Lambat laun, tidak terasa kucing-kucing tersebut tumbuh dengan lincahnya. Mereka imut, tapi saya tetap geli.
Setelah beberapa pekan setelah lahir ke dunia fana ini, anak kucing tersebut mulai belajar ke luar dari singgasananya. Hihi.
Bisa jadi singgasananya sebuah kardus berisi baju-baju tak terpakai. Atau bisa jadi hanya seonggok kain yang kumuh. Subhanallah. Semoga kita menjadi tuan yang bijak dan menyayangi makhluk Allah yang lemah namun berotot kuat ini.
Anak-anak kucing itu pun berkeliaran. Mereka lincah. Entah mengapa mereka suka sekali usil sama saya. Mendekati dan ngajak bergelut, namun saya sudah ngeri duluan.
Kenapa ngeri? Iya, dulu saya pernah tergores kuku kucing. Sehingga bekas goresan kucing tersebut lama bertahan di tubuh saya, dan sekarang alhamdulillah hilang tak berbekas. Namun, traumanya itu lho, susah hilangnya!
Awalnya induk kucing itu melahirkan tiga anak. Warnanya ketiganya berbeda satu sama lain. Yang pertama berbulu putih belang hitam, yang kedua kuning kecoklatan, dan yang ketiga putih belang abu-abu.Â
Namun, berita duka saya terima di suatu pagi sepekan yang lalu. Kucing yang berwarna kuning kecoklatan, lebih dahulu menghadap Illahi, ia terserempet motor di depan rumah.
Namun, dari semuanya, saya  benar-benar gak maniak kucing. Entah mengapa, mereka senang sekali membuntuti. Tak jarang kami seperti soulmate yang tak terpisahkan.
Ada rahasia besar sih yang mau saya bocorkan. Tapi, jangan bilang-bilang sama kucing saya ya! Oke, saya kasih tahu. Tapi, mau tahu saja atau mau tahu banget nih? Hihi.
Begini, sebenarnya saya takut banget sama kucing-kucing tersebut. Tapi, karena mereka begitu mencintai saya, saya pun luluh. Saya bukannya benci, cuma takut dan geli. Namun karena kasih sayangnya begitu tulus, saya pun terbius.
Awalnya saya sekedar menyayangi mereka. Sebagai manusia, wajar saya memberi mereka makan dan perhatian. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan dari kita? Dari siapa lagi? Ini bukti bahwa Allah percaya pada kita, hingga menitipkan hewan imut dan manja ini.