Pada prinsipnya meritokrasi didasarkan pada keyakinan bahwa stratifikasi sosial adalah hasil dari usaha pribadi atau prestasi. Sistem ini diharapkan dapat memberikan rasa keadilan untuk semua orang karena prinsip kesetaraan.
Lawan dari meritokrasi adalah kakistokrasi. Merujuk pada Ensiklopedia Universitas STEKOM, kakistokrasi adalah istilah yang ditujukan untuk pemerintahan yang dijalankan oleh orang-orang buruk, tidak memenuhi syarat, dan tidak bermoral. Kata ini dibentuk dari dua kata Yunani yakni kakistos (terburuk) dan kratos (pemerintahan).
Kakistokrasi muncul dalam situasi politik yang tidak memberikan ruang yang cukup untuk pemimpin yang kompeten dan berintegritas. Pemerintah yang tidak kompeten muncul karena adanya manipulasi politik, kurangnya transparansi, dan rusaknya sistem demokrasi.
Kakistokrasi berlawanan dengan meritokrasi dalam mana pemimpin dipilih berdasarkan prestasi dan bakat. Masyarakat yang berada dalam pemerintahan kakistokrasi biasanya sulit mengungkapkan pendapatnya. Mereka juga mengalami ketidakadilan dan ketidakstabilan ekonomi.
Kakistokrasi dalam Politik Indonesia
Ahli Komunikasi Politik, Tjipta Lesmana, menilai buruknya sistem politik Indonesia karena kesalahan sistem yang sudah mengakar. Ia mengatakan sistem paling bawah dari suatu negara adalah human behaviour dan sistem tersebut ikut rusak karena tidak segera diperbaikinya sistem-sistem yang membawahi hal tersebut.
Dinilainya untuk dapat terjun ke dalam dunia politik Indonesia saat ini membutuhkan dana yang tidak sedikit dan itu juga merupakan kesalahan sistem yang sudah terlanjur di Indonesia.
Sementara itu, Benny Susetyo Aktivis Penggerak Manusia Merdeka, mengatakan bahwa politik sekarang ini sudah tidak memiliki etika lagi di dalamnya. Ia menilai politik yang ada sekarang ini hanya menjadi dongeng di mulut masyarakat. Politik telah berkembang menjadi bahan lawak yang paling lucu bagi kebanyakan orang saat ini.
"Pada efeknya ke masyarakat politik saat ini bersifat sebagai objek dagangan dan tontonan, bukan menjadi suatu tuntunan seperti yang kita harapkan," terangnya.
Selaras dengan Benny Susetyo, Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin mengatakan keadaan ini dinilai sebagai kegagalan partai politik di Indonesia melahirkan negarawan.
"Yang terjadi saat ini adalah partai politik pemenang mengangkangi lembaga negara, sehingga akan lahir banyak kepentingan di sana," jelasnya.