Mohon tunggu...
Andreas Pisin
Andreas Pisin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biarpun Gunung-Gunung Beranjak Dan Bukit-Bukit Bergoyang Namun Kasih Setia-Ku Tidak Akan Beranjak Daripadamu

SEIRAMA LANGKAH TUHAN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gerakan Ekumenis Menuju Persatuan Gereja Kristus

7 Maret 2022   06:18 Diperbarui: 7 Maret 2022   06:29 3393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dialog pada dasarnya harus melibatkan semua undur yang ada dalam tubuh Gereja dengan demikian maka semua bisa ambil bagian dan yang menjadi tujuanya adalah tercapainya kesatuan dan kebulatan tekat untuk memulai suatu kesepakatan.hendaknya dialog melibatkan seluruh umat katolik baik perorangan maupun kelompok, dengan berbagai macam latar belakang dan tingkat hidup maka tema uang didialogkanberaneka ragam bobotnya.[14] 

 

Dalam dialog sendiri mengenal beberapa bentuk dialog yang perlu diketahui dan dimengerti. Pertama dialog kehidupan,dialog ini diperuntukkan bagi semua orang dalam menjalani kehidupanya dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.[15] Hidup hendaknya menggambarkan dan menunjukkan jati diri sebagai murid Yesus yang mana dalam kehidupan sehari-hari harus menampakan cinta kasih yang besar kepada siapapun tanpa memandang muka. Kedua, dialog karya, di sini menjalin kerjasama antar Gereja yang lebih intens, dengan tujuan pembangunan manusia dan peningkatan martabat manusia.[16] kerjasama yang demikian akan lebih mengeratkan tali persaudaraan diantara para anggota jemaat dan menumbuhkan rasa persaudaraan yang semakin mendalam. Ketiga, dialog pandangan teologis, ini bagi mereka yang memangku jabatan dan tanggungjawab dalam Gereja yangmemiliki kemampuan teologi. Dalam bidang ini orang-orang tersebut akan bekerjasama menemukan dan menggali kekayaan dan warisan-warisan Gereja demi meningkatkan rasa persaudaraan, dengan ditemikannya berbagai kekayaan teologis tersebut maka akan semakin memupuk rasa saling percaya dan sekaligus menemukan langkah dalam menyikapi persoalan jemaat. Keempat, dialog pengalaman keagamaan, saling memperkaya dan memajukan penghayatan nilai-nilai tertinggi dan cita-cita rohani masing-masing.[17] Pengalaman keagamaan di sini bisa berupa       

 

2.3. 4. Menggalang Kerjasama

 

Pokok pembicaraan dalam dialog mungkin meliputi suatu bidang yang luas tentang soal-soal ajaran, meliputi suatu suatu jangka waktu yang panjang, atau sebuah persoalan yang dibicarakan dalam kerangka waktu yang terbatas. Mungkin juga yang dijadikan bahan pembicaraan ialah suatu persoalan pastoral atau misioner, yang ingin ditanggapai secara bersama oleh Gereja-gereja untuk membatasi konflik-konflik yang timbul diantara mereka dan untuk memajukan saling tolong menolong dan kesaksian bersama. Untuk beberapa persoalan dialog bilateral mungkin lebih efektif, sedangkan untuk soal-soal lain dialog multilateral memberikan hasil yang lebih baik.[18]

 

   Dialog senantiasa memeberi banyak kemungkinan baik yang akan diperoleh karena dalam dialog setiap orang bisa mengenal lebih dalam apa yang menjadi kelebihan dari setiap orang. Dialog juga secara psikogis akan meningkatkan ikatan emosioonal sehinggga dengan berdialog maka setiap orang akan mampu melihat setiap orang secara subyektif. Dengan timbulnya perasaan ini maka akan tumbuh dalam diri setiap orang bahwa kita ini bersaudara. Kita hendaknya saling menolong dan saling mengerti satu sama lain agar tercapailah kesatuan dalam perasaan dan tindakan. Proses ini kan sangat mendukung dalam dialog jangka panjang, karena orang akan semakin mengenal dan bersahabat. Setelah tercapainya sikap saling mengerti maka dimulailah untuk mengadakan kerjasama dalam karya. Kerjasama disini bisa meliputi karya bersama dalam Kitab Suci, misalnya penerjemahan dan penafsiran bersama Kitab Suci, sehingga menciptakan keseragaman dalam terjenahan dan tafsiran. Ini bisa menumbuhkan kerja sama antar Hereja-hereja dan jemaat-jemaat dalam karya missioner, katekese dan pendidikan agama, begitu pila dalam doa dan studi.[19] Bekerjasama dalam lembaga-lembaga pendidikan tinggi, kerja sama ini akan membantu orang-orang kristiani untuk secara bersama menghadapi soal-soal intelektual yang dihadapi oleh para pria dan wanita pada jaman sekarang ini, berdasarkan sumber kebijakan kristiani serta pengalaman yang similiki bersama oleh orang kristiani.[20]   

 

  • 2.4. Hambatan-hambatan Gerakan Ekumenis[21] 
  •  
  •               Hambatan paling besar adalah bahwa pimpinan-pimpinan gereja sendiri, termasuk yang berada di dalam struktur kepemimpinan PGI, seringkali tidak konsisten dalam menjalankan keputusan-keputusan diatas.[22] Kesatuan gereja adalah masalah hati, perbedaan-perbedaan yang muncul dari perkembanga tradisi masing-masing dan tidak memiliki bobot teologis-biblis yang kuat, dengan tenangnya disisihkan saja. Sebaliknya sesuatu yang memiliki bobot teologis-biblis yang kuat, meskipun tidak berasal dari tradisinya, dengan tenang diambil alih dan diterima. Supaya kebersamaan dihayati, seringkali diperlukan kreativitas.  
  •  
  • 2.4.1. Hambatan dalam Penghayataan Kehidupan Praktis
  •  
  • Kenyataan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan di dalam penghayatan praktis umat Katolik dan Protestan tidak perlu disangkal. Tom Jacob misalnya menyebut 8 perbedaan kesan lahir sebagai berikut.
  •  
  • 1. pada Katolik hubungan dengan Dereja menentukan hubungan dengan Kristus; pada    Protestan hubungan dengan Kristus menentikan hubungan dengan Gereja.
  •  
  • 2. pada Katolik secara hakiki bersifat hierarkis (dari Kristus); pada Protestan segala pelayanan di dalam Gereja diciptakan oleh mausia (Tradisi).
  •  
  • 3. pada Katolik Allah bersatu dengan kita dalam rupa manusiawi; pada Protestan Allah transenden dan Gereja sejati tidak kelihatan.
  •  
  • 4. Pada Katolik tekanan pada sakramen; pada Protestan tekanan pada sabda/pewartaan.
  •  
  • 5. pada Katolik imam kultis yang mempersembahkan kurban (Ekaristi); pada Protestan pendeta profetis yang menyampaikan Sabda Allah.
  •  
  • 6. pada Katolik Kitab Suci dibaca dan dipahami dalam umat dipimpin oleh hierarki; pada Protestan masing-masing orang membaca dan mengaitkan Kitab Suci sendiri.
  •  
  • 7. Pada Katolik lebih mementingkan perasaan, kesenian, dan kehangatan; pada Protestan lebih menekankan pada pengetahuan, ilmu, dan ketegasan.
  •  
  • 8. Pada Katolik agama kontemplasi (memandang); pada Protestan agama iman (mendengarkan).[23] 
  •  
  •      Dari poin diatas bisa dilihat betapa fundamentalnya pandangan antara Katolik dengan Protestan     
  •  

  •  
  • 2.4.2. Hambatan Nonteologis
  •  
  • Michael Amaladoss menegaskan bahwa penghambat dalam kerjasama antar agama tidak selamanya berasal dari pihak agama. sering hambatan itu bersifat ekonomis, sosial-psikologis, historis, budaya, dan politis. Agama Cuma sering dipakai sebagai mantel untuk menutupi alasan-alasan lain yang lebih atau kurang pantas. Dalam konteks persatuan Kristen hambatan nonteologis seringkali menjadi hambatan yang turut mendukung terciptanya perpecahan Gereja. Sikap fundamentalis sekte-sekte dalam tubuh Gereja merupakan faktor penghambat terbentuknya persatuan.[24]
  •  
  • Dari kutipan di atas mau menunjukkan bahwa persoalan yang menghalangi usaha ekumene tidak melulu persoalan teologis, sekali lagi ini masalah hati,[25] didalamnya pasti ada kepentingan atau orang-orang yang akan dirugikan sehingga tidak mengherankan jika banyak kerjasama yang tlah dibetuk akhirnya jalan ditempat bahkan berhenti tanpa hasil. Didalamnya ada suatu usaha untuk mempertahankan kekuasaan dan kewibawaan baik yang besifat kelembagaan maupun pribadi oleh tokoh-tokoh pimpinan Gereja-gereja, ditambah dengan masalah historis yang menyangkut konflik etnis yang terkait dengan masalah politis merupakan permasalahan tambahan yang menghambat tercapainya kesatuan yang nyata Gereja sedunia.[26] Witness Lee dan juga HAK KWI menyebut lima faktor nonteologis yang menghambat persatuan antara lain: a) perselisihan atau salah paham perseorangan, b) tidak taat pada pimpinan atau pada anggaran dasar gereja, c) mencari kedudukan atau keuntungan materi pribadi, d) perbuatan tidak senonoh, e) sejarah masa lalu.[27] dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa persatuan tidak akan terwujud jika setiap orang atau aliran menyimpan prasangka terhadap kelompok lain, ketidak taatan pada keputusan pimpinan seperti keputusan sinode para uskup atau para imam yang menganjurkan kepada setiap jemaat agar semakin mengusahakan dialog dengan Gereja lain. Bagi yang Protestan tidak taat pada hasil keputusan sidang para penatua Gereja yang menganjurkan para jemaatnya agar semakin meggalakkan dialog dengan jemaat Gereja lain. Mencari kedudukan dan keuntungan pribadi, ini merupakan sikap yang bertentangan dengan Roh persatuan, meski ini terdengar tabu pada kenyataannya masih banyak orang yang enggan bersatu karena sudah merasa nyaman dengan keadaannya saat ini, biasanya orang-orang demikianlah yang sering secara langsung atau tidak langsung berusaha menghalangi persatuan. Di sini perlu ketulusan dan kerelaan dalam menerima segala konsekuensi yang terjadi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun