Dunia pendidikan perlu menghindarkan diri dari penilaian kesan kekerasan simbolik melalui adanya pemaksaan kultural. Ruang kelas harus terhindar dari eksponen-eksponen fatalistis namun harus selalu merupakan sesuatu hal yang kompleks dan dinamis seturut hakikat manusia. Lembaga pendidikan mesti menjadi wadah yang mengkontekstualisasikan ‘ruang kelas’ sebagai ada bersama dengan realitas sosial (tidak sekedar ada di dalam).
Ada dialog yang hidup antara pendidik dan yang dididik untuk mencari pengetahuan yang benar. Aturan harus memerdekakan anak didik bukan mewujudkan dirinya sebagai neo-kolonial yang serba otoriter tanpa kompromi. Dengan demikian, aturan sebuah lembaga pendidikan perlu seirama dengan konstitusi dan secara khusus, merangkul “budaya masyarakat mini” di dalamnya, tidak bernuansa mayoritas-minoritas. Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus netral. Netral berarti memperlakukan anak didik (dalam konteks ini) seturut kultur religiusnya, latar belakang keyakinan yang diimani. Terutama sekolah negeri.
Sebuah aturan yang dibuat tidak boleh dan bertentangan pondasi dan ideologi negara. Walaupun itu kearifan lokal tidak berarti serta merta diwariskan dan dipraktekkan begitu saja tanpa pertimbangan etis dalam sebuah masyarakat multikultural. Dalih membawa konsepsi ke dalam sebuah lembaga pendidikan adalah sinyalemen kuat menentang Pancasila.
Belajar dari kasus ini, kedepannya, lembaga pendidikan perlu membenah diri. Pendidikan bukan institusi represif secara fisik dan nonfisik. Tetapi lembaga pendidikan adalah wadah menyemai, mendidik, menumbuhkan bibit-bibit manusia unggul yang berbudaya –tidak melihat si minoritas dan mayoritas. Pendidikan perlu bertransformasi supaya kelak tidak memproduksi, menukil Umar Kayam, generasi terkotak-kotak. Tidak sekadar memberi teguran dan sanksi keras kepada pendidik yang menyeleweng. Lebih dari itu, pengembangan secara intensif pendidikan humaniora dan Pancasila adalah jalan selamatkan ironi pendidikan hari-hari ini. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H