Mohon tunggu...
Andreaschandra2001 chandra
Andreaschandra2001 chandra Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya merupakan mahasiswa,dan saya aktif berorganisasi dan menulis

Saya,Andreas Chandra,adalah seorang penulis,dan seorang mahasiswa Fakultas Hukum,Saya sering menyoroti apa yang saat ini sedang terjadi di negeri ini,s,aya percaya bahwa tulisan bisa menyuarakan para kaum yang tertindas dan saya juga sanggat menyukai analisis,riset dan juga kerangka berfikif saya sanggat yakin bahwa dengan menulis kita bisa menjadi manusia yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pemerintah dengarkanlah suara kami

1 Februari 2025   10:47 Diperbarui: 1 Februari 2025   10:47 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                              Andreas Chandra,Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

 Di era kebebasan berbicara dan demokrasi, kita sering mendengar slogan tentang hak asasi manusia, keadilan, dan kesetaraan. Namun, di balik jargon indah tersebut, masih ada banyak suara yang dibungkam dan ditinggalkan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan, mereka yang terpinggirkan karena status sosial, mereka yang berusaha bersuara tapi diabaikan oleh sistem yang lebih besar dari mereka sendiri. Dunia yang kita tinggali ini seharusnya menjadi ruang bagi semua orang untuk berbicara dan didengar, tetapi kenyataannya, masih banyak yang berteriak dalam senyap.

Mereka yang Dibungkam oleh Sistem

Ada banyak kelompok dalam masyarakat yang suaranya dibungkam, baik secara langsung maupun tidak langsung. Para aktivis yang berjuang melawan ketidakadilan sering kali menghadapi ancaman, intimidasi, bahkan kriminalisasi. Kasus-kasus kriminalisasi terhadap mereka yang menyuarakan kritik terhadap pemerintah atau perusahaan besar bukan lagi hal baru. Setiap kali mereka mengungkapkan realitas pahit yang terjadi di lapangan, ada upaya untuk membungkam mereka dengan berbagai cara, mulai dari propaganda negatif, ancaman hukum, hingga kekerasan fisik.

Selain itu, masyarakat adat yang berjuang mempertahankan hak atas tanah mereka sering kali dianggap sebagai penghambat "kemajuan". Mereka menghadapi penggusuran, eksploitasi, dan kekerasan hanya karena ingin mempertahankan warisan leluhur mereka. Suara mereka kerap tidak terdengar di meja perundingan, meskipun mereka adalah pihak yang paling terdampak oleh kebijakan yang dibuat tanpa mempertimbangkan kehidupan mereka.

Kaum Marjinal yang Terpinggirkan

Kelompok lain yang sering ditinggalkan adalah mereka yang berada di garis kemiskinan, kaum difabel, serta perempuan dan anak-anak dalam lingkungan yang penuh kekerasan. Orang-orang miskin sering kali tidak memiliki akses yang cukup terhadap pendidikan dan kesehatan, dua hal yang seharusnya menjadi hak dasar setiap individu. Tanpa pendidikan, mereka tidak bisa memperjuangkan hak mereka sendiri. Tanpa akses kesehatan yang layak, mereka terus terperangkap dalam lingkaran setan kemiskinan yang sulit diputus.

Kaum difabel juga sering diabaikan dalam perumusan kebijakan publik. Fasilitas umum yang tidak ramah bagi mereka, kesempatan kerja yang terbatas, serta diskriminasi sosial menjadi tantangan besar yang harus mereka hadapi setiap hari. Suara mereka sering tidak diperhitungkan karena dianggap sebagai minoritas yang tidak memiliki kepentingan besar bagi masyarakat luas.

Perempuan dan anak-anak dalam lingkungan yang penuh kekerasan juga sering kali tidak memiliki ruang untuk berbicara. Banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang tidak pernah sampai ke meja hijau karena korban takut untuk berbicara atau diintimidasi oleh lingkungan sekitar. Ketika suara mereka tidak didengar, mereka terjebak dalam situasi yang terus-menerus merugikan mereka secara fisik dan mental.

Media: Antara Pemberdayaan dan Sensasi

Media seharusnya menjadi alat bagi mereka yang tidak memiliki suara untuk didengar oleh khalayak luas. Namun, dalam realitasnya, media sering kali lebih tertarik pada sensasi dan berita yang menguntungkan secara komersial. Isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan kelompok marginal sering kali tidak mendapat sorotan yang cukup, kecuali jika ada faktor dramatis yang bisa menarik perhatian publik.

Banyak media yang lebih memilih untuk mengikuti arus narasi yang menguntungkan pihak tertentu, sehingga perspektif dari kelompok yang ditindas jarang mendapatkan porsi yang seimbang. Saat kasus kekerasan terhadap perempuan atau penggusuran paksa terjadi, media lebih sering melaporkan dari sudut pandang penguasa atau korporasi yang memiliki kepentingan, daripada memberikan ruang bagi korban untuk berbicara.

Pentingnya Memberikan Ruang bagi Suara yang Terpinggirkan

Ketika suara-suara ini terus dibungkam dan ditinggalkan, kita sebagai masyarakat kehilangan banyak hal berharga. Kita kehilangan perspektif dari mereka yang mengalami ketidakadilan secara langsung. Kita kehilangan kesempatan untuk membangun sistem yang lebih inklusif dan berkeadilan. Yang lebih parah lagi, kita membiarkan ketidakadilan terus berlanjut tanpa ada pertanggungjawaban.

Langkah pertama untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberikan ruang bagi mereka yang selama ini diabaikan. Pemerintah harus membuka akses partisipasi bagi kelompok marginal dalam pembuatan kebijakan. Media harus lebih bertanggung jawab dalam meliput isu-isu yang menyangkut hak asasi manusia dan keadilan sosial. Masyarakat secara keseluruhan juga harus lebih peduli dan aktif dalam mendukung mereka yang sedang berjuang untuk suaranya didengar.

Selain itu, pendidikan juga memegang peranan penting dalam membangun kesadaran tentang pentingnya inklusivitas. Kurikulum pendidikan harus mencerminkan keberagaman dan mengajarkan anak-anak sejak dini tentang pentingnya mendengarkan dan memahami perspektif orang lain, terutama mereka yang berasal dari kelompok yang kurang beruntung.

Teknologi juga bisa menjadi alat yang kuat dalam membantu suara-suara yang selama ini terabaikan untuk mencapai audiens yang lebih luas. Media sosial, misalnya, bisa digunakan sebagai platform untuk menyebarkan kisah-kisah mereka yang tidak mendapatkan tempat di media mainstream. Namun, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memastikan bahwa informasi yang beredar tetap akurat dan tidak disalahgunakan oleh pihak yang memiliki kepentingan tertentu.

Kesimpulan

Dunia yang lebih adil tidak bisa tercipta jika kita terus membiarkan sebagian masyarakat dibungkam dan ditinggalkan. Mereka yang selama ini tidak didengar harus diberi kesempatan untuk berbicara, dan kita sebagai masyarakat harus bersedia untuk mendengar. Kebebasan berbicara bukan hanya milik mereka yang memiliki kuasa dan akses ke media, tetapi hak setiap individu, terutama mereka yang hidup dalam ketidakadilan.

Jika kita benar-benar peduli pada kemanusiaan, kita harus mulai mengubah cara kita melihat dan mendengar. Kita harus memberikan ruang bagi mereka yang selama ini dianggap tidak penting, karena suara mereka juga merupakan bagian dari cerita besar kehidupan yang kita jalani bersama. Tanpa mendengarkan mereka, kita tidak akan pernah mencapai keadilan yang sejati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun