Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memaknai Pesta Reba/Makna Fundamental Pesta Reba

1 Juni 2024   18:55 Diperbarui: 1 Juni 2024   19:09 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Dua ethnolog ternama, yakni P. Dr. Paul Arndt, SVD dan P. Dr. Herman J. Bader, SVD menulis bahwa masyarakat Ngada berasal dari Yunan Selatan yakni sebuah wilayah di China Selatan. Su'i Uwi memperjelasnya dengan menyebut "dari China nan jauh di sana" (pu'u zili Sina one). Sina (China) bertalian langsung dengan artikulasi masyarakat Bajawa yang menyebut China dengan Sina.


Perdebatan atasnya boleh saja mengemuka dengan melihat realitas yang berkembang dewasa ini. Boleh saja kita mengkaji dan menelaahnya secara lebih mendalam dengan membandingkan corak fisik, bahasa, dan beragam hal lainnya. Tetapi satu hal yang tak dapat disangkal bahwa asimilasi dan akulturasi budaya yang terjadi dalam perjumpaan pengembaraan leluhur budaya Reba dengan segala realitas yang berada di sekitarnya telah menyebabkan beragam perbedaan yang tak dapat disangkal dalam beragam aspek yang melekat di dalamya.


Selanjutnya Su'i Uwi mengetengahkan bahwa dari tempat yang tidak diketahui namanya, leluhur budaya Reba tiba di Selo (zili Selo one - sudah berada di Seylon). Selo (Seylon) berkaitan langsung dengan artikulasi masyarakat budaya Reba yang hanya mempunyai dua suku kata tanpa menyelinginya dengan sangau atau konsonan di tengah dan di belakang kata.

Tahap awal pengembaraan bermula dengan membuat sebuah perahu. Perahu tersebut dibuat dengan tiang yang besar. Pengembaraan mengarungi lautan dipimpin oleh mosa (pemimpin). Dan, yang pasti ada nahkoda yang menahkodai mereka dalam mengarungi lautan. Inilah yang menjadi cikal bakal persiapan mengarungi lautan sehingga sampailah leluhur budaya Reba ke tempat yang mereka tuju untuk pertama kalinya yakni di Aimere (Tiwalina).


Dalam pengembaraannya para leluhur budaya Reba juga menyinggahi tempat-tempat yang menjadi persinggahan mereka. Su'i Uwi menyebutkan tempat-tempat tersebut seperti Jawa, Bima, dan Sumba. Su'i Uwi menyebut zili Jawa one (sudah berada di Jawa nan jauh di sana). Su'i Uwi tidak menyebut Bima secara eksplisit. Yang disebut adalah Raba (zili Raba one). Raba adalah sebuah kampung yang berada di pantai Utara Bima.

Yang terjadi di tempat-tempat persinggahan tersebut tidak hanya pernikahan dengan gadis Jawa, Bima, dan Sumba, tetapi bahwa mereka juga membawa serta bibit-bibit tanaman seperti padi dari Jawa, jagung dari Bima, dan lontar dari Sumba. Dan pada akhirnya perkawinan-perkawinan tersebut menjadi cikal bakal keturunan masyarakat budaya Reba yang kemudian membentuk klan (woe).


Bagian terakhir ajaran Su'i uwi mengetengahkan ajaran tentang etos kerja dan moralitas. Kedua ajaran ini bermaksud untuk menciptakan keadilan dan kedamaian. Ajaran yang termaktub di dalamnya berupa penyerahan hak dan kewajiban atas tanah. Di dalamnya mengharuskan para penerus budaya Reba untuk bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.


Sedangkan ajaran tentang moralitas berupa ajakan untuk saling mengasihi seorang dengan yang lainnya. Hal ini penting demi terwujudnya harmoni dalam realitas kehidupan. Tekanan utamanya adalah nasihat untuk tidak mencemarkan nama baik sesama manusia. Dan pada akhirnya Su'i Uwi juga megetengahkan hukuman atas pelanggaran. Besar kecilnya hukuman sangat bergantung pada besar kecilnya suatu kejahatan yang telah diperbuat.


Seperti telah dikemukakan di atas, Su'i Uwi merupakan ajaran pokok masyarakat budaya Reba. Ajaran ini sedemikian fundamental sehingga masyarakat budaya Reba harus senantiasa mengingat, mengenang, dan melestarikannya dalam setiap upacara Reba. Dalam upacara tahunan ini terwujudlah peluhuran terhadap Su'i Uwi oleh pemimpin Su'i Uwi yakni ketua suku dalam kesatuan hukum adat.


Disadari bahwa upacara Reba dewasa ini lebih menekankan ritus tanpa penjelasan dan pemaknaan atasnya dan lagi atas Su'i Uwi itu sendiri. Bahaya yang timbul adalah kehilangan makna dasariah dari kedalaman makna yang sesungguhnya. Nilai dan makna luhur yang terkandung dalam Su'i Uwi hampir tidak pernah lagi disampaikan kepada generasi berikutnya sehingga ke depan pasti akan kehilangan makna dasar yang terkandung di dalamnya.


Hal lainnya adalah estafet pentradisian yang sangat terbatas pada orang-orang tertentu saja sehingga menjadi sangat kabur bagi yang lainnya. Ini mengharuskan bahwa demi estafet tradisi yang lebih baik, maka perlulah penjelasan dan pemaknaan secara benar sesuai dengan ajaran Su'i Uwi itu sendiri, sehingga pelaksanaan pesta Reba tidak sebatas ritus tanpa makna, tetapi bagaimana memahami dan memaknai pesta Reba, termasuk di dalamnya memahami dan memaknai Su'i Uwi yang menjadi inti dari pesta Reba itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun