Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bapak Menteri, "Tolong Dengarkan Jeritan Hati Guru Swasta"

23 Oktober 2024   11:29 Diperbarui: 2 November 2024   08:10 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya bahwa banyak juga sekolah swasta yang mandiri secara finansial sehingga mampu memberikan kesejahteraan yang memadai bagi para pendidik di sekolah mereka. Ini tidak perlu dipersoalkan karena memang tidak ada masalah di sana.

Yang menjadi catatan yang teramat penting di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, yang dinakhodai oleh Bapak Abdul Mu'ti, adalah nasib para pendidik yang mengabdi di sekolah-sekolah swasta, yang kesejahteraannya yang masih sangat jauh panggang dari api.

Kiranya penting bapak menteri mendengarkan jeritan dan rintihan mereka. Tak sedikit dari mereka di daerah-daerah yang hidupnya juga "melarat".  Mereka sibuk mengurus masa depan anak-anak bangsa di sekolah, tetapi juga harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan anak dan suami/istrinya di rumah.

Untuk mengatasi masalah di rumah, tidak sedikit dari mereka juga yang harus mengorbankan anak-anak di sekolah lewat upaya mencari pekerjaan tambahan di luar sekolah. Akibatnya adalah "hati yang mendua" alias berjalan kangkang. Jika demikian kenyataannya maka menjadi wajarkah sebuah kehidupan?

Kiranya bentuk perhatian yang berkeadilan menjadi hal yang teramat penting. Kebijakan yang berpihak kepada semua pendidik menjadi sebuah keharusan sehingga tidak ada lagi jeritan dan tangisan pilu dari para pendidik swasta di negeri yang menganut prinsip "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia" ini. 

Pada akhirnya, Bapak Menteri, "Tolong Dengarkan Jeritan Hati Kami".  Para pendidik di sekolah swasta yang kesejahteraannya memrihatinkan adalah juga warga negara yang kehidupannya juga seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Kiranya nasib mereka menjadi lebih baik dan berkemanusiaan lewat regulasi yang tidak menganaktirikan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun