Ketujuh, penangkapan terhadap Sri Rahayu oleh Satgas Patroli Siber Polri di kawasan Cianjur, Jawa Barat, pada Sabtu, 5 Agustus 2017 dini hari. Penangkapan dilakukan terkait sejumlah unggahan Sri yang berbau permusuhan, SARA, dan hoax. Unggahan berupa gambar dan tulisan yang berisi konten kebencian berbau SARA terhadap Suku Sulawesi dan Ras China, penghinaan terhadap presiden, parpol, ormas, serta konten hate speech, dan berita hoax.
Kedelapan, seorang warga Kelurahan Kamal, Kalideres, Jakarta Barat, ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Pria bernama Muhammad Said itu ditangkap lantaran mengunggah konten yang diduga mengandung unsur penghinaan terhadap Presiden Jokowi dan Kapolri di akun Facebooknya.
Kesembilan, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap pelaku dugaan ujaran kebencian kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pelaku yang diketahui bernama Bang Izal ditangkap pada Kamis 21 Juli 2017. Pelaku ditangkap karena mengunggah sejumlah gambar yang diduga mengandung unsur penghinaan terhadap Presiden Jokowi.
Harapan Baru bagi Warga +62
Bila mengikuti perkembangan di media sosial, sebenarnya masih terdapat kasus yang menyita perhatian publik. Kasus-kasus tersebut bertalian langsung dengan penghinaan terhadap mantan Presiden Jokowi. Mengingat statusnya sebagai presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara, beragam kasus yang ada terkadang di luar batas kewajaran. Ini berhubungan langsung dengan segala bentuk penghinaan yang bernada kebencian dan hoax.
Menurut hemat saya, segala bentuk kritik adalah hal yang wajar. Namun demikian, kritik yang sehat tidak boleh diselubungi oleh kebencian sehingga meniadakan fakta dan rasionalitas. Kritik yang wajar harus bernuansa membangun dan serentak dengannya bernuansa solutif.
Kiranya tidak dibenarkan segala bentuk kritik yang bernada kebencian dan pelecehan serta beraroma hoax. Ini adalah penghinaan dan perendahan terhadap martabat manusia, yang sejatinya patut berurusan dengan hukum sebagai panglima terttinggi. Proses hukum yang benar akan memberikan efek jera yang tepat bagi para pelaku penghinaan.
Hal yang sama berlaku juga terhadap kinerja pemerintah pada semua tingkatannya, sampai kepada presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kritik yang benar terhadap pemimpin sejatinya diutarakan dengan cara yang tepat dengan menggunakan sarana yang benar, tanpa itikad buruk untuk menghinanya sebagai pribadi.
Ini juga menjadi harapan bagi segenap Warga Negara Indonesia yang tercinta ini, kiranya kita dapat mencintai dan menerima pemimpin baru kita dengan cara yang tepat dan wajar. Segala bentuk penghinaan dengan maksud terselubung kiranya dapat kita hindari untuk menjaga kehormatan bangsa, yang dikenal sebagai warga yang ramah dan murah senyum, dan serentak dengan itu sebagai bangsa yang beragama, yang berarti juga bermoral dan beretika.
Mengakhiri tulisan ini, kiranya sebagai warga negara kita dapat bersikap bijak dalam menggunakan media sosial, terutama dalam memberikan kritik terhadap kinerja pemerintah. Mari menghindari kritik yang bernada kebencian dan menghina pribadi serta privasi perorangan, karena para pemimpin adalah mereka yang memiliki martabat dan kehormatan.
Dan, sebagai warga negara kiranya juga kita tetap mengingat kata-kata Paus Fransiskus dalam lawatannya ke Indonesia beberapa waktu yang lalu, “Kalian adalah rakyat yang gemar tersenyum, jangan biarkan senyummu hilang.”