Ada pula kenakalan lain dari diri Enjem yakni sering menumpang mobil bak terbuka untuk bertamasya ke luar kota. Kalau orang Surabaya biasa menyebutnya dengan istilah nggandol.
Mohon bisa dimaklumi jika pribadi Enjem demikian. Karena selain bergaul dengan teman satu sekolah dan teman gereja, Enjem juga bersahabat dengan orang-orang yang sering berjuang melawan kerasnya hidup di jalanan ibu kota Jawa Timur.
Namun setiap insan yang dilahirkan selalu punya dua sisi yakni sisi buruk dan sisi baik. Enjem pun juga demikian. Di balik kemesraan antara dirinya dan kenakalannya, ada sisi baik yang dapat dilihat dari diri seorang Enjem.
Enjem menekuni hobi di bidang musik secara otodidak sejak kecil. Hal ini mengantarkannya meraih prestasi yang cukup membanggakan di kala SMP. Grup band sekolahnya mampu menjuarai kompetisi band antar pelajar Katolik kota Surabaya. Pada masa itu Enjem dipercaya sebagai pemain bas dalam komposisi grup band sekolah.
Namun kehidupan remaja Enjem berubah 180 derajat tatkala berada di dalam rumah sendiri. Enjem sangat manja dan menurut kepada kedua orang tuanya. Terdengar aneh bukan.
Menurut penulis masa remaja adalah masa yang bergejolak. Berbagai aneka bentuk kenakalan dan kebaikan menemani proses seseorang untuk melewati masa-masa remaja.
Masa remaja Enjem kala itu adalah fase di mana ia berusaha mencari sebuah pengakuan diri. Hal ini Enjem lakukan agar tak dipandang sebelah mata oleh teman-teman serta orang-orang sekitarnya.
Suasana hati Enjem juga sering berubah-ubah kala itu. Hal ini biasa terjadi karena beban yang ia panggul sebagai seorang pelajar cukup berat.
Gempuran berbagai ujian dan aneka pekerjaan rumah dari sekolah menjadi salah satu sumber penyebabnya. Belum lagi dinamika sosial di pergaulan dengan teman-teman yang membuat Enjem terjerembap dalam "dunia hitam". Dunia yang sangat amat hitam.
Bersambung...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H