Ternak dalam aneka jenis dan bentuk menjadi ukuran kekayaan karena nilai ekonomisnya. Ternak juga menjadi ukuran gengsi karena nilai guna dalam hubungannya dengan prosesi adat. Dan yang tak kalah pentingnya, bahwa untuk sebagian orang memiliki ternak dapat memberikan kepuasan psikologis tertentu yang membuat orang rela menghabiskan banyak waktu, materi, dan tenaga untuk memilikinya.
Berbicara tentang ternak dengan segala dimensi yang terkandung di dalamnya, tak terpungkiri bahwa sebuah pemandangan yang sudah sangat lumrah bila ternak yang seharusnya diternakkan, tetapi pada kenyataannya sering terlihat berkeliaran di pinggir jalan atau di seputar pemukiman penduduk layaknya tak bertuan.
Tak terbantahkan bahwa banyak kasus besar yang timbul karena hal yang dianggap sangat biasa ini. Jamak terdengar kasus perkelahian, pembunuhan, dan kecelakaan yang berujung maut karena ternak yang seolah-olah liar dan mengganggu kenyamanan manusia.
Tak sedikit kasus kecelakaan karena ternak yang diikat atau dibiarkan bebas di pinggir atau di tengah jalan. Kenyataan ini tentu sangat menggangu dan mengancam keselamatan pengguna jalan karena ternak tidur di tengah jalan atau kerap juga datang tiba-tiba sehingga potensi kecelakaan tak terhindarkan.
Hal lain dirasakan oleh para petani dan penduduk yang pekarangannya ditanami tanaman multiguna. Mereka dirugikan karena dibebani oleh pembayaran pajak tanah dan aneka pengeluaran lainnya, tetapi tanaman mereka nyaris tak menghasilkan apa-apa karena ternak yang terkesan liar ini.
Dan satu hal yang tak terabaikan bahwasannya kotoran ternak yang berserakan di seputar pemukiman warga, justru sangat menganggu pemandangan dan membahayakan keselamatan masyarakat.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa ternak selain bernilai ekonomis, menjadi ukuran gengsi, dan memberikan kepuasan psikologis juga dapat menjadi ancaman yang amat serius bagi rasa aman dan keselamatan manusia. Ini sangat beralasan karena ternak bisa melukai, merugikan kesehatan, membuat sesama saling bermusuhan, dan mengancam keselamatan manusia.
Persoalan yang ada kiranya menjadi perhatian serius bagi semua pihak. Sangat dibutuhkan tindakan khusus untuk menertibkan ternak yang bekeliaran. Ke depan diperlukan upaya penyuluhan kepada masyarakat, sehingga tidak ada lagi ternak yang bekeliaran dan mengganggu keselamatan manusia.
Peradaban Manusia
Peradaban manusia ditandai oleh dua ciri menonjol yakni primitifitas dan modernitas. Primitifitas dicirikan oleh hidup berpindah-pindah (nomad). Masyarakat primitif belum mengenal domestifikasi manusia, tanaman, pun hewan.
Satu hal yang pasti bahwa semuanya liar. Manusia belum mempunyai rumah untuk menetap, hewan tidak mempunyai kandang, dan sama sekali belum mengenal istilah perkebunan atau pertanian untuk tanaman, serta kandang atau peternakan untuk hewan.
Manakala manusia membutuhkan tanaman untuk makan dan keperluan lainnya, barulah mengadakan pencarian. Demikian ketika manusia membutuhkan hewan untuk makan dan daya guna lainnya, barulah diadakan perburuan dan penangkapan secara pribadi atau bersama.
Demi intensifikasi kehidupan, cara hidup manusiapun berubah. Manusia mulai beralih dari cara hidup nomaden ke cara hidup menetap (sedenter). Manusia mulai memiliki pondok/rumah untuk tinggal. Konsekuensinya ialah ketercukupan persediaan makanan. Tuntutan ini mengharuskan pemeliharaan terhadap tumbuhan dan hewan yang dianggap bisa dikonsumsi dan berguna bagi kehidupan manusia.
Perlahan manusia mulai mengenal istilah perkebunan dan pertanian untuk tanaman dan peternakan untuk hewan. Hewan yang bisa dikonsumsi dan serentak berdaya guna mulai dipelihara dan diternakan. Pada intinya manusia mulai mengenal domestifikasi. Rumah untuk manusia, kebun/ladang untuk tumbuhan, dan kandang untuk hewan. Inilah yang menjadi salah satu ciri modernitas manusia.
Seiring dengan sejarah perdabannya manusia mulai mengenal yang namanya hewan liar, hewan piaraan, dan hewan ternak. Hewan liar merupakan hewan yang hidup bebas. Hewan-hewan ini diburu untuk dimakan dagingnya, diambil kulitnya untuk pakaian, atau diambil gadingnya untuk hiasan.
Hewan piaraan merupakan hewan yang biasa dipelihara manusia untuk kesenangan atau hobi. Kucing, burung, hamster, dan anjing termasuk dalam kategori ini. Anjing misalnya dipelihara demi kesenangan juga untuk keamanan rumah ataupun mencari jejak.
Sedangkan hewan ternak merupakan hewan yang sengaja dibiakkan untuk kebutuhan konsumsi maupun industri. Contoh hewan ternak antara lain sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam dan itik. Hewan ternak dapat dimanfaatkan daging, telur, kulit, bulu dan susunya bagi kebutuhan manusia.
Ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan, sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Usaha pemeliharaan ternak disebut sebagai peternakan (atau perikanan untuk kelompok hewan tertentu) dan merupakan bagian dari kegiatan pertanian secara umum.
Ternak dapat berupa binatang apa pun (termasuk seerangga dan vertebrata tingkat rendah seperti ikan dan katak). Namun demikian, dalam percakapan sehari-hari biasanya merujuk unggas dan mamalia domestik seperti ayam, angsa, kalkun, atau itik untuk unggas, serta babi, sapi, kambing, domba, kuda, atau keledai untuk mamalia.
Beberapa daerah mengenal juga hewan ternak khas seperti unta, bison, burung unta, dan lain-lain. Jenis ternak bervariasi di seluruh dunia dan tergantung pada faktor iklim, permintaan konsumen, daerah asal, budaya lokal, dan topografi.
Kelompok hewan selain unggas dan mamalia yang dipelihara manusia juga disebut ternak. Penyebutan ternak biasanya dianggap tepat apabila hewan yang dipelihara sedikit banyak telah mengalami domestifikasi.
Peternakan adalah kegiatan yang lebih bersifat intensif atau terpola dan terpadu lewat manajemen kandang dan pakan. Kandang dibuat dengan desain dan ukuran tertentu. Begitu pula pakan dengan nutrisi yang kadar gizinya terhitung sesuai dengan kebutuhan ternak.
Ternak di tempat kita biasanya merujuk hewan mamalia seperti babi, anjing, kucing, kambing, sapi, kuda dan kerbau. Tak luput pula kategori unggas seperti burung dalam berbagai jenis, juga ayam, bebek, kalkun, dan itik.
Tentunya hewan yang diternakan ini merujuk langsung pada faktualitas kasus yang telah disebut di atas. Sekali lagi kita dihadapkan pada kenyataan bahwa ternak-ternak ini (khususnya kelompok mamalia) sangat mengganggu karena mengancam keselamatan manusia dan merusak keindahan lingkungan.
Faktualitas ini mengharuskan perhatian serius. Ini dapat bermula dari pengaturan dalam Peraturan Daerah (Perda). Perda menjadi sarana legal pemerintah untuk menertibkan ternak liar yang selama ini terasa sangat menggangu.
Di dalamnya perlu diatur lokasi pemeliharaan dan kandang untuk menjamin kebersihan, keamanan lingkungan, dan kepentingan umum. Prinsip dasarnya tidak boleh menimbulkan bahaya, merusak keindahan, dan mengganggu kepentingan umum.
Harus pula diperjelas dengan sanksi bagi setiap pelanggarnya. Sanksi yang jelas dan tegas akan memberikan efek jera bagi para pelaku pelanggaran sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa yang akan datang.
Ini masih harus ditindaklanjuti dengan sosialisasi sampai ke masyarakat yang paling bawah. Sosialisasi atas Perda termasuk sanksi bagi para pelaku pelanggaran akan membantu pemahaman masyarakat atasnya. Dengan demikian masyarakat akan sampai pada pemahaman yang disertai oleh praksis yang benar.
Adanya aturan yang disosialisasikan masih memerlukan tahap pengawasan langsung ke lapangan. Pengawasan menjadi sarana efektif untuk menguji praksis yang sesungguhnya di lapangan. Bila tidak ada pengawasan, tentu akan sebatas wacana, yang tentunya tidak menyentuh langsung realitas yang sedang terjadi dalam masyarakat.
Kenyataan di masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat kita masih dalam proses transisi dari masyarakat primitif menuju masyarakat modern. Di samping itu pula bahwa masyarakat lebih cenderung mencari gampang dengan mengabaikan prinsip kebaikan bersama.
Ini terbukti dengan kebiasaan mengikat ternak tanpa memperhatikan keselamatan manusia dan keindahan lingkungan. Asal ada rumput atau tersedianya makanan yang paling dekat, maka di sanalah ternak diikat. Masyarakat seolah tak mau susah untuk menanam rumput atau mencari rumput tanpa harus mengganggu keamanan orang lain.
Dengan demikian upaya mendorong masyarakat untuk sampai pada taraf peradaban modern dan kecenderungan mengabaikan kebaikan bersama dapat didorong melalui pemberlakuan Perda yang disertai dengan sanksi, sosialisasi, dan pengawasan yang kontinu.
Masyarakat sangat mengharapkan agar tak ada lagi korban manusia karena sebuah pembiaran. Rasa aman seharusnya menjadi bagian integral semua warga. Prinsip kebaikan bersama seharusnya menjadi satu-satunya acuan dalam membangun sebuah peradaban.
Oleh karenanya ternak dan segala nilai gunanya tidak boleh mengorbankan manusia dan keselamatannya. Idealnya bahwa manusia lebih mencintai manusia tanpa harus mengorbankan makhluk tercipta lainnya dalam sebuah keselarasan.
Tulisan yang sama dapat dibaca dalam:
1.https://andreasneke.blogspot.com. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H