Mohon tunggu...
Andreas Eko Soponyono
Andreas Eko Soponyono Mohon Tunggu... Guru - Educator | Active Learner

Blessed to be a blessing!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Positif & Negatif Media Massa Dilihat dari Perspektif Literasi Media & Teori Kultivasi Media Massa

28 November 2021   14:08 Diperbarui: 28 November 2021   14:14 5047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, informasi yang diterima sekaligus menerpa khalayak semakin cepat serta dengan kuantitas yang meningkat. Ini merupan sebuah bukti nyata akan perkembangan teknologi dan informasi yang terus melesat tinggi. Media atau alat yang menjadi penghantar pesan pun semakin berkembang tidak sekadar sebatas kertas, namun layer digital yang kapan pun dapat dibuka dengan cepat. Terlebih kecepatan internet yang semakin tinggi juga membawa pesan informasi semakin mudah tersebar tidak saja berupa teks atau tulisan, tetapi berupa gambar, audio dan video. Salah satunya melalui media TV, sebagai media massa.


Pemberitaan media TV seharusnya dapat memberikan edukasi berupa informasi dan pengetahuan kepada masyarakat. Selain, memberikan edukasi, di dalam pemberitaan media TV juga dapat memberikan efek lainnya, misalnya secara emosional. Seringkali sifat empati akan suatu pemberitaan muncul sebagai salah satu bentuk efek isi medianya. Apalagi di tengah kondisi pandemi Covid-19, semakin banyak berita yang sangat menusuk perasaan karena perasaan iba, dan lainnya. Musfialdy & Anggraini (2020) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sejarah dan perkembangan teori efek media lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi media dan perubahan perilaku masyarakat akibat terpaan media. Hal ini sangat jelas, bahwa setiap tahun atau bahkan setiap periode tertentu akan memberikan efek akan isi media sesuai kondisi atau realitanya saat itu juga.


Namun, pemberitaan di media TV juga perlu ada yang dikritisi dan dipahami dengan baik. Hal ini karena media TV memiliki tujuan organisasi yang sulit dipahami oleh masyarakat umum yang kurang kritis terhadap berita. Bahkan, dapat dilihat bahwa beberapa media TV dikuasai oleh politik, meskipun ini hanya sebagai judgement umum karena media massa memiliki karakteristik akan kenetralannya. Masyarakat tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk menilai mana berita yang kredibel dan mana yang tidak (Anggoro, 2014).


Oleh sebab itu, penulis ingin menganalisis sebagian terpaan media massa, khususnya dengan judul DAMPAK POSITIF & NEGATIF MEDIA MASSA DILIHAT DARI PERSPEKTIF LITERASI MEDIA & TEORI KULTIVASI MEDIA MASSA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis menuliskan beberapa rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:

  1. Bagaimana isi media massa dan gambarkan termasuk materi isi media yang membawa dampak negatif bagi khalayak?
  2. Bagaimana dampak positif dan negatif media massa yang membawa efek perubahan?
  3. Bagaimana analisa media massa melalui pendekatan Literasi Media serta Teori Komunikasi Mikro dan/atau Makro (salah satunya Teori Kultivasi)?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penulis menetapkan tujuan penulisan makalah sebagai berikut:

  1. Mengetahui isi media massa berupa materi isi, serta dampaknya.
  2. Mengetahui dampak positif dan negatif media massa yang membawa efek perubahan.
  3. Mengetahui analisa media massa melalui pendekatan Literasi Media serta Teori Komunikasi Mikro dan/atau Makro (salah satunya Teori Kultivasi).

 

II. LANDASAN TEORI

2.1 Media Massa

2.1.1 Isi Media Massa

Isi media massa digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:

  • Berita (news)

Berita adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang (Kusumaningrat & Kusumaningrat, 2019, hal. 40). Definisi mengenai berita juga dapat dikatakan bukanlah cerminan dari kondisi sosial, tetapi pelaporan dari aspek yang menonjol (McQuail, 2011, hal. 121). Kelompok berita meliputi antara lain: berita langsung (straight news), berita menyeluruh (comprehensive/depth news), berita mendalam (depth news), pelaporan mendalam (depth reporting), berita penyelidikan (investigative news), berita khas bercerita (feature news), dan berita gambar (photo news). Contoh dari berita: program Kabar Petang di media massa TV One, program Liputan 6 Siang di media massa SCTV, dsb.

  • Opini (views)

Opini merupakan sebuah pernyataan preferensi atau adanya kecenderungan terhadap satu pihak argument atau pilihan yang ada (McQuail, 2011, hal. 279). Kelompok opini, meliputi tajuk rencana, karikatur, pojok, artikel, kolom, esai dan surat pembaca. Dalam surat kabar, biasanya opini mendapat halaman tersendiri dan tidak tergabung dengan berita dengan tujuan agar tidak keliru dalam menafsirkan isinya. Contohnya: adanya kolom opini dan tajuk rencana di surat kabar Kompas, dsb.

  • Iklan (advertising)

Iklan merupakan suatu isi di media massa yang memuat akan informasi suatu barang atau jasa yang ditawarkan dalam rangka mempersuasif penonton untuk membeli atau menggunakannya. Saat ini, iklan di media massa sangat berkembang begitu besar. Bahkan, sebagian besar menjadikan iklan sebagai teknik marketing sekaligus menguntungkan media mass aitu sendiri. Contoh dari iklan sangat banyak, misalnya; iklan akan shampo Pantene yang banyak dimuat di media massa TV seperti Indosiar, SCTV, dsb bahkan iklan ini juga terdapat di surat kabar.

2.1.2 Komunikasi Massa

Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonym melalui media massa cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Ardianto, Komala, & Karlinah, 2017, hal. 6). Komunikasi massa merupakan produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri (Rakhmat, 2011, hal. 186). Dalam komunikasi massa, baik komunikator maupun komunikan tidak bisa mengatur jalannya pembicaraan, baik ketika menyampaikan maupun menerima pesan. Beberapa karakteristik komunikasi massa, yaitu:

  • Komunikator terlembaga.

Karakteristik komunikasi massa ini merupakan salah satu karakteristik melihat dari sisi komunikatornya atau penyampai pesan/informasi. Kita tahu juga bahwa komunikasi massa menggunakan media massa, baik berupa media massa cetak seperti koran, majalah dan sebagainya, maupun media massa elektronik seperti televisi, radio, dan sebagainya. Media massa pun berada dalam suatu lembaga atau organisasi tertentu, sehingga komunikatornya pun berada dalam lingkup dari lembaga tersebut (Ardianto, Komala, & Karlinah, 2017). Disinilah perlu dipahami bahwa komunikator tersebut terikat dengan lembaga tersebut, artinya bahwa komunikator tersebut menyusun pesan dalam bentuk artikel menurut keinginannya atau atas permintaan dari lembaga media tersebut. Proses untuk mempublikasikan artikel tersebut pun melalui proses yang berlaku di lembaga tersebut sesuai dengan alur editing dan publikasi yang telah ditetapkan.

  • Komunikan bersifat anonim.

Komunikasi massa menggunakan media massa baik berupa media massa cetak maupun media massa elektronik. Pesan yang disampaikan melalui media massa tersebut dinikmati atau dibaca atau ditonton oleh khalayak, di mana khalayak di sini bukan sekadar pada seseorang semata, namun siapa saja dapat menerima pesan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa komunikan sebagai si penerima pesan, tidak diketahui identitasnya oleh si komunikator seperti komunikasi yang terjadi antarpersonal. Komunikasi massa tidak dapat membatasi siapa yang menjadi komunikannya secara personal, namun mungkin ada yang membatasi sebatas usia. Namun, meskipun dibatasi oleh usia, kembali lagi bahwa komunikannya tidak dapat dikenali secara personal seperti nama, alamat rumahnya atau pendidikannya. Menurut KBBI, anonim memiliki arti “tanpa nama; tidak beridentitas”. Dari sinilah dapat dikatakan bahwa komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim, sedangkan komunikatornya tidak anonim.

  • Komunikan bersifat heterogen.

Media massa berbentuk cetak maupun elektronik merupakan media yang digunakan dalam komunikasi massa. Media massa seperti koran, majalah, televisi dan radio dibaca atau ditonton oleh masyarakat luas atau sering disebut khalayak. Sehingga, khalayak tersebut adalah komunikan atau penerima pesan dari media massa yang dinikmatinya. Hal ini menunjukkan bahwa komunikator menyampaikan pesan dalam komunikasi massa kepada komunikan yang memiliki tingkat jenjang pendidikan yang berbeda, suku, agama dan tingkat ekonomi yang berbeda pula. Keberagaman dari komunikan inilah yang membuktikan bahwa komunikan bersifat heterogen.

  • Komunikasi massa bersifat satu arah

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, bahwa komunikasi massa melalui media massa dan dinikmati oleh khalayak yang beragam, namun tidak terjadi interaksi saling bertukar pesan dari komunikator ke komunikan, dan sebaliknya. Komunikan tidak dapat menanggapi pesan yang disampaikan oleh media massa tersebut secara langsung kepada komunikatornya, kemudian mendapat feedback kembali. Selain itu, komunikator hanya dapat menyampaikan pesannya melalui media massa untuk komunikasi massa yang terjadi, sehingga alur komunikasi hanya dari komunikator ke komunikan saja.

2.2 Literasi Media

2.2.1 Pengertian Literasi Media

Menurut Ardianto, Komala, & Karlinah (2017, hal. 215), literasi media (media literacy) merupakan kemampuan untuk proses analisis dan pembelajaran atas pesan-pesan yang disampaikan melalui media, baik cetak, audio, video atau pun multimedia. Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh The National Telemedia Council dalam Silverblatt (2014, hal. 4) bahwa media literacy as “the ability to choose, to understand within the context of content, form/style, impact, industry and production to question, to evaluate, to create and/or produce and to respond thoughtfully to the media we consume". Baran & Davis (2012, hal. 35) juga sependapat dengan definisi di atas bahwa literasi media merupakan ability to access, analyze, evaluate, and communicate media messages.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa literasi media (media literacy) merupakan suatu kemampuan yang di mulai dari sebelum sampai setelah menggunakan media, yaitu dari kemampuan mengakses, menyaksikan/ menonton/ membaca, proses menganalisis sampai memberikan tanggapan terhadap suatu media yang digunakan, sehingga dengan adanya literasi media, masyarakat atau penonton atau pembaca dapat menanggapi isi pesan yang disampaikan secara kritus dan bernilai.

2.2.2 Jenis-jenis Literasi Media

Jenis-jenis literasi media berdasarkan basis yang digunakan menurut Raffety dalam Sabarudin (2020, hal. 16-17) sebagai berikut:

  • Literasi Alfabetis atau Literasi Berbasis Teks

Terbagi dalam tiga kategori:

  • Literasi Naratif

Kemampuan belajar seseorang untuk membaca, misalnya dalam bentuk prosa.

  • Literasi Ekspositori

Kemampuan “membaca untuk belajar”, yang berupa perilaku menempatkan, mengolah, menafsirkan bentuk-bentuk konten media, mulai dari visual, audio, maupun audio visual.

  • Literasi Dokumen

Kemampuan “membaca untuk melakukan”, untuk bisa melakukan penafsiran dan penerapan informasi sesuai dengan tujuan tertentu.

  • Literasi Representasional

Kemampuan analisis informasi untuk bisa memahami makna yang terkandung.

  • Literasi Perkakas

Kemampuan secara teknis, yaitu terkait penggunaan teknologi dan computer untuk mengetahui pengetahuan tentang apa (deklaratif), bagaimana (prosedural), serta kapan, dimana, mengapa dan dalam kondisi apa (kondisional).


Jenis-jenis literasi media berdasarkan ragam medianya menurut Harnita (2017, hal. 124), yaitu:

  • Literasi Media Cetak

Media cetak yang seringkali digunakan seperti; surat kabar, majalah dan tabloid. Kehadiran media cetak di akhir-akhir ini cukup berkurang akibat hadirnya internet. Namun, pembaca juga tetap harus melakukan literasi. Hingga saat ini, ada beberapa media cetak yang masih bertahan seperti Kompas meskipun terintegrasi dengan model online.

  • Literasi Televisi

Televisi memiliki keunggulan dari media cetak, selain bisa menampilkan teks, penonton bisa mendapatkan informasi melalui suara, sekaligus visualnya. Kini televisi juga semakin terancam dengan adanya media baru.

  • Literasi New Media (Internet)

Internet menjadi ancaman serius bagi media-media lama. Perpaduan media cetak dan elektronik di kemas sedemikian baik dalam berbagai situs dan aplikasi berbasis internet. Literasi internet sangat diperlukan saat ini karena kuantitas penggunaan yang sangat dominan digunakan saat ini.

Jenis-jenis literasi media berdasarkan cakupannya menurut Bertelsmann & Warner (2002) dalam Sari, et al (2015, hal. 167), yaitu:

  • Literasi Teknologi

Kemampuan memanfaatkan media baru seperti internet agar bisa memiliki akses dan mengkomunikasikan informasi secara efektif.

  • Literasi Informasi

Kemampuan mengumpulkan, mengorganisasikan, menyaring, mengevaluasi dan membentuk opini berdasarkan hal-hal tadi.

  • Kreatifitas Media

Kemampuan yang terus meningkat pada individu di mana pun berada untuk membuat dan mendistribusikan konten kepada khalayak berapapun ukuran khalayak.

  • Tanggung Jawab dan Kompetensi Sosial

Kompetensi untuk memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi publikasi secara online dan bertanggung jawab atas publikasi tersebut, khususnya pada anak-anak.

2.3 Teori Kultivasi (Cultivation Theory)

Teori ini dikembangkan oleh George Gerbner (1973), yang mengungkapkan bahwa televisi yang merupakan media massa berbentuk elektronik menjadi alat penting dalam mempelajari budaya dan kehidupan serta nilai-nilai masyarakat umum, sekaligus membentuk gambaran kenyataan yang kurang selaras. Ardianto, Komala, & Karlinah (2017, hal. 66) memberikan contoh dari teori kultivasi berupa seorang yang memiliki intensitas yang tinggi dalam menonton televisi menganggap peluang orang menjadi korban kejahatan sebesar 10%, namun peluang kenyataannya 2%.

Berdasarkan pemaparan tersebut, ada beberapa konsep dalam teori kultivasi, yaitu:

  • Televisi sebagai bentuk media massa eletronik memiliki peran dalam memberikan pembelajaran akan budaya, kehidupan dan nilai masyarakat umum. Pesan atau informasi yang disampaikan media massa televisi akan membentuk gambaran terhadap masyarakat baik secara budaya, kehidupan, maupun nilai yang berlaku.
  • Televisi menjadi media massa yang memiliki dominasi yang tinggi dalam intensitas dari sisi kuantitasnya maupun efek yang diberikan. McQuail (2011, hal. 257) menyebut teori ini sebagai proses interaktif antara pesan dan khalayak. Hal ini menunjukkan bahwa gambaran akan budaya, kehidupan dan nilai masyarakat yang dipahami oleh seseorang sangat dipengaruhi dari televisi dalam pengemasan penyampaiannya. Artinya, media massa televisi dapat membentuk persepsi atau cara melihat masyarakat akan suatu kejadian dalam kehidupan kesehariannya.
  • Efek dari masyarakat yang terkultivasi oleh media massa televisi dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya; tingkat pendidikan, pekerjaan, kondisi ekonomi, jenis kelamin, pengalaman yang pernah dijalani, serta ideologi/pandangan hidup yang dimilikinya. Artinya, efek yang diterima oleh penonton tidak sama tergantung dari banyak faktor yang mempengaruhinya.
  • Teori kultivasi memiliki karakter yang memerlukan waktu banyak dan terjadi dari bagian yang makin bertambah (kumulatif). Artinya, berdasarkan teori kultivasi ini, media massa televisi memberikan efek dalam jangka panjang dan bersifat kumulatif dalam diri seseorang. Gerbner & Gross (1976) dalam McQuail (2011, hal. 257) menyatakan bahwa semakin banyak masyarakat menonton televisi, maka media massa televisi juga semakin memberi efek hiperbola terhadap pesan yang disampaikannya.
  • Kultivasi dari media massa elektronik televisi dapat merubah posisi pemikiran sederhana menuju pemikiran yang ekstrim. Hal ini berarti bahwa kultivasi dapat membentu pemikiran baru atau pembaharuan pemikiran dari pemikiran sebelumnya, sesuai dengan yang dikemas oleh media massa televisi.

 

III. PEMBAHASAN

Terpaan media massa dapat diartikan sebagai kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan media ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu atau kelompok (Surahman, 2016). Menurut penulis, ada beberapa penyebab dan contoh dari penonton dapat terpengaruh oleh terpaan media massa adalah sebagai berikut:

  • Isi pesan yang disampaikan relate atau memiliki keterkaitan dengan kehidupan atau berpengaruh bagi si penonton. Sebagai contoh, seorang penonton yang merupakan buruh dan menonton media massa televisi akan pemberitaan bahwa pemerintah mengesahkan omnibus-law atau UU Cipta Kerja. Jika media massa televisi tersebut menggiring opini penonton pada arah negatif dari pemerintah dengan hanya memunculkan sebagian isi di mana yang tidak disukai atau dianggap merugikan si penonton (dalam hal ini buruh), maka penonton akan terpengaruh oleh terpaan media massa tersebut dan menggiring opini penonton menjadi kurang baik akan kinerja pemerintah,
  • Terpaan pesan media massa yang terus menerus menyebabkan pesan tersebut diterima khalayak sebagai pandangan yang disepakati secara bersama (Junaidi, 2018). Contohnya; pesan media massa televisi hamper di semua stasiun mengenai “Ingat Pesan Ibu” selama masa pandemi Covid-19 yaitu menerapkan 3M untuk menekan dan mencegah penularan Covid-19 di antaranya menggunakan masker yang bersih dan sesuai standar, menjaga jarak aman minimal 1-2 meter, dan mencuci tangan secara berkala. Pesan dari “Ingat Pesan Ibu” yang serentak di banyak stasiun TV tayangkan memberikan efek sekaligus terpaan kepada khalayak untuk menerapkannya.

Alasan penting untuk memahami literasi media dan menjadi melek media (media literate), yaitu:

  • Melek media (media literate) dapat mengajak khalayak dan pengguna media untuk menganalisis isi pesan yang disampaikan suatu media, misalnya media massa koran, sehingga masyarakat dapat mengetahui tujuan suatu pesan tersebut dilontarkan. Hal ini juga sependapat dengan penelitian Ardianto, Komala, & Karlinah (2017, hal. 222) yang menyatakan bahwa melek media diperlukan untuk mempertimbangkan tujuan komersial dan politik dibalik suatu citra atau pesan media, dan meneliti siapa yang bertanggungjawab atas pesan atau ide yang diimplikasikan oleh pesan atau citra itu.
  • Dengan memahami media literacy, seorang audiens media massa akan berusaha memberikan reaksi serta menilai sebuah pesan media dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab (Sari, et al., 2015, hal. 158). Hal ini menunjukkan bahwa tanggapan yang diberikan berupa komentar oleh pengguna media memiliki nilai dan isi yang sesuai sasaran. Komentar yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan oleh pemberi komentar, sehingga komentator dapat memperhatikan nilai kebenaran isi komentarnya.
  • Literasi media mendorong munculnya pemikiran kritis dari masyarakat terhadap program-program yang di sajikan media, literasi media menungkinkan terciptanya kemampuan untuk berkomunikasi secara kompeten dalam semua bentuk media, lebih bersikap proaktif dari pada reaktif dalam memahami program-program media (Silverblatt, Smith, Miller, Smith, & Brown, 2014, hal. 18).

Salah satu contoh aktual dari efek media massa dalam perpektif Teori Kultivasi, misalnya; menyoroti media massa televisi (khususnya antara TV One) pada pemilu 2014 untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden masa jabatan 2014-2019. Pada masa ini, terdapat 2 calon pasangan yaitu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. TV One menyajikan pesan berupa memenangkan Prabowo-Hatta. Hal ini didasarkan pada lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta, yaitu diantaranya JSI (Jaringan Suara Indonesia), PUSKAPTIS, LSN (Lembaga Survei Nasional), dan IRC (Indonesia Research Center) (Kurniawan & Naldi, 2019). Selain itu, TV One menyajikan pesan yang seakan-akan framing dari Jokowi-JK kurang baik. Hal ini terlihat dari TV One yang menyoroti kasus-kasus yang berkaitan dan melibatkan Jokowi, seperti korupsi TransJakarta, KTP palsu Jokowi, serta ditambah lagi dengan video wawancara JK yang tidak setuju Jokowi menjadi capres dan kemacetan akibat kampanye Jokowi (Kurniawan & Naldi, 2019). Selain itu, perlu diketahui bahwa pemilik TV One merupakan salah satu pimpinan partai pengusung Prabowo-Hatta, sehingga pemberitaan akan Prabowo-Hatta memiliki porsi yang lebih banyak.


Jika dilihat dari perspektif teori Kultivasi, masyarakat yang memiliki kuantitas terbesar dalam menonton TV One dapat terpengaruhi atau mendapatkan efek dari isi pesan yang disampaikan. Semakin tinggi kuantitasnya, maka semakin besar juga efek yang diterima. Namun, perlu diperhatikan bahwa efek yang diterima oleh setiap penonton memiliki kuantitas dan kualitas penerimaan yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya; kondisi ekonomi, jenis kelamin, pekerjaan, dan faktor lainnya. Sebagai contoh, seorang dari Jakarta yang selama ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan dalam kondisi ekonomi rendah, akan berpikir bahwa isi pesan yang disampaikan media massa tersebut sangat sesuai dan menggiring opini orang tersebut untuk semakin “kurang menyukai” akan Jokowi-JK. Hal ini disebabkan karena sebelumnya Jokowi adalah Gubernur Jakarta dan orang tersebut adalah orang Jakarta yang kurang diperhatikan. Secara kumulatif, isi pesan media massa menggiring opini orang tersebut ke arah yang semakin “tidak menyukai” Jokowi. Ini merupakan salah satu perspektif dari teori Kultivasi.


Padahal, jika dilihat dari realitanya, kemenangan pemilu tersebut adalah Jokowi-JK, di mana 7 dari 11 lembaga survei memenangkan Jokowi-JK, sedangkan TV One hanya melihat 4 dari 11 lembaga survei saja yang menunjukkan kemenangan Prabowo-Hatta. Berdasarkan teori kultivasi, terlihat bahwa TV One dapat menggeser opini menjadi opini moderat.


Berdasarkan pemaparan di atas, sangat jelas sekali bahwa isi pesan media massa memiliki dampak atau dapat dikatakan berdampak kepada khalayak sebagai penonton. Terpaan isi pesan media massa dapat mempengaruhi publik baik dalam sisi positif maupun negatif.


Implikasi hoax sebagai kebutuhan bagi pengguna media siber dalam mengonsumsi informasi atau berita dianggap wajar. Masyarakat media siber telah terbiasa dengan segala teks yang cenderung hoax, sehingga sulit membedakan mana yang benar mana yang bohong. Menurut pandangan penulis, hal-hal yang sebaiknya dilakukan masyarakat ketika mengalami kesulitan untuk percaya atas kebenaran sebuah berita, yaitu:

  • Masyarakat harus memastikan asal usul atau sumber berita. Untuk menguji hal ini, dapat menggunakan pertanyaan berikut; “Dari mana berita yang saya baca? Apakah yang menuliskan berita dari sumber yang terpercaya? Apakah sumber berita jelas dan ditulis lengkap? Apakah sumber berita tersebut berasal dari instansi pemerintah resmi? Atau apakah itu berasal dari website yang resmi dan terpercaya?” Pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu masyarakat untuk mengetahui asal usul atau sumber berita. Sebaiknya, masyarakat memilih berita yang berasal dari instansi pemerintahan yang resmi, media jurnalis yang secara periodik mengedarkan karya jurnalistiknya, atau penulis dari berita tersebut dikenal secara baik dalam dunia akademisi maupun pemerintahan. Juditha (2018) dalam jurnal ilmiahnya juga menjelaskan bahwa masyarakat harus cerdas dalam melihat sumber berita mengenai kejelasan atau tidaknya.
  • Masyarakat dapat menguji kebenaran isi berita dengan membandingkan atau menambah bahan bacaan berita lainnya dari sumber yang berbeda namun sumber yang juga kredibel. Misalnya; menerima berita A di media massa X, maka untuk memastikan dapat menggunakan media massa Y, dan Z untuk melihat kebenaran berita A tersebut. Adanya media siber, membuat berita mudah dinikmati atau dibaca oleh masyarakat luas secara cepat, murah dan banyak sumber media jurnalisnya. Hal ini dapat menjadi sisi positif dari media siber yang semakin luas dan dapat diakses cepat. Jika dari berbagai sumber yang kredibel dibandingkan serta memperoleh kesimpulan yang sama, maka berita tersebut dapat dipercaya. Hal ini juga senada dengan pendapat Juditha (2020) bahwa hoaks menyesatkan bagi pembaca yang tidak kritis terhadap informasi dan membagikan berita yang dibaca kepada pembaca lainnya tanpa melakukan kroscek kebenaran.
  • Memahami isi berita dengan benar dan sesuai konteksnya untuk mengurangi pemahaman yang tidak komprehensif. Banyak masyarakat menyebarkan atau menginformasikan suatu berita hanya dari judul berita. Judul berita belum tentu menjelaskan isi berita secara komprehensif, sehingga sangat penting dalam memahami isi berita dan mengkritisi isi beritanya. Hal ini perlu diperhatikan karena judul berita dibuat seringkali untuk memicu khalayak untuk membacanya. Liestyasari, Nurcahyono, Astutik, & Nurhadi (2020) mempertegas dalam diskusi penelitiannya bahwa ketika sudah menerima berita ataupun informasi dari media masyarakat harus membaca dan memahami hingga selesai, dan jangan hanya membaca judul dari pemberitaan tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat harus menjadi masyarakat yang cerdas dalam memahami berita yang diterima dengan memperhatikan sumber berita tersebut, menguji isi berita dengan membandingkan dari sumber yang berbeda, serta memahami isi berita secara komprehensif dan bukan sekadar judul saja. Hal ini seharusnya membantu masyarakat ketika mengalami kesulitan untuk percaya atas kebenaran sebuah berita.

IV. PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang sudah dituliskan, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

  • Isi media massa secara umum terdiri dari berita (news), opini (views), dan iklan (advertising). Namun, bagian isi media massa yang sering atau dikenal oleh masyarakat luas adalah berita. Secara singkat, isi pesan berita dapat mempengaruhi khalayak melalui kekuatan terpaan yang disampaikan.
  • Terpaan isi pesan media massa tentu memberikan dampak positif dan negatif, di mana dampak ini dapat memberikan efek atau pengaruh kepada khalayak.
  • Masyarakat harus menjadi masyarakat yang cerdas dalam memahami berita yang diterima dengan memperhatikan sumber berita tersebut, menguji isi berita dengan membandingkan dari sumber yang berbeda, serta memahami isi berita secara komprehensif dan bukan sekadar judul saja.

 

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, E., Komala, L., & Karlinah, S. (2017). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Revisi ed.). Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Baran, S. J., & Davis, D. K. (2012). Mass Communication Theory: Foundations, Ferment, and Future. Boston, USA: Wadsworth.

Harnita, P. C. (2017). Masihkah Perlu Khalayak Belajar Literasi Media? Jurnal Cakrawala, 6(1), 117-136. Diambil kembali dari https://ejournal.uksw.edu/cakrawala/article/view/1291

Juditha, C. (2018). Hoax Communication Interactivity in Social Media and Anticipation. Jurnal Pekommas, 3(1), 31-44.

Juditha, C. (2020). People Behavior Related To The Spread Of Covid-19’s Hoax. Jurnal Pekommas, 5(2), 105 - 116.

Junaidi. (2018). Mengenal Teori Kultivasi dalam Ilmu Komunikasi. SIMBOLIKA, 4(1), 42-51. doi:https://doi.org/10.31289/simbollika.v4i1

Kurniawan, V., & Naldi, H. (2019). Pemberitaan tvOne dan Metro TV dalam Pilpres 2014. Kronologi: Jurnal Mahasiswa Ilmu Sejarah dan Pendidikan, 1(2), 70-94. Diambil kembali dari http://kronologi.ppj.unp.ac.id/index.php/jk/article/view/12/12

Kusumaningrat, H., & Kusumaningrat, P. (2019). Jurnalistik: Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Liestyasari, S. I., Nurcahyono, O. H., Astutik, D., & Nurhadi. (2020). Literasi Penggunaan Media Sosial Sehat Bagi Forum Anak Surakarta. DEDIKASI: Community Service Report, 2(2), 58-65.

McQuail, D. (2011). Teori Komunikasi Massa - Buku 2 (6 ed.). (P. I. Izzati, Penerj.) Jakarta: Salemba Humanika.

Rakhmat, J. (2011). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sabarudin, M. (2020). Kemampuan Literasi Media Siswa SMK Taruna Satria Pekanbaru Dalam Memaknai Program Tayangan Net 86. Di Televisi. Skripsi thesis, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU. Diambil kembali dari http://repository.uin-suska.ac.id/26346/1/GABUNGAN%20TANPA%20BAB%20IV.pdf

Sari, D. K., Hasfi, N., Santosa, H. P., Lukmantoro, T., Prastya, N. M., Isnaini, S., . . . Suwarto. (2015). Information and Communication Technology, dan Literasi Media Digital. Yogyakarta: ASPIKOM.

Silverblatt, A., Smith, A., Miller, D., Smith, J., & Brown, N. (2014). Media literacy: keys to interpreting media messages. California: ABC-CLIO, LLC.

Surahman, S. (2016). Fenomena Berita Kekerasan Di Media Televisi (Perspektif Teori Kultivasi). Jurnal Lontar, 4(2), 31-42. Diambil kembali dari https://e-jurnal.lppmunsera.org/index.php/LONTAR/article/download/330/374/

INFORMASI PENULIS

Nama Penulis : Andreas Eko Soponyono

Institusi : PJJ Komunikasi | Universitas Siber Asia

E-mail Korespodensi : andreasekosoponyono@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun