Kerap terjadi bahwa setelah pesta diselenggarakan, pihak penyelenggara pesta harus pusing tujuh keliling untuk membayar utang pesta. Ternyata kesenangan dan kenikmatan semalam masih harus dibayar dalam jangka waktu yang panjang. Tak jarang pula mengorbankan banyak waktu, tenaga, dan materi untuk membayarnya. Pesta usai tetapi utang masih harus dibayar. Inilah kekeliruan lain yang kerap terjadi.
Bertalian dengan realitas ini, kiranya nilai sebuah gengsi/kehormatan seharusnya dilihat dalam konsep dan kaca mata yang lebih luas dan mendalam.
Gengsi/kehormatan bisa mencakup banyak aspek dalam bidang kehidupan, misalnya karena melakukan kebaikan, memiliki pendidikan dan pengetahuan yang memadai, kesanggupan orang tua dalam mendidik dan menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi, kesanggupan untuk keluar dari jerat kemiskinan, serta beragam prestasi lain yang membanggakan.
Kiranya waka (gengsi/kehormatan) tidak dapat direduksi sebatas kenikmatan mulut dan kepuasan perut. Waka (gengsi/kehormatan) juga tidak dapat dinilai sebatas pujian dan sanjungan orang banyak, tetapi lebih dari itu menyangkut kualitas personal dan kelompok untuk menata dan membangun sebuah peradaban manusia yang lebih manusiawi dalam beragam aspek kehidupan.
* * *
Waka Waka-nya Shakira bagi benua Afrika masih dan sedang dalam proses pembuktian. Perjuangan sedang dan akan terus berlangsung sepanjang sepak bola masih dicintai oleh penghuni jagad ini. Bila bukan sekarang, mungkin empat tahun, delapan tahun, atau dua belas tahun ke depan. Bila saatnya trofi bergengsi itu diangkat oleh pemuda-pemuda Afrika, Waka Waka-nya Shakira menjadi sebuah kenyataan.
Yang pasti bahwa Waka Waka-nya Shakira menjadi kesempatan pembuktian di ajang olahraga dan sebuah usaha bersama demi peningkatan ekonomi, bantuan sosial untuk anak-anak Afrika yang membutuhkan pendidikan, serta solidaritas untuk membangun sebuah peradaban manusia tanpa sekat yang membedakan satu dengan yang lainnya.
Satu pertanyaan kecil yang menggelitik, bila Waka Waka-nya Shakira merupakan ungkapan harapan untuk meraih mimpi indah, apakah waka -nya (gengsi/kehormatan) orang Bajawa, Flores, dan NTT pada umumnya masih sebatas mimpi mengadakan pesta yang memiskinkan? Mata dunia juga sedang menatap Flores dan NTT. Mudah-mudahan waka kita lebih terarah pada kebaikan dan kemajuan yang memerdekakan. Mari kita bersama membuktikannya.
Tulisan yang sama dapat dibaca dalam:
1. https://andreasneke.blogspot.com.Â
2. Buku " Iman yang Membumi, Menelusuri Praksis Berimana Masyarakat Ngada, Flores, NTT", karangan Andreas Neke