Dia melihat ajaran kasih dan terutama ajaran mengenai khotbah di bukit serta ajaran "jika kau ditampar pipi kananmu berikan pipi kirimu" sesuai dengan semangat dan pandangan hidup pasifisme (anti kekerasan) yang ia anut.
Tolstoy memiliki pandangan tersendiri mengenai kekristenan. Dia percaya jika orang Kristen harus dapat melihat ke dalam hati dan dirinya sendiri untuk menemukan kebahagiaan dan bukan hanya bergantung pada gereja atau penguasa saja (pandangan "Kerajaan Allah ada di dalammu").
Dia juga menganggap aristokrasi/kebangsawanan adalah beban bagi rakyat miskin dan menentang adanya milik pribadi. Ide-idenya sering membawa konflik antara dirinya dengan pihak pemerintah dan gereja ortodoks di Rusia. Pemikirannya tentang perjuangan anti kekerasan melawan penindasan kemudian memengaruhi Mahatma Gandhi, Martin Luther King Jr, dan lain-lain.
Setelah menjadi Kristen, karya-karyanya banyak bernuansa religius seperti "Confession" (1879). Selain itu juga "A Short Exposition of the Gospels" (1881), "What I Believe In" (1882), "What Then Must We Do?" (1886), "The Law of Love and the Law of Violence" (1908), novel "Hadji Murad" (1896-1904), novel "The Death of Ivan Ilyich" (1884), "Resurrection" (1899-1900), drama "The Living Corpse" (terbit 1911).
Dia juga menulis essay "What is Art" yang berisi tanggung jawab seorang seniman untuk membuat karyanya dapat dipahami oleh banyak orang. Tolstoy juga banyak berkhotbah. Isi khotbahnya banyak berkisar tentang ajaran anti kekerasan dan kesederhanaan hidup.
Di masa tuanya pada tahun 1910 (pada umur 83 tahun), karena ketidakharmonisan rumah tangganya terutama dengan istrinya dan anak-anaknya membuat Tolstoy dan Alexandra (anaknya) meninggalkan rumah dan naik kereta tanpa tujuan yang jelas. Dalam perjalanan di stasiun di Astapovo, Tolstoy meninggal karena kedinginan. Pada waktu pemakamannya, ribuan petani memadati jalan untuk mengantarnya.
Pengikut Tolstoy berkembang baik di Russia maupun di luar negeri. Kota kelahirannya banyak diziarahi. Pemerintah komunis pada zaman Uni Soviet tetap membiarkan aktivitas para pengikutnya. Namun demikian, gereja Russia tetap memusuhinya.
Mati tanpa Cinta
Salah satu buah pemikiran Tolstoy adalah tentang cinta dan kebahagiaan. Kutipan terkenalnya, "Hidup adalah soal cinta; tanpa cinta, hidup akan mati," yang menjadi refleksi penting tentang makna hidup yang sesungguhnya.
Dalam karya-karyanya, seperti "Anna Karenina" dan "War and Peace", Tolstoy menggambarkan cinta sebagai kekuatan yang menggerakkan manusia. Ia percaya bahwa cinta adalah elemen esensial yang memberikan makna dan tujuan hidup. Tanpa cinta, hidup kehilangan kehangatan, layaknya tanaman yang layu tanpa sinar matahari.
Tolstoy sering kali mengaitkan cinta dengan kebahagiaan. Ia berpendapat bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat dicapai tanpa cinta. Dalam "The Kreutzer Sonata", ia mengeksplorasi konflik cinta dan nafsu, dan menunjukkan bahwa cinta yang murni adalah kunci kedamaian batin.