Menurut catatan https://www.hukumonline.com/, ada 4 (empat) kasus status penghinaan terhadap presiden yang kemudian diproses secara hukum. Keempat kasus tersebut adalah pertama, penghinaan yang dilakukan oleh Muhammad Arsyad si Tukang Sate yang membuat dan mengedit foto seronok antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri dan kemudian menyebarnya melalui Facebook, Muhammad Arsyad (MA) kemudian ditangkap dan diproses secara hukum pada 23 Oktober 2014
Kedua, Supratman, Redaktur Harian Rakyat Merdeka (RM). Pada 2003, Supratman terjerat kasus penghinaan terhadap Megawati Soekarnoputri., yang memberitakan secara berturut-turut 6, 8, dan 31 Januari 2013, Supratman menulis judul cukup menghebohkan, yakni "Mulut Mega Bau Solar", "Mega Lintah Darat", dan "Mega Lebih Ganas dari Sumanto". Pada 4 Februari 2013, muncul juga judul tulisan “Mega Cuma Sekelas Bupati”.
Ketiga, Herman Saksono, blogger asal Yogyakarta. Kasus ini terjadi pada 2005. Herman berurusan dengan polisi karena merekayasa foto Mayangsari saat berpose bersama Bambang Trihatmodjo. Foto Mayangsari diganti dengan SBY, yang kemudian ditampilkan di blog yang dikelolanya. Namun SBY tidak memperpanjang masalah tersebut. SBY meminta agar Herman hanya dinasehati. Kasus ini pun dihentikan setelah Herman menghapus foto rekayasa itu di blognya.
Keempat, Yulian Paonganan alias Ongen. Pada 12-14 Desember 2015, Ongen berkicau sampai 200 kali. Salah satu kicauan adalah "Papa Minta Lonte", dengan memosting foto Jokowi dan Nikita Mirzani yang duduk bersebelahan di sebuah acara pemutaran perdana sebuah film. Penangkapan Ongen dilakukan setelah Mabes Polri mendapat permintaan masyarakat agar melakukan tindakan.
Sementara itu dilansir dari https://www.liputan6.com, terdapat beberapa bentuk penghinaan terhadap mantan Presiden Jokowi. Pertama, MFB atau Ringgo yang ditangkap Jumat, 18 Agustus 2017 di Medan Timur, Medan. Dalam penangkapan itu, polisi juga mengamankan laptop, 1 buah flashdisk 16 GB yang berisi gambar-gambar Presiden RI yang diedit, 3 unit handphone, 1 unit router merek Huawai warna putih, dan 1 unit router merek Zyxel warna hitam.
.
Kedua, polisi menangkap Jamil Adil karena menghina Presiden dan Kapolri. Dia ditangkap pada 29 Desember 2016, pukul 08.30 WIB. JA sendiri merupakan warga Bantaeng, Jalan Kebon Baru, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara (Jakut).
Ketiga, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Mabes Polri menangkap Ropi Yatsman (36). Dia ditangkap karena mengunggah dan menyebarkan sejumlah konten gambar hasil editan dan tulisan di media sosial bernada ujaran kebencian dan penghinaan terhadap pemerintah, di antaranya Presiden Joko Widodo.
Keempat, seorang pria dalam akun facebook-nya yang bernama Rizal Ali Zain membuat marah Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Pamekasan dan Pimpinan Cabang GP Ansor Pamekasan, Jawa Timur. Rizal Ali memancing emosi PBNU Pamekasan dan GP Ansor Pamekasan, yang juga mengandung unsur penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo.
Kelima, Badan Reserse Kriminal Polri telah menetapkan Yulianus Paonganan, pemilik akun @ypaonganan, sebagai tersangka kasus penyebaran konten pornografi. Yulianus melalui akun Facebook dan Twitter miliknya menyebarkan sebuah foto Presiden Joko Widodo yang duduk bersama artis Nikita Mirzani.
Keenam, Muhammad Arsyad alias Imen (24) yang secara sengaja melakukan penghinaan terhadap presiden Joko Widodo dan mantan presiden Megawati Soekarnoputri melalui akun facebook. Diketahui bahwa akun facebook itu adalah milik Muhammad Arsyad Assegaf alias Imen dengan nama Facebook-nya Arsyad Assegaf. Imen pun ditangkap di Ciracas, Jakarta Timur pada tanggal 23 Oktober 2014. Pelaku dikenakan tindak pidana pornografi, penghinaan, dan pencemaran nama baik melalui media sosial.
Ketujuh, penangkapan terhadap Sri Rahayu oleh Satgas Patroli Siber Polri di kawasan Cianjur, Jawa Barat, pada Sabtu, 5 Agustus 2017 dini hari. Penangkapan dilakukan terkait sejumlah unggahan Sri yang berbau permusuhan, SARA, dan hoax. Unggahan berupa gambar dan tulisan yang berisi konten kebencian berbau SARA terhadap Suku Sulawesi dan Ras China, penghinaan terhadap presiden, parpol, ormas, serta konten hate speech, dan berita hoax.
Kedelapan, seorang warga Kelurahan Kamal, Kalideres, Jakarta Barat, ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Pria bernama Muhammad Said itu ditangkap lantaran mengunggah konten yang diduga mengandung unsur penghinaan terhadap Presiden Jokowi dan Kapolri di akun Facebooknya.
Kesembilan, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap pelaku dugaan ujaran kebencian kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pelaku yang diketahui bernama Bang Izal ditangkap pada Kamis 21 Juli 2017. Pelaku ditangkap karena mengunggah sejumlah gambar yang diduga mengandung unsur penghinaan terhadap Presiden Jokowi.
Harapan Baru bagi Warga +62
Bila mengikuti perkembangan di media sosial, sebenarnya masih terdapat kasus yang menyita perhatian publik. Kasus-kasus tersebut bertalian langsung dengan penghinaan terhadap mantan Presiden Jokowi. Mengingat statusnya sebagai presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara, beragam kasus yang ada terkadang di luar batas kewajaran. Ini berhubungan langsung dengan segala bentuk penghinaan yang bernada kebencian dan hoax.
Menurut hemat saya, segala bentuk kritik adalah hal yang wajar. Namun demikian, kritik yang sehat tidak boleh diselubungi oleh kebencian sehingga meniadakan fakta dan rasionalitas. Kritik yang wajar harus bernuansa membangun dan serentak dengannya bernuansa solutif.
Kiranya tidak dibenarkan segala bentuk kritik yang bernada kebencian dan pelecehan serta beraroma hoax. Ini adalah penghinaan dan perendahan terhadap martabat manusia, yang sejatinya patut berurusan dengan hukum sebagai panglima terttinggi. Proses hukum yang benar akan memberikan efek jera yang tepat bagi para pelaku penghinaan.
Hal yang sama berlaku juga terhadap kinerja pemerintah pada semua tingkatannya, sampai kepada presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kritik yang benar terhadap pemimpin sejatinya diutarakan dengan cara yang tepat dengan menggunakan sarana yang benar, tanpa itikad buruk untuk menghinanya sebagai pribadi.
Ini juga menjadi harapan bagi segenap Warga Negara Indonesia yang tercinta ini, kiranya kita dapat mencintai dan menerima pemimpin baru kita dengan cara yang tepat dan wajar. Segala bentuk penghinaan dengan maksud terselubung kiranya dapat kita hindari untuk menjaga kehormatan bangsa, yang dikenal sebagai warga yang ramah dan murah senyum, dan serentak dengan itu sebagai bangsa yang beragama, yang berarti juga bermoral dan beretika.
Mengakhiri tulisan ini, kiranya sebagai warga negara kita dapat bersikap bijak dalam menggunakan media sosial, terutama dalam memberikan kritik terhadap kinerja pemerintah. Mari menghindari kritik yang bernada kebencian dan menghina pribadi serta privasi perorangan, karena para pemimpin adalah mereka yang memiliki martabat dan kehormatan.
Dan, sebagai warga negara kiranya juga kita tetap mengingat kata-kata Paus Fransiskus dalam lawatannya ke Indonesia beberapa waktu yang lalu, “Kalian adalah rakyat yang gemar tersenyum, jangan biarkan senyummu hilang.”
“Senyum” kita sebagai warga negara akan hilang mana kala kita saling menghina satu sama lain, suka menyebarkan berita bohong, dan merendahkan kehormatan masing-masing pribadi. Ini artinya kita sejatinya dapat saling mencintai, memberitakan kebenaran dengan cara yang tetap, dan menghormati hak-hak pribadi selaku manusia dan warga negara.
Pada akhirnya selamat bekerja buat bapak presiden dan wakil presiden serta jajaran Kabinet Merah Putih. Kiranya para bapak dapat mencintai dan bekerja bagi kami rakyat Indonesia dengan “hati” yang mau mengabdi, dan kami sebagai warga negara dapat mencintai dan menghormati bapak dan ibu sekalian dengan cinta yang tulus tanpa dibaluti kebohongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H