Sama seperti kesombongan, keserakahan merupakan biang diusirnya Adam dan Hawa dari Firdaus. Keserakahan berakar dari mentalitas kelangkaan (scarcity mentality). Arti dari mentalitas kelangkaan yaitu perasaan bahwa segala sesuatu sangat terbatas karena itu seseorang harus mengambilnya terlebih dahulu sebelum kehabisan.
Orang serakah menganggap bahwa segala sesuatu itu layaknya sepotong kue. Yang berarti bahwa kalau seseorang telah mendapatkan potongan besar, maka yang tertinggal adalah potongan kecil. Supaya saya tidak mendapatkan potongan kecil, maka harus mengambil terlebih dahulu sebelum orang lain mengambilnya.
Pada kenyataannya, beragam persoalan yang mencederai dan melukai kehidupan orang banyak, termasuk bangsa ini, adalah keserakahan. Keserakahan telah membuat seseorang ingin menguasai dan hilangnya kehendak baik untuk berbagi dengan orang lain.
Hal yang sama menyangkut jabatan-jabatan yang bertalian dengan kehidupan orang banyak. Kebanyakan orang mau menguasainya dengan berbagai cara, termasuk menghalalkan segala cara, untuk "memperoleh", tetapi bukan untuk "berbagi". Padahal prinsip sederhananya adalah kalau orang lain bisa/mampu, mengapa harus saya?
Tetapi karena berakar dari keserakahan, banyak orang telah berlomba-lomba untuk memperoleh dengan memperebutkan "jatah kue" walau harus membuat orang lain ketiadaan makanan, yang berarti juga telah membuat orang lain mati secara perlahan-lahan.
Pada akhirnya sebuah refleksi sederhana atas kesombongan/arogansi dan keserakahan sejatinya menyadarkan setiap orang agar selalu terbuka kepada realitas kebenaran, yang bersumber dari keterbukaan pikiran dan hati. Tanpa adanya keterbukaan ini, maka praksis kesombongan dan keserakahan akan tetap nyata, yang berarti nyata pula penderitaan dan kemalangan bagi orang lain, atau kesenangan bagi diri sendiri yang berujung kesengsaraan bagi orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H