Dalam era informasi yang membanjiri kita setiap harinya, kebingungan sering kali menjadi salah satu masalah terbesar yang dihadapi masyarakat. Banyak orang merasa terjebak dalam ketidakpastian dan disorientasi di tengah kebijakan publik yang dianggap tidak memihak mereka, isu-isu sosial yang semakin kompleks, hingga merebaknya ketidakpercayaan terhadap institusi formal. Di sinilah peran penting sosok-sosok yang mampu memberikan pandangan alternatif, salah satunya adalah Guru Gembul, seorang tokoh yang namanya semakin dikenal di kalangan masyarakat Indonesia.
Guru Gembul, dengan gaya bicaranya yang santai namun kritis, berhasil meraih perhatian publik karena kemampuannya untuk membahas isu-isu penting dengan cara yang mudah dipahami oleh banyak orang. Dia tidak berbicara dalam kerangka formal, namun justru itulah yang membuat pesannya begitu kuat. Dia berbicara dari hati, menggunakan logika yang jernih, serta tak segan untuk mengkritik status quo. Dengan caranya, Guru Gembul telah menjadi sosok penting dalam percakapan sosial di Indonesia, terutama ketika banyak pihak merasa kecewa dengan kepemimpinan formal.
Salah satu momen paling kontroversial yang melibatkan Guru Gembul adalah ketika dia berbicara soal polemik nasab habib. Dalam sebuah pernyataannya, ia mengkritik bagaimana masyarakat Indonesia sering kali memberikan penghormatan berlebih terhadap individu hanya berdasarkan nasab atau garis keturunan. Pandangan ini menyinggung kalangan tertentu, khususnya beberapa habib yang merasa bahwa kedudukan mereka di masyarakat tidak seharusnya dipertanyakan.
Pernyataan Guru Gembul bahwa "nasab tidak selalu mencerminkan kepribadian atau kualitas moral seseorang" menimbulkan polemik. Dia memandang bahwa penghormatan seharusnya didasarkan pada tindakan dan kontribusi nyata seseorang, bukan semata-mata karena keturunan. Bahar bin Smith, salah satu tokoh agama, dengan keras merespons kritik ini dan mempertahankan bahwa kedudukan habib memang memiliki tempat istimewa dalam tradisi Islam.
Namun, di sisi lain, banyak orang merasa bahwa kritik Guru Gembul justru membuka ruang diskusi yang penting, yaitu tentang bagaimana masyarakat seharusnya memandang kepemimpinan dan pengaruh sosial. Bukan berdasarkan status sosial atau garis keturunan, melainkan berdasarkan tindakan yang nyata.
Pandangan ini juga mengundang dukungan dari mereka yang merasa bahwa masyarakat Indonesia terlalu terikat pada hierarki sosial yang bersifat kaku. Guru Gembul mengajak masyarakat untuk tidak selalu terjebak pada status yang diwariskan, tetapi lebih kritis melihat perilaku dan kontribusi seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Pandangan Guru Gembul tidak hanya berhenti pada isu nasab. Dalam banyak kesempatan, dia sering membahas tentang bagaimana mentalitas lama masyarakat Indonesia menjadi penghalang terbesar bagi kemajuan bangsa. Mentalitas lama ini mencakup ketergantungan pada otoritas tanpa pemikiran kritis, keengganan untuk mengambil tanggung jawab pribadi, serta kecenderungan untuk memposisikan diri sebagai korban sistem yang tidak adil.
Menurut Guru Gembul, pola pikir seperti ini membuat masyarakat terperangkap dalam siklus kemiskinan dan ketidakberdayaan. Dia menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk keluar dari jeratan ini adalah dengan perubahan pola pikir, yang dimulai dari pendidikan dan kesadaran. Pendidikan yang dimaksud bukan hanya dalam arti formal, tetapi juga pendidikan sosial dan mental, di mana masyarakat diajak untuk lebih mandiri dalam berpikir dan bertindak.
Guru Gembul juga tidak segan mengkritik kebijakan pemerintah yang, menurutnya, sering kali hanya memberikan solusi jangka pendek tanpa menyentuh akar masalah. Dia menyoroti bagaimana kebijakan sosial yang dilakukan pemerintah sering kali hanya menyentuh permukaan, tanpa memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan mentalitas masyarakat.
Apa yang membuat Guru Gembul begitu berbeda dari tokoh-tokoh lainnya adalah kemampuannya untuk menjelaskan konsep-konsep yang kompleks dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Ia berbicara dengan lugas, tanpa jargon yang rumit, dan selalu berusaha mengaitkan topik-topik besar dengan kehidupan sehari-hari.
Salah satu contoh dari pendekatan ini adalah ketika Guru Gembul berbicara tentang kemiskinan. Alih-alih hanya menyalahkan pemerintah atau sistem ekonomi global, dia juga mengajak masyarakat untuk merenungkan peran mereka sendiri dalam memperburuk kondisi tersebut. Dia menyoroti bagaimana kebiasaan konsumsi yang tidak bijak, ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, serta mentalitas instan yang mengharapkan solusi cepat, semua itu berkontribusi pada kemiskinan yang terjadi.
Guru Gembul tidak hanya berbicara tentang masalah, tapi juga memberikan solusi yang realistis. Dia menekankan pentingnya pendidikan yang berkualitas, etos kerja yang tinggi, serta sikap kritis terhadap kebijakan publik. Ini adalah ajakan bagi masyarakat untuk tidak selalu menyalahkan pihak luar, tetapi juga untuk melihat ke dalam dan mencari solusi dari diri sendiri.
Di tengah kebingungan sosial dan ketidakpercayaan terhadap institusi formal seperti DPR atau pemerintah, sosok seperti Guru Gembul menjadi sangat penting. Masyarakat membutuhkan seseorang yang mampu berbicara dengan jujur, lugas, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Mereka membutuhkan figur yang tidak terikat oleh kepentingan politik atau ekonomi, tetapi berbicara atas dasar logika dan moralitas.
Guru Gembul menawarkan sesuatu yang berbeda dari politisi atau pemimpin formal lainnya. Dia tidak hanya memberikan kritik, tetapi juga memberikan solusi yang dapat diimplementasikan oleh masyarakat. Dia tidak menempatkan dirinya sebagai otoritas, melainkan sebagai seorang guru yang ingin mengajak orang untuk berpikir lebih kritis dan mandiri.
Di dunia yang semakin kompleks ini, masyarakat membutuhkan pemimpin yang dapat membantu mereka memahami isu-isu besar dengan cara yang sederhana. Masyarakat membutuhkan seseorang yang dapat memberikan arah tanpa harus terjebak dalam birokrasi yang rumit atau kepentingan politik yang sempit. Guru Gembul, dengan pendekatan yang membumi, menjadi salah satu figur yang mampu memenuhi kebutuhan ini.
Apakah Indonesia membutuhkan lebih banyak figur seperti Guru Gembul? Jawabannya mungkin ya. Dalam sebuah masyarakat yang masih terperangkap dalam mentalitas lama, ketergantungan pada otoritas formal, dan kebingungan terhadap masa depan, sosok-sosok seperti Guru Gembul menjadi sangat penting. Mereka tidak hanya menjadi suara kritis di tengah kebisuan, tetapi juga menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk berpikir lebih mandiri dan bertindak lebih berani.
c
Inilah mengapa sosok seperti Guru Gembul begitu relevan di Indonesia saat ini. Masyarakat membutuhkan lebih banyak suara kritis, lebih banyak orang yang berani berbicara kebenaran, dan lebih banyak pemimpin yang tidak hanya memimpin dari atas, tetapi juga mengajak masyarakat untuk bergerak bersama demi perubahan yang lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI