pastoral. Setiap perjalanan selalu dihiasi oleh berbagai masalah yang datang silih berganti. Masalah satu belum selesai muncul masalah baru dan setiap masalah itu harus diseleikan dengan secepat-cepatnya. Tidak jarang para pelayan pastoral mengalami kelelahan baik psikis maupun badan.Masalah-masalah yang dihadapi selalu ada jalan keluar penyelesaiannya. Tergantung dari pribadi tersebut apakah ia terampil dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapinya.
Berkarya di suatu paroki yang sulit menuntut setiap pelayan untuk mampu mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam kehidupan umat yang dilayani. Dalam paper ini penulis mencoba menganalisis suatu permasalahan yang penulis temukan dalam medanSelayang pandang paroki Salib Suci Menyumbung
Paroki salib Suci Menyumbung didirikan pada tahun 1961 dengan Buku Paroki sejak tahun 1961. Sebelumnya di paroki Hati Kududs Randau.[1] Dengan alamat Pastoran Katolik Menyumbung, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang d/a Keuskupan Ketapang Jl. A. Yani 74, Ketapang 78811, Kalimantan Barat. Ada pun jumlah umatnya berjumlah 8. 222 jiwa pada tahun 2020.[2] Paroki ini dilayani oleh Kongregasi Pasionis (CP). Paroki Salib Suci Menyumbung adalah paroki yang besar dengan empat belas stasi. Terdiri dari dua bagian. Bagian hulu atau disebut Kerio Hulu terdiri 8 stasi dan akses untuk menuju ke setiap satasi hanya melalui jalur sungai. Ada pun bagian Kerio Hilir terdapat 4 stasi ditambah pusat paroki. Di pusat paroki terdapat dua wilayah yaitu wilayah 1 Santo Petrus dan wilayah 2 Santo Paulus. Di Kerio Hilir ini akses jalan sudah baik sehingga pelayan bisa dilakukan dengan jalur sungai dan darat. Umat paroki Salib Suci menyumbung pekerjaannya mayoritas sebagai petani. Hasil alamnya adalah karet dan kayu. Ada juga pertambangan emas liar di sepanjang aliran sungai, biasanya dilakukan oleh penduduk setempat. Ada juga usaha rumah burung wallet. Kesemuanya itu dilakukan oleh masyarakat secara mandiri.Â
Masalah Yang Dihadapi Dalam Pelayanan Di Paroki Salib Suci Menyumbung.Â
Di paroki Salib Suci Menyumbung ini di samping medannya yang berat tantangan dari masyarakatnya sendiri juga besar. Masalah ini sangat kompleks karena berkaitan dengan masalah ekonomi dan masalah sosial. Dalam tulisan ini penulis menunjukkan permasalahan yang ditemui dalam pelayanan di sana di samping itu penulis juga memberikan suatu solusi bagi penyelesaian masalah yang dihadapi. Â
Rendahnya Kesadaran Umat Dalam Kehidupan MenggerejaÂ
Kesadaran umat untuk berpartisipasi dalam kehidupan menggereja masih sangat rendah. Contoh kasus yang penulis temukan di pusat paroki. Penulis pernah mengenyam pendidikan di kampung Menyumbung ini selama tiga tahun, jadi penulis sudah mengalami sendiri bagaimana kehidupan umat di sana. Jumlah umat di pusat paroki berjumlah kurang lebih 2.66 jiwa pada tahu 2020. Tetapi yang datang ke Gereja pada hari minggu tidak lebih dari dua ratus orang. Ketika natal dan paskah gereja yang bisa menampung dua ribu umat selalu penuh sesak karena banyaknya umat datang ke gereja dan sanak keluarga mereka yang berada di luar kota.
Â
Dalam hal kegiatan paroki, tidak banyak yang terlibat seperti latihan koor, doa Rosario dan kegitan lainnya, yang hadir tidak sesuai dengan jumlah umat keseluruhan. Kebanyakan ibu-ibu dan anak-anak. Hal ini disebabkan kebanyakan umat bekerja sebagai petani seperti berladang dan penambang emas, kerena itu hari minggu digunakan untuk beristirahat dan minum-minum. Datang ke gereja ketika mau rehap perkawinan, anak komuni pertama, pembaptisan anak dan ketika dalam sakratul maut datang kepada pastor untuk meminta sakramen perminyakan. Bagi kebanyakan umat masalah kehidupan menggereja itu kurang diperhatikan. Mereka lebih memilih tidak ke gereja daripada uang sekolah anak tertunggak, atau tidak bisa membeli beras, gula atau kopi. Penulis pernah mendengar ungkapan dari seorang umat yang mengatakan bahwa pergi ke gereja itu adalah bentuk kemewahan hidup dengan kata lain sebagai kebutuhan tersier. Umat belum sadar bahwa pergi kegereja itu bukan masalah untung rugi, pergi ke gereja dan terlibat dalam kehidupan menggereja itu adalah suatu kebutuhan bagi setiap orang Katolik. Hal ini yng belum disadari oleh umat di sana.
 Orang Mudanya Kurang Tertarik Dengan Kehidupan MenggerejaÂ
Keterlibatan Kaum Muda dalam kehidupan menggereja juga masih sangat rendah. Terlihat dari partisipasi mereka dalam misa hari minggu dan kegiatan lainnya. selalu yang hadir adalah orang-orang yang sama. Lain halnya ketika ada acara-acara yang diadakan oleh Gereja, mereka mau hadir seperti acara natal dan paskah bersama, temu OMK. Mereka senang bila berhubungan dengan keramaian berdasarkan pengalaman penulis selama di sana, terkadang heran melihat orang-orang muda begitu banyak dan mereka mau ambil bagian dalam setiap pekerjaan dalam proses selama acara berlangsung.
Setelah acara mereka kembali hilang lagi dari dan kembali kepada pekerjaan mereka semula. Orang mudanya dengan situasi demikian maka kaum muda sangat rentan terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan minu-minuman keras. Banyak yang putus sekolah karena sibuk mencari uang dan yang putus sekolah karena hamil di luar nikah. Kemudian sudah ada indikasi masuknya obat-obatan terlarang. Karena beberapa bulan yang lalu Polsek Sandai menangkap pengedar narkoba di Kecamatan Sandai Kabupaten Ketapang menurut pengakuan pelaku barang haram tersebut diedarkan di daerah Hulu Sungai termasuk daerah Menyumbung dan sekitarnya.[3]
 Maraknya Pertambangan Ilegal Penebangan Hutan Secara Liar
Kekayaan alam di wilayah paroki Salib Suci Menyumbung bukan hanya kayu, karet dan hasil hutan lainnya, tetapi juga emas.[4] Hadirnya tambang emas ilegal ini harus diakui membawa dampak positif dan dampak negatif.[5]
Dampak positifnya perekonomian masyarakat terdongkrak berkat harga emas yang selalu stabil boleh diakui bahwa para pendulang emas ilegal ini tidak mengenal Krisis Global karena waktu itu harga emas malah semakin tinggi. Banyak masyarakat yang mampu menyengkolahkan anak-anak mereka hanya dengan hasil mendulang emas. Bisa membeli sepeda motor, dan bisa menabung di Credit Union dengan istilah mengebom ke CU artinya ketika beruntung mendapat emas uang dari hasil menjual emas itu langsung disetorkan ke CU agar tabungan cepat besar dan bunga semakin besar juga.
Menurut pengamatan penulis dalam hal ini masyarakat bukan secara sengaja untuk merusak alam demi keuntungan sendiri, tetapi mereka tidak punya pilihan selain menjadi penambang liar atau buruh perkebunan kelapa sawit, yang kita tahu bahwa penambangan dan perkebunan sawit itu sangat merusak lingkungan. Perkebunan karet secara tradisional dipandang sebagai mata pencarian yang paling ramah lingkungan tetapi dengan keadaan harga karet yang tidak menentu membuat banyak masyarakat menjadikan pekerjaan menyadap karet hanya sebagai sampingan bahkan banyak kebun karet yang dibabat untuk pekerjaan penambangan.Â
Dampak negatif dari pertambangan emas dan penebangan liar, harga emas yang melambung membuat para petani lupa pekerjaannya sebagai petani. Banyak ladang dan kabun yang terbengkalai ditinggalkan untuk bekerja sebagai pendulang emas.[6] Yang terjadi semua bahan makanan harus membeli dengan uang hasil mendulang emas itu. Karena sibuk mendulang emas, ladang tidak diperhatikan sehingga hasil panennya tidak mencukupi untuk kehidupan selama setahun. Bapa-bapa tidak pernah berburu atau memasang jerat untuk menangkap hewan buruan sehingga ketika mau makan lauk mereka harus beli ayam pedaging, ikan, dan sayuran pun harus membeli karena tidak sempat berkebun dan berburu karena disibukkan oleh pekerjaan mendulang emas. Ini masalah pola hidup masyarakat yang berubah, belum lagi kerusakan alam akibat penambangan dan penebangan liar. Sungai-sungai di daera yang ditambang mengalami keruksakan ekosistem. Meninggalkan limbah mercuri dan limbah material yang tidak bisa ditanami pohon atau digunakan lagi untuk berladang.
 Dalam hal ini Gereja dan pemerintah seolah dihadapkan pada dilema, di satu sisi pertambangan emas ini menggerakkan roda ekonomi masyarakat kecil di tengah himpitan kebutuhan ekonomi yang tidak bisa ditawar-tawar, di sisi lain kerusakan jangka panjang alam tidak bisa dihindari dan ini akan menjadi maslah baru bagi masyarakat sekitar ketika terjadi kemarau atau musim penghujan pemukiman rentan terendam banjir karena batang air tidak normal lagi. Gereja bekerja dengan pemerintah untuk memberi penerangan kepada masyarakat betapa pentingnya menjaga kelestarian alam untuk keberlangsungan hidup manusia. Perlu disediakan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan jika tidak hal ini akan menjadi suatu siklus kerusakan alam yang terus berulang dan sangat merugukan masyarakat itu sendiri. Karena di samping kerusakan alam dan terjadinya bencana ekologis di dalamnya juga akan timbul berbagai macam penyakit. Masalah ini perlu penyelesaian mendesak sebalum terlanjur rusak.
 Solusi Atas Permasalahan Di Atas
 Setelah mendalami permasalahan yang ditemui dalam pelayanan di paroki Salib Suci Menyumbung penulis menawarkan gagasan yang penulis anggap penting untuk meningkatkan kesadaran umat dalam hidup menggereja. Bukan hanya itu penulis juga menawarka beberapa hal yang berguna bagi peningkatan sumberdaya manusia dalam paroki Salib Suci Menyumbung.
 Untuk mengatasi keterbatasan dana dalam pelayanan pada tahun 1999 pastor paroki waktu itu P. Matinus Dubalt, CP bersama dewan paroki dan pihak CU (Credit Union) membuat program paroki mandiri yaitu setiap orang mengumpulkan uang seribu rupiah setiap bulan lalu hasilny akan ditabung di CU agar berbunga. Dalam kurun waktu delapan tahun uang pangkal yang tersimpan di CU sudah mencapa satu miliar lebih dengan bungan sekitar lima belas juta sebulan.[7]
Sekarang semua keperluan pastoral yang berkaitan dengan biaya sudah bisa ditanggung dengan bunga tabungan tersebut. Dengan uang sebanyak itu banyak hal telah dilakukan untuk terutama pembangunan gereja-gereja di stasi. Secara keseluruhan gereja-gereja di stasi-stasi sudah permanen dengan kapasitas yang lebih dari cukup untuk menampung umat yang hadir. Masalahnya uang sebanyak itu belum digunakan secara maksimal untuk menunjang karya pastoral di paroki ini. Setelah pemenuhan sarana dan prasarana terpenuhi, Gereja perlu juga melebarkan sayap untuk membangun sumber daya manusia dengan membantu biaya pendidikan bagi anak-anak yang berniat sekolah tetapi tidak mampu karen terbatasnya biaya. Dengan tabungan yang sebegitu besar seharusnya tidak ada lagi yang namanya anak-anak yang putus sekolah paling tidak bisa menamatkan Sekolah Menengah Atas. Peluang ini yang belum dilirik oleh Gereja dalam meningkatkan mutu jemaatnya.Â
 Pastoral Kaum Kaum Muda
 Orang muda itu mau suara mereka didengar. Di sini perlunya pelayanan bagi kaum muda, tujuannya untuk mengayomi mereka. Orang muda itu rajin bekerja bila mereka dipercaya untuk melakukan suatu tugas. Sebagai pribadi yang sedang berkembang mereka memiliki ciri khas dan keunikan yang tak tergantikan, kualitas bakat dan minan. Mereka mempunyai perasaan, pola pikir, tata nilai dan pengalaman tertentu, masalah kebutuhan, hak dan kewajiban seta peranan tersendiri. Semua itu merupakan potensi untuk dikembangkan sehingga kaum muda dapat berperan serta dalam kehidupan Gereja dan Masyarakat.[8] Pendidikan kaum muda sangat penting, kaum muda itu harus didik untuk melampaui batas-batas keluarga dan membuka jiwanya baik untuk masyarakat Gereja maupun untuk masyarakat dunia.[9] Dalam komunitas paroki, merek harus diterimasedemikian rupa, sehingga di dalamnya mereka mendapat kesadaran, bahwa mereka adalah anggota umat Allah yang hidup dan aktif. Dalam katekese dan dalam pelayanan sabda, dalam bimbingan demikian pula dalam pelayanan kegembalaan lainnya.[10]Â
 Meningkatkan pelayanan bagi perkembangan iman
Kedewasaan iman umat itu perlu di lakukan pembinaan secara terus menerus agar pengetahuan agama umat semakin mendalam. Umat kurang terlibat dalam kehidupan menggereja tidak lain karena umat kurang sadar betapa pentingnya kehidupan menggereja itu. Tugas untuk membina kaum awam itu pertama-tama dilakukan oleh para pastor paroki, ini tugasnya untuk memupuk kerasulan, dan memberikan asas-asas dan bantuan rohani dan menata kehidupan iman umat.[11] Karena itu perlunya kerja sama antara pastor dengan kaum awam. Kerja sama ini bertujuan untuk menemukan apa yang dibutuhkan oleh umat. Serentak pula sebagai anggota yang hidup dan saksi Gereja, ia menghadirkan dan mengaktifkan Gereja di tengah tata dunia.[12]
 Refleksi Historis
 Tantangan yang dihadapan dalam karya pastoral selalu ada di sepanjang sejarah Gereja, masalah tantangan-tantangan ini tidak mengkerdilkan Gereja tetapi sebaliknya membuat iman umat itu semakin didewasakan. Hal ini memang telah teruji oleh waktu, bahwa Gereja Katolik itu tetap bisa eksis sampai pada saat ini. Kemampuan Gereja Katolik mengatasi semua badai tantangan bukan dengan meredamnya atau menghindarinya tetapi mengolahnya menjadi suatu pembelajaran dan terus melakukan penyesuaian diri dengan situasi dunia yang tuntutannya semakin kompleks.
Dalam hal ini Gereja tidak cepat bersikap reaktif terhadap segala sesuatu yang baru tetapi harus mendalami dan melihat sisi positifnya.[13] Semua tindakan yang dilakukan oleh Gereja tidak lain adalah demi kebaikan seluruh umat demi pemeliharaan iman umat. Umat harus diarahkan untuk hidup sesuai panggilannya sebagai pengikut Kristus. Berdasarkan kasus-kasus yang telah disebutkan dalam pembahasan, Gereja harus memiliki kebijakan yang mendukung kehidupan umat dan tidak bertentangan dengan hukum gereja maupun negara.
Di sini tugas seorang pastor tidaklah gampang. Pastor harus menjadi penerang bagi kehidupan umat. Pastor sebagai penjaga gawan iman umat, jika ada suatu yang kurang baik maka tugas pastor untuk mengoreksinya. Pengalaman Gereja dalam memperbaharui selama ini tentu menjadi pegangan untuk jeli melihat apa yang diinginkan umat dan apa yang menjadi kebutuhan mendesak umat.
Jangan sampai Gereja terlambat merespon gerakan-gerakan yang mengarah pada kekacauan dalam tubuh Gereja. Untuk saat ini bahaya itu sangat tampak dari berbagai segi. Bila melihat kasus di atas, ancamannya sangat nyata hadir dalam bentuk budaya sekular yang tidak peduli akan kehidupan iman. Umat telah terkondisikan untuk berusaha memenuhi keinginan semata. Bahaya nyata itu meliputi perilaku konsumtif, hedonisme dan sikap akeptis terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan beriman, karena dibutakan oleh pemahaman-pemahaman keliru tentang kehidupan. Â Â
 Kesimpulan
Kehidupan umat di pedalaman sangat dipengaruhi oleh urusan mencari makan dan bertahan hidup. Hal ini berpengaruh juga pada kehidupan iman umat. Pergi ke gereja dan mengikuti semua kegiatan paroki itu adalah sesuatu yang nomor dua. Hal demikian hanya dilihat sebagai pekerjaan bagi mereka yang sudah kaya yang tidak perlu lagi bekerja keras seperti mereka yang bekerja sebagai penoreh karet, penambang emas yang bekerja hari itu untuk membeli keperluan makan minum hari esok.
Semua program yang berkaitan dengan pembinaan iman umat kurang mendapat perhatian dari umat sendiri. Lain halnya bila program yang berkaitan dengan isu ekonomi, umat mau ikut berpartisipasi karena itu akan memberi dampak ekonomi bagi kehidupan mereka.
Menjadi tantangan bagi para pastor dan pelayan pastoral lainnya untuk menanamkan dalam diri umat bahwa kehidupan menggereja itu harus menjadi sesuatu yang sangat fundamental dalam kehidupan, tidak peduli apaka mereka kaya atau miskin. Kehidupan menggereja itu adalah hak dan tanggung jawab semua orang tanpa terkecuali. Bukan setelah kaya baru aktif hidup mengereja atau tunggu sudah tidak bisa bekerja di ladang atau mendulang emas baru mau pergi ke gereja. Sakali lagi ini menjadi tugas yang berat pagi para pelayan pastoral untuk membatinkan ajaran iman dalam diri umat agar kehidupan umat sungguh digerakkan oleh semangat Kristus.
 Â
Kepustakaan
Â
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Wali Gereja Indonesia, Buku Petunjuk Gereja Katolik Indonesia, Bogor: Pecetakan Grafika Mardi Yuana, 2021.Â
Â
Komisi kerasulan awam, Bahan Pengembangan Kerasulan Awam, Jakarta: GM. Grasindo, 1994.
Â
Siuwarjaya, Afra, Membangun Gereja Indonesia 2, Yogyakarta: PT. Kanisius, 1986.
Â
Pedhu, Yoseph, Saeng, Valentinus, Suryanto, Stefanus, Pandor, Pius, Bunga Rampai Yubeleum Pasionis Indonesia, Jakarta: Sekretariat Kongregasi Pasionis Indonesia, 2021.
Â
Widiatmoko, D. H.E, Kearfan Suku Dayak Jelai Dalam Melestarikan Lingkungan, Malang: STFT Widya Sasana, 2000.
Â
Sumber Dari Internet
Â
https://wartapontianak.pikiran-rakyat.com/kalbar/pr-1172409370/polres-ketapang-dan-polesk sandai-ungkap-kasus-illegal-miining-berikut-barang-bukti-yang-ikut-diamankan  Diunduh pada tanggal 9/12/2021. Pukul 13:21
https://wartapontianak.pikiran-rakyat.com/kalbar/pr-1172409177/polsek-sandai-ungkap-kasus-peredaran-narkoba-6-tersangka-dan-uang-puluhan-juta-diamankan. Diunduh pada tangga 4/12/2021. Pukul 20:28 WIBÂ
https://www.kompasiana.com/jalan-kalimantan/550f722f8133116535bc5fd4/kemandirian-umat-belajarlah-ke-menyumbung  Dunduh pada tanggal 8/12/2021. Pukul 13:34 WIB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H