Radio, Hidup atau Mati!
"Media Jurnalistik dengan Misi Informatif"
Teman-teman tentu sudah tidak asing dengan radio.Â
Media berbasis audio yang mengalami perkembangan dan cenderung mampu mengikuti pergerakan era. Radio berevolusi untuk mampu diterima oleh khalayak dan internet menjadi pacuan untuk tetap eksis di telinga para pendengarnya.
Bahkan, tuntutan akan pemenuhan kebutuhan informasi untuk khalayak juga menjadi suatu keharusan. Ditambah lagi dengan berkembangnya teknologi internet di tengah masyarakat. Maka dari itu, radio hadir sebagai media jurnalisme.
Kehadiran radio sebagai media jurnalisme menggambarkan bahwa radio menjadi media pilihan yang bersifat portable. Banyak stasiun radio mencari cara baru untuk memaparkan dan melayani pendengarnya melalui sajian informasi yang ada (Herweg & Herweg, 2004, h. 13).
Embrio Radio
Ketika teman-teman memiliki pengetahuan perihal radio sebagai media penyampaian pesan, tentu teman-teman harus mengetahui pula bagaimana pengalaman embrio radio, mulai dari penggunaan sinyal frekuensi hingga bersandar pada naungan teknologi internet.
Lalu, mari kita kembali ke masa embrional radio!
Radio lahir melalui wujud gelombang elektromagnetis yang dicetuskan oleh Maxwell. Gelombang tersebut dibuktikan oleh Heinrich Hertz pada tahun 1884. Alhasil, Guglemo Marconi mengembangkannya menjadi radio tahun 1906 di Amerika Serikat.
Penemuan tersebut membuat radio memiliki peranan dalam bidang pelayaran, perdagangan dan penyampaian informasi militer. Dapat dilihat dari penggunaan radio pada masa Perang Dunia II (Darmastuti, 2012, h. 63).