Artinya bahwa banyak juga sekolah swasta yang mandiri secara finansial sehingga mampu memberikan kesejahteraan yang memadai bagi para pendidik di sekolah mereka. Ini tidak perlu dipersoalkan karena memang tidak ada masalah di sana.
Yang menjadi catatan yang teramat penting di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, yang dinakhodai oleh Bapak Abdul Mu'ti, adalah nasib para pendidik yang mengabdi di sekolah-sekolah swasta, yang kesejahteraannya yang masih sangat jauh panggang dari api.
Kiranya penting bapak menteri mendengarkan jeritan dan rintihan mereka. Tak sedikit dari mereka di daerah-daerah yang hidupnya juga "melarat". Â Mereka sibuk mengurus masa depan anak-anak bangsa di sekolah, tetapi juga harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan anak dan suami/istrinya di rumah.
Untuk mengatasi masalah di rumah, tidak sedikit dari mereka juga yang harus mengorbankan anak-anak di sekolah lewat upaya mencari pekerjaan tambahan di luar sekolah. Akibatnya adalah "hati yang mendua" alias berjalan kangkang. Jika demikian kenyataannya maka menjadi wajarkah sebuah kehidupan?
Kiranya bentuk perhatian yang berkeadilan menjadi hal yang teramat penting. Kebijakan yang berpihak kepada semua pendidik menjadi sebuah keharusan sehingga tidak ada lagi jeritan dan tangisan pilu dari para pendidik swasta di negeri yang menganut prinsip "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia" ini.Â
Pada akhirnya, Bapak Menteri, "Tolong Dengarkan Jeritan Hati Kami". Â Para pendidik di sekolah swasta yang kesejahteraannya memrihatinkan adalah juga warga negara yang kehidupannya juga seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Kiranya nasib mereka menjadi lebih baik dan berkemanusiaan lewat regulasi yang tidak menganaktirikan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H