YOLO (You Only Live Once) menekankan filosofi bahwa hidup ini hanya sekali, sehingga seseorang harus memanfaatkan setiap peluang dan mengejar pengalaman yang bermakna. Ini sering digunakan untuk mendukung keputusan yang dianggap sebagai langkah petualangan atau berani.
Istilah YOLO lebih banyak berdampak positif karena orang akan lebih menikmati hidup tanpa membuang waktu untuk memikirkan pendapat orang lain ataupun keadaan yang mengikatnya. Tapi, sikap YOLO juga bisa membawa dampak negatif kalau orang tersebut tidak dapat mengontrolnya, sehingga dia menjadi lebih sembrono dalam mengambil keputusan.
FOMO (Fear of Missing Out) merujuk pada rasa takut untuk melewatkan atau tidak ikut serta dalam kegiatan atau pengalaman tertentu yang dianggap sebagai tren atau penting. Orang yang mengalami FOMO mungkin merasa tertekan atau cemas karena merasa terpinggirkan dari kegiatan yang dianggap "harus dilakukan."
FOMO adalah suatu kondisi di mana seseorang seringkali merasa khawatir karena ketinggalan kabar atau tren yang saat itu sedang berlangsung. Biasanya, banyak generasi muda yang mengalami hal ini karena terpengaruh dari media sosial, karena takut dicap ketinggalan zaman dan enggak gaul.
Mereka juga beranggapan bahwa orang lain selalu bersenang-senang dan memiliki kehidupan yang jauh lebih baik daripada mereka. Perasaan takut tertinggal ini kemudian menimbulkan kecemasan yang bisa memicu stres berlebihan.
Istilah FOMO pertama kali diperkenalkan pada 2004 dan semakin sering digunakan sejak 2010. Istilah FOMO kemudian masuk kamus Oxford pada 2013.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H