Mohon tunggu...
Andre Haizam
Andre Haizam Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Praktik Lisensi Paten

13 Desember 2016   13:55 Diperbarui: 13 Desember 2016   14:51 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual
  • Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual  (HAKI) seperti pembajakan, pemalsuan, peniruan, pengakuan terhadap beragam hasil karya cipta milik orang atau institusi lain sering diidentikan dengan perilaku criminal, karena adanya kerugian secara ekonomi. Padahal pelanggaran-pelanggaran tersebut hanyalah sebagian saja dari fenomena HAKI yang akhir-akhir ini hangat di bicarakan.
  • Dalam pengertiannya, HAKI merupakan hak kebendaan atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja rasi, yakni berupa benda imateriil. HAKI adalah hasil kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang di ungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk, baik materiil maupun imateriil. Bukan bentuk penjelmaannya yang dilindungi akan tetapi daya ciptaitu sendiri. Daya cipta itu dapat berwujud dalam bidang seni, industri, dan ilmu pengetahuan atau paduan ketiganya.
  • Praktik Lisensi Paten
  • Dalam praktik permintaan paten di Indonesia secara kuantitatif dapat di jelaskan bahwa permintaan paten hanya sedikit yang berasal dari dalam negri, selainnya jumlah terbesar berasal dari luar negri. Ini menunjukkan bahwa kemampuan orang Indonesia untuk menghasilkan penemuan baru yang dapat memperoleh hak paten belum memperlihatkan angka yang menggembirakan. Dalam keadaan seperti ini, untuk menunjang dan mempercepat laju industrialisasi,perjanjian lisensi sangat penting artinya. Masuknya paten dan lahirnya berbagai perjanjian lisensi merupakn konsekuensi logis dari di undangkannya undang” paten, lebih dari itu,hal ini merupakan bagian dari globalisasi perekonomian dunia. Negara Indonesia yang berambisi menjadi Negara industri sudah seharusnya melakukan perjanjian lisensi ini semaksimal mungkin. Dalam UU no 14 th 2001 perjanjian lisensi ini diatur dalam pasal 69 sampai dengan 73
  • Pasal 69,berbunyi:
  • Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana di maksud dalam pasal 16
  • Kecuali jika di perjanjian lain, lingkup sebagaimana di maksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana di maksud dlam pasal 16, berlangsung selama jangka waktu lisensi di berikan dan berlaku untuk seluruhwilayah Negara Republik Indoesia.

Seperti diutarakan di atas, ketentuan-ketentuan lisensi akan berperan penting dalam pembangunan industri selama kemampuan bangsa Indonesia untuk menghasilkan penemuan baru yang berhak untuk di berikan paten belum memadai. Dalam pasal 73 disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian liensi di atur dengan peraturan pemerintah. Dalam hal ini timbul pertanyaan “Peraturan pemerintah tentang lisensi yang bagaimanakah yang akan di tetapkan oleh pemerinta? Apakah di mungkinkan monopili secara langsung atau tak langsung? Bagaimanakah perlindungan Terhadap pihak-pihak industri dalam negri (yang akan menjadi penerima lisensi) dan konsumennya?. Bagaimanakah alih tekhnologi dilaksanakan dan apakah terdapat sanksi-sanksi?”

Yang jelas peraturan tersebut harus dapat melindungi bangsa Indonesia yang dalam banyak hal akan bertindak sebagai penerimaan lisensi, namun tidak menghambat pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia dalam persaingannya dengan bangsa-bangsa lain.

Pasal 71 UU paten menyatakan:

  • perjanjian lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian indosnesia atau memuat pembatasan dalam menguasai dan mengembangkan tekhnologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan invensi yang di beri paten tersebut pada khususnya.
  • Permohonan pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) harus di tolak oleh Direktorat Jenderal.

Dari Pasal 71 ayat (1) dapat dilihat tiga macam larangan yaitu:

  • Perjanjian lisensi yang membawa akibat yang merugikan perekonomian Indonesia
  • Perjanjian lisensi harus di catat dan di umumkan dengan di kenai biaya.
  • Dalam hal perjanjian lisensi tidak di catat Direktorat Jenderal sebagaimana di maksud dalam ayat (1), perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ke tiga.

Sayangnya dalam penjelasan pasal 71 ayat (1) ini tidak memberikan penjelasan yang jelas, terutama mengenai tiga macam larangan tersebut mengenai  apa yang di maksud dan apa pengertiannya.Seharusnya di jelaskan secara rinci mengenai pengertian ketiga macam larangan tersebut dan lebih baik lagi dengan contoh-contoh yang di maksud. Ketentuan pasal 71 ayat (1) ini justru sebenarnya kembali kepada kesiapan bangsa Indonesia sendiri untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang timbul dari perjanjian lisensi itu.

Kadang-kadang mungkin dalam kajian ekonomi mikro ada hal-hal yang terlihat merugikan, namun dalam kajian ekonomi makro, justru untuk jangka waktu yang panjang akan memberikan keuntungan sendiri. Oleh karena itu, dalam hal perjanjian lisensi ini pemerinta seyogyanya melibatkan para pakar ekonomi dan politik, khususnya pakar politik ekonomi internasional. Agar pilihan untuk perjanjian lisensi itu tidak semata-mata atas pertimbangan kepentingan ekonomi nasional yang bersifat sesaat, tetapi untuk jangka waktu panjang, sekaligus menjadikan Negara ini berwibawa dimata dunia.

Dengan demikian untuk jangka panjang menarik minatpara investor asing,untuk menanamkan modalnya di negeri ini. Oleh karena itu pula, ketentuan pada ayat (2) ini perlu menghendaki pertimbangan yang benar-benar matang secara ekonomi,matang seacara politik dan akhirnya dapat memberikan solusi juridis yang tepat.

Di jepang setiap perjanjian internasional harus member tahukan “Kosei Torihiki Linkai/Fair Trade Commisson”. Pasal 6 dan 23 Undang-Undang Anti MOnopoli Jepang mewajibkan pendaftaran lisensi agar dapat di ketahui apakah perjanjian tersebut mengandung unsure monopoli atau tidak. Selain itu dengan mendaftar akan dapat di ketahui bentuk atau macam tekhnoligi atau royalty yang di keluarkan.jadi di jepang satu badan yang juga turut berperan dalam pendaftaran perjanjian lisensi yaitu sebagai bank tekhnologi.
 Tampaknya UU paten mempunyai kesamaan dengan hal ini. Ini dirasakan peting agar diketahui seberapa besar tekhnologi asing yang masuk ke Indonesia, sekaligus juga bagaimana proses alih tekhnologi itu berjalan.

Dalam Pasal 72 UU Paten di sebutkan:

  • Perjanjian lisensi harus di catat dan di umumkan dengan di kenai biaya.
  • Dalam hal perjanjian lisensi tidak di catat Direktorat Jenderal sebagaimana di maksud dalam ayat (1), perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ke tiga.

Masalah yang timbul dalam hal pendaftaran lisensi ini adalah apabila ternyata para pihak yang melakukan perjanjian itu tidak mendaftarkan lisensi di kantor Paten dengan dalih kebebasan berkontrak, apakah perjanjian itu batal demi hukum atau kantor paten memiliki keberanian moril menindaknya. Satu-satunya cara untuk menegakkan ketentuan ini adalah melaui ancaman pidana. Pembatalan perjanjian bukanlah kewenangan pemerintah, sebab hubungan hukumnya, adalah hubungan hukum prifat, bukan public.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun