Sistem politik dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan atau proses di dalam sebuah masyarakat politik dalam memengaruhi dan menentukan siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana.
Sedangkan sistem politik Indonesia adalah sekumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi, dan penyusunan skala prioritasnya.
Fokus tulisan ini bertalian dengan orang-orang yang secara spesifik ambil bagian dalam sistem politik. Dan lebih lagi karena terdapat beragam sistem politik, fokus kita adalah meritokrasi dan kakistokrasi.
Kata meritokrasi berasal dari bahasa Latin mere dan bahasa Yunani Kuno, kratos yang berarti "kekuatan" atau "kekuasaan". Konsep meritokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Michael Dunlop Young dalam bukunya, "The Rise of the Meritocracy" pada tahun 1958.
Meritokrasi merupakan sistem politik yang memberikan penghargaan kepada orang-orang yang berprestasi atau memiliki kemampuan. Meritokrasi juga dapat diartikan sebagai filosofi yang mengutamakan prestasi dan keunggulan individu dalam suatu masyarakat atau organisasi.
Meritokrasi didasarkan pada prinsip bahwa seseorang seharusnya mendapatkan pengakuan, promosi, dan penghargaan berdasarkan prestasi dan kemampuannya, bukan berdasarkan kekayaan atau status kelas sosial.
Harus dipahami bahwa meritokrasi akan sangat membantu mencegah praktik-praktik korupsi, suap, dan beragam praktik birokrasi yang tidak etis dan melanggar hukum.
Dalam konteks negara Indonesia, sistem meritokrasi pernah diterapkan oleh beberapa pemimpin seperti Sutan Sjahrir, Agus Salim, dan Ir. Juanda. Bahkan B. J Habibie juga sempat berusaha menerapkan sistem meritokrasi dalam pemerintahan Indonesia.
Contoh-contoh praktik meritokrasi dapat berupa perekrutan karyawan berdasarkan kualifikasi dan pengalaman, Â pembentukan pemerintahan berdasarkan prestasi atau kemampuan, pemberian beasiswa bagi siswa yang berprestasi, dan lain-lain.
Â
Pada prinsipnya meritokrasi didasarkan pada keyakinan bahwa stratifikasi sosial adalah hasil dari usaha pribadi atau prestasi. Sistem ini diharapkan dapat memberikan rasa keadilan untuk semua orang karena prinsip kesetaraan.
Lawan dari meritokrasi adalah kakistokrasi. Merujuk pada Ensiklopedia Universitas STEKOM, kakistokrasi adalah istilah yang ditujukan untuk pemerintahan yang dijalankan oleh orang-orang buruk, tidak memenuhi syarat, dan tidak bermoral. Kata ini dibentuk dari dua kata Yunani yakni kakistos (terburuk) dan kratos (pemerintahan).
Kakistokrasi muncul dalam situasi politik yang tidak memberikan ruang yang cukup untuk pemimpin yang kompeten dan berintegritas. Pemerintah yang tidak kompeten muncul karena adanya manipulasi politik, kurangnya transparansi, dan rusaknya sistem demokrasi.
Kakistokrasi berlawanan dengan meritokrasi dalam mana pemimpin dipilih berdasarkan prestasi dan bakat. Masyarakat yang berada dalam pemerintahan kakistokrasi biasanya sulit mengungkapkan pendapatnya. Mereka juga mengalami ketidakadilan dan ketidakstabilan ekonomi.
Kakistokrasi dalam Politik Indonesia
Ahli Komunikasi Politik, Tjipta Lesmana, menilai buruknya sistem politik Indonesia karena kesalahan sistem yang sudah mengakar. Ia mengatakan sistem paling bawah dari suatu negara adalah human behaviour dan sistem tersebut ikut rusak karena tidak segera diperbaikinya sistem-sistem yang membawahi hal tersebut.
Dinilainya untuk dapat terjun ke dalam dunia politik Indonesia saat ini membutuhkan dana yang tidak sedikit dan itu juga merupakan kesalahan sistem yang sudah terlanjur di Indonesia.
Sementara itu, Benny Susetyo Aktivis Penggerak Manusia Merdeka, mengatakan bahwa politik sekarang ini sudah tidak memiliki etika lagi di dalamnya. Ia menilai politik yang ada sekarang ini hanya menjadi dongeng di mulut masyarakat. Politik telah berkembang menjadi bahan lawak yang paling lucu bagi kebanyakan orang saat ini.
"Pada efeknya ke masyarakat politik saat ini bersifat sebagai objek dagangan dan tontonan, bukan menjadi suatu tuntunan seperti yang kita harapkan," terangnya.
Selaras dengan Benny Susetyo, Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin mengatakan keadaan ini dinilai sebagai kegagalan partai politik di Indonesia melahirkan negarawan.
"Yang terjadi saat ini adalah partai politik pemenang mengangkangi lembaga negara, sehingga akan lahir banyak kepentingan di sana," jelasnya.
Beberapa kutipan di atas hendak mengatakan satu hal bahwa sistem politik Indonesia dewasa ini lebih bercorak kakistokrasi. Kita bisa mencermati realitas ini dalam praksis politik negara ini dalam beragam tingkatannya, baik pusat maupun daerah.
Sistem politik yang terjadi justru telah melahirkan orang-orang buruk, tidak memenuhi syarat, dan tidak bermoral (bdk. Ensiklopedia Universitas STEKOM). Memang harus disadari bahwa tidak semua orang yang dihasilkan oleh sistem politik kita adalah orang-orang buruk, tidak memenuhi syarat, dan tidak bermoral.
Namun demikian, kita juga tidak dapat mengingkari bahwa tidak sedikit juga orang yang dihasilkan dari sistem yang buruk ini adalah orang-orang buruk, tidak memenuhi syarat, dan tidak bermoral.
Dapat kita bayangkan efeknya jika dalam semua lembaga negara ini ada saja orang-orang buruk, tidak memenuhi syarat, dan tidak bermoral. Maka yang terjadi adalah ketidakpercayaan dan apatisme publik kepada lemgaba-lembaga tersebut.
Namun demikian, publik juga tidak dapat menutup fakta bahwa mereka juga telah terlibat secara aktif dan sadar untuk melahirkan orang-orang buruk, tidak memenuhi syarat, dan tidak bermoral, karena mereka telah memilih mereka dengan aktif dan sadar ke dalam lembaga-lembaga negara.
Ini artinya bahwa sistem yang buruk harus berubah dari para pembuat sistem, orang-orang yang berada dalam sistem, dan masyarakat yang memilih orang-orang untuk berada dalam sistem tersebut. Jika kesadaran ini tidak muncul maka harapan akan perubahan dan kebaikan bersama hanya menjadi angan-angan tanpa kenyataan.
Harapan kita supaya negara ini secara perlahan namun pasti dapat bergerak maju ke arah yang lebih baik. Harapan kebaikan ini akan terwujud jika semua kita sebagai warga negara memiliki niat baik untuk berubah dan mau juga berubah secara bersama dalam praksis hidup berpolitik.
Pada akhirnya mari kita bergerak dari sistem politik kakistokrasi ke sistem politik meritokrasi demi Indonesia yang lebih baik di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H