Mohon tunggu...
Andreas Maurenis Putra
Andreas Maurenis Putra Mohon Tunggu... Penulis - Nian Tana (Sikka)

Filsuf setengah matang... Sempat mengais ide di Fakultas Filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jilbab dan Pendidikan: Refleksi

27 Januari 2021   14:40 Diperbarui: 6 Februari 2021   07:59 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia pendidikan perlu menghindarkan diri dari penilaian kesan kekerasan simbolik melalui adanya pemaksaan kultural. Ruang kelas harus terhindar dari eksponen-eksponen fatalistis namun harus selalu merupakan sesuatu hal yang kompleks dan dinamis seturut hakikat manusia. Lembaga pendidikan mesti menjadi wadah yang mengkontekstualisasikan ‘ruang kelas’ sebagai ada bersama dengan realitas sosial (tidak sekedar ada di dalam).

Ada dialog yang hidup antara pendidik dan yang dididik untuk mencari pengetahuan yang benar. Aturan harus memerdekakan anak didik bukan mewujudkan dirinya sebagai neo-kolonial yang serba otoriter tanpa kompromi. Dengan demikian, aturan sebuah lembaga pendidikan perlu seirama dengan konstitusi dan secara khusus, merangkul “budaya masyarakat mini” di dalamnya, tidak bernuansa mayoritas-minoritas. Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus netral. Netral berarti memperlakukan anak didik (dalam konteks ini) seturut kultur religiusnya, latar belakang keyakinan yang diimani. Terutama sekolah negeri.

Sebuah aturan yang dibuat tidak boleh dan bertentangan pondasi dan ideologi negara. Walaupun itu kearifan lokal tidak berarti serta merta diwariskan dan dipraktekkan begitu saja tanpa pertimbangan etis dalam sebuah masyarakat multikultural. Dalih membawa konsepsi ke dalam sebuah lembaga pendidikan adalah sinyalemen kuat menentang Pancasila.

Belajar dari kasus ini, kedepannya, lembaga pendidikan perlu membenah diri. Pendidikan bukan institusi represif secara fisik dan nonfisik. Tetapi lembaga pendidikan adalah wadah menyemai, mendidik, menumbuhkan bibit-bibit manusia unggul yang berbudaya –tidak melihat si minoritas dan mayoritas. Pendidikan perlu bertransformasi supaya kelak tidak memproduksi, menukil Umar Kayam, generasi terkotak-kotak. Tidak sekadar memberi teguran dan sanksi keras kepada pendidik yang menyeleweng. Lebih dari itu, pengembangan secara intensif pendidikan humaniora dan Pancasila adalah jalan selamatkan ironi pendidikan hari-hari ini. Semoga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun