Andreas Chandra,Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
 Di era kebebasan berbicara dan demokrasi, kita sering mendengar slogan tentang hak asasi manusia, keadilan, dan kesetaraan. Namun, di balik jargon indah tersebut, masih ada banyak suara yang dibungkam dan ditinggalkan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan, mereka yang terpinggirkan karena status sosial, mereka yang berusaha bersuara tapi diabaikan oleh sistem yang lebih besar dari mereka sendiri. Dunia yang kita tinggali ini seharusnya menjadi ruang bagi semua orang untuk berbicara dan didengar, tetapi kenyataannya, masih banyak yang berteriak dalam senyap.
Mereka yang Dibungkam oleh Sistem
Ada banyak kelompok dalam masyarakat yang suaranya dibungkam, baik secara langsung maupun tidak langsung. Para aktivis yang berjuang melawan ketidakadilan sering kali menghadapi ancaman, intimidasi, bahkan kriminalisasi. Kasus-kasus kriminalisasi terhadap mereka yang menyuarakan kritik terhadap pemerintah atau perusahaan besar bukan lagi hal baru. Setiap kali mereka mengungkapkan realitas pahit yang terjadi di lapangan, ada upaya untuk membungkam mereka dengan berbagai cara, mulai dari propaganda negatif, ancaman hukum, hingga kekerasan fisik.
Selain itu, masyarakat adat yang berjuang mempertahankan hak atas tanah mereka sering kali dianggap sebagai penghambat "kemajuan". Mereka menghadapi penggusuran, eksploitasi, dan kekerasan hanya karena ingin mempertahankan warisan leluhur mereka. Suara mereka kerap tidak terdengar di meja perundingan, meskipun mereka adalah pihak yang paling terdampak oleh kebijakan yang dibuat tanpa mempertimbangkan kehidupan mereka.
Kaum Marjinal yang Terpinggirkan
Kelompok lain yang sering ditinggalkan adalah mereka yang berada di garis kemiskinan, kaum difabel, serta perempuan dan anak-anak dalam lingkungan yang penuh kekerasan. Orang-orang miskin sering kali tidak memiliki akses yang cukup terhadap pendidikan dan kesehatan, dua hal yang seharusnya menjadi hak dasar setiap individu. Tanpa pendidikan, mereka tidak bisa memperjuangkan hak mereka sendiri. Tanpa akses kesehatan yang layak, mereka terus terperangkap dalam lingkaran setan kemiskinan yang sulit diputus.
Kaum difabel juga sering diabaikan dalam perumusan kebijakan publik. Fasilitas umum yang tidak ramah bagi mereka, kesempatan kerja yang terbatas, serta diskriminasi sosial menjadi tantangan besar yang harus mereka hadapi setiap hari. Suara mereka sering tidak diperhitungkan karena dianggap sebagai minoritas yang tidak memiliki kepentingan besar bagi masyarakat luas.
Perempuan dan anak-anak dalam lingkungan yang penuh kekerasan juga sering kali tidak memiliki ruang untuk berbicara. Banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang tidak pernah sampai ke meja hijau karena korban takut untuk berbicara atau diintimidasi oleh lingkungan sekitar. Ketika suara mereka tidak didengar, mereka terjebak dalam situasi yang terus-menerus merugikan mereka secara fisik dan mental.
Media: Antara Pemberdayaan dan Sensasi
Media seharusnya menjadi alat bagi mereka yang tidak memiliki suara untuk didengar oleh khalayak luas. Namun, dalam realitasnya, media sering kali lebih tertarik pada sensasi dan berita yang menguntungkan secara komersial. Isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan kelompok marginal sering kali tidak mendapat sorotan yang cukup, kecuali jika ada faktor dramatis yang bisa menarik perhatian publik.