Jadi, semestinya dalam kondisi APBN yang defisit seperti saat ini, Menteri BUMN bisa mengubah pola pasokan migas dengan sistem B2B (Business to Business) Pertamina dengan perusahaan migas asing yang beroperasi di Indonesia memakai Harga Negosiasi, ketimbang terus mengimpor migas (yang digali di Indonesia) melalui ISC di Singapura memakai Harga Spot.
Pertanyaan kini adalah:
Mampukah Menteri BUMN Rini Soemarno tidak mengalami benturan kepentingan dengan kerajaan bisnis keluarganya dalam mencari solusi defisit impor migas?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H