunia.Â
Teknologi diciptakan untuk memudahkan manusia. Namun jangan sampai generasi anak kita  terbiasa mencari jawaban di search engine, bukannya di Buku.Â
Sebut saya konservatif. Namun saya merasa bahwa anak tidak tertarik buka buku dan lebih senang browsing di tablet nya. Saya tidak mau anak kita malas dan menganggap remeh sesuatu.Â
Lalu buat apa dong kita beli buku-buku mereka yang mahal itu? Bagaimana dengan tantangan belajar A sampai Z? Kalau anak jaman now maunya belajar A langsung ke Z saja..
Selain itu perlu ada kegiatan-kegiatan bermanfaat yang kita siapkan bagi para anak kita. Karena sebenarnya Sekolah dari Rumah ini jadi seperti anak-anak yang Homeschooling, yang sehari-harinya tidak mengikuti kurikulum yang ditentukan Kementrian Pendidikan.Â
Justru ini merupakan kesempatan si anak juga untuk melakukan pekerjaan rumah. Misalnya memandikan hewan piaraan, membersihkan kamar, mencuci sepedanya atau bantu-bantu ayah mengecat rumah, mencuci mobil, memperbaiki lemari dan sebagainya.Â
Berbagilah tugas dengan anak. Buatkan schedule untuknya mulai dari pagi, waktu belajar, makan hingga bermain. Print dan pasang di dinding.
Tidak benar melimpahkan tugas Pendidikan anak ke Istri saja. Karena itu merupakan tanggung jawab berdua. Jangan berpikir ayah sudah sibuk dengan pekerjaan kantor hingga tidak bisa diganggu.Â
Padahal Istri juga tidak kalah sibuk; masak cuci baju, menyapu, menyetrika dan sebagainya. Berbagi tugaslah. Â Diskusi sekeluarga secara berkala, sambil meminta komitmen anak untuk ikut schedule.
 Awalnya mungkin sulit, namun jika terus menerus didorong, maka akan terbiasa. BISA KARENA BIASA. Selamat menjadi Guru bagi para buah hati kita, para orangtua Indonesia.