ketulusan dalam menjalin hubungan dengan setiaporang dari Gereja lain sangat mendukung usaha ekumenisme. setiap orang baik itu yang Katolik maupun yang protestan harus mengutamakan sikap saling pengertian dalam menjalin hubungan persahabatan. prasangka yang tidak baik tentang sesama hendaknya dihindari apalagi bila hal tersebut menyangkut iman dan kepercayaan seseorang.contohnya ketika kita melihat suatu praktek ibadah jemaat lain yang tidak sesuai dengan konsep dalam Gereja kita. kita tidak boleh menghakimi atau mengira bahwa praktik tersebut sesat atau menyimpang dari ajaran kristiani yang sebenarnya. untuk memperoleh kejelasan yang benar, maka disinilah dimulainya suatu dialog.
dialog disini bukan mencari pembenaran tentang apa yang kita sangka tetapi suatu sikap persahabatan yang tulus dalam menjalin hubungan dengan jemaat lain. Sikap tulus dan rendah hati adalah kunci jeberhasilan dalam menjalin hubungan dengan jemaat lain.
Â
2.3.2. Mengadakan Dialog
Â
Pada dasarnya kehidupan setiap orang kristiani yang berlandaskan cinta kasih dan persaudaraan akan menampilkan kesaksian mengenai iman yang mereka miliki bersama dan mengenai baptisan mereka ,dalam nama Allah, bapa semua orang, dalam putera-Nya Yesus, penebus semua orang, dan dalam Roh Kudus yang mengubah dan mempersatukan semua berkat kekuatan kasih.[10] Dialog merupakan jantung dari kerjasama ekumenis dan menyertai semua bentuk kerjasama ekumenis.
 Tanpa dialog meka mustahil bisa mencapai kesepakan dalam suatu persoalan.[11] Tanpa dialog maka akan sulit untuk mengdentifikasi persoalan-persoalan iman, menemukan kesamaan maupun perbedaan dalam tubuh Gereja dan sulit untuk menemukan jalan keluar jika yang didialogkan adalah sesuatu yang mencakup masalah yang menyankut permasalahan jemaat.Â
Karena dalam dialog ada unsur mendengarkan maupuan menjawab, sambil berusaha untuk mengerti dan dimengerti. Dialog merupakan suatu kesediaan untuk mengajukan pertanyaan pertanyaan. Dialog juga berarti kesediaan untuk menampakkan diri sendiri dan percaya terhadap apa saja yang dikatakan oleh orang lain mengenai diri mereka sendiri.[12] Disini perlu keterbukaan dari setiap orang yang terlibat dalam dialog. Dalam hal ini gereja terbuka akan apa yang orang lain katakana tentang kita. Karena dengan adanya dialog ekumenis memungkinkan anggota-anggota dari macam-macam Gereja dan Jemaat gerejawi untuk saling mengenal, untuk mengdentifikasi persoalan-persoalan iman dan praktik yang mereka miliki bersama dan titik-titik perbedaan diantara mereka.[13] Dialog bisa memecah kebuntuan dan menghilangkan prasangka diantara para umat sehingga dapat menjalin suatu hubungan yang saling membangun.Â
Â
2.3.3. Bentuk-bentuk Dialog
Â