Catatan Awal
       Tema ini merupakan motto dari lembaga pendidikan SMAS Katolik St. Clemens Boawae. Lama setelah sebuah pencarian yang cukup panjang, akhirnya motto ini dirumuskan bersama dalam hari studi guru. Pertanyaan sederhana tentunya muncul dari benak kita masing-masing, apa makna terdalam dari motto ini. Atau yang lainnya, apa makna yang terkandung di dalamnya.
Dengan demikian uraian berikut merupakan pencarian makna atas motto yang dimaksud. Uraian di dalamnya merupakan refleksi biblis-teologis atasnya, yang diharapkan agar penemuan makna biblis-teologis ini akan mengantar kita pada pemaknaan yang benar dalam peziarahan pendidikan kita di lembaga pendidikan yang tercinta ini.
Mematri Kasih
       Merujuk pada perikop Luk 8:4-15, kita coba menggali pemahaman dasar atas gagasan mematri kasih dan meraih prestasi. Secara sederhana, mematri berarti meresapkan dalam hati dan menjadikannya sebagai bagian dari diri seseorang. Karena telah menjadi bagian dari diri/pribadi, dengannya berarti telah meresapi dan menjiwai keseluruhan hidup seseorang.
       Bila kembali merujuk pada perikop di atas, mematri kasih boleh disejajarkan dengan "benih yang jatuh di tanah yang baik". Benih yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang yang mendengarkan Firman Allah dan menyimpannya dalam hati. Orang yang menyimpan Firman dalam hati ialah orang yang menerima Firman itu dan meresapkannya dalam hati serta menjadikan Firman itu menguasai dan menjiwai keseluruhan hidupnya.[1]
Â
       Kasih dalam konsep biblis-teologis merujuk pada pada banyak pengertian. Perjanjian Lama menunjuk pada kasih yang bersifat pribadi dan selektif. Bersifat pribadi karena berakar pada sifat Allah sendiri, layaknya Dia mengasihi Israel sebagai bangsa yang terpilih. Kasih ini akan lebih jelas dalam kasih seorang ibu kepada anaknya. Kasih di sini disertai dengan kerelaan menanggung derita. Kasih adalah bagian dari kepribadian yang tak dapat sirna oleh murka sekalipun, karena pada hakekatnya ketidaksetiaan Israel tidak pernah meniadakan kasih Allah. Allah senantiasa setia dalam ketidaksetiaan manusia.
Â
       Kasih juga bersifat selektif karena Allah mengambil inisiatif untuk memilih Israel. Allah memilih Israel karena Dia mengasihi mereka. Kasih ini bersifat spontan dan tidak lahir karena suatu nilai tertentu. Bahkan kasih itu memberikan nilai atas obyek tertentu. Ini berarti bahwa pilihan Allah atas Israel menjadikan Israel mempunyai nilai dan arti di hadapan Allah dan manusia, karena Israel tidak ada apa-apanya tanpa status keterpilihan Allah atas mereka.
Â
       Perjanjian Baru menggambarkan kasih dalam Allah yang mengasihi manusia. Ini tampak dalam diri Yesus. Yesus adalah penampakan kasih Allah yang menyembuhkan, menerima orang berdosa, dan menjadi sahabat untuk semua orang. Ini menggambarkan tindakan Allah yang menyelamatkan. Penyelamatan ini menunjuk Allah yang mengasihi manusia.
Â
       Puncak penyelamatan diri Allah dalam diri Yesus tampak dalam peristiwa Salib. Salib menjadi klimaks dimana Allah telah menunjukkan dan membuktikan cinta-Nya kepada manusia. Dalam Salib Allah telah menyerahkan semua untuk semuanya tanpa reservasi bagi diri-Nya sendiri. Dengannya peristiwa Salib menjadi puncak segala perwujudan cinta Allah bagi segenap umat manusia.
Â
       Dengan demikian mematri kasih harus berakar pada sifat Allah yang mengasihi. Sejatinya mematri kasih mengandung kesediaan untuk berkorban dan menanggung penderitaan. Mematri kasih seharusnya bermula dari inisiatif yang bersifat spontan (bukan karena apa/sesuatu) dan harus tampak dalam aksi/tindakan menyelamatkan. Di sana ada pemberian diri yang total untuk meraih sesuatu yang baik dalam kehidupan.
Â
       Mematri kasih sebagai seorang peserta didik berarti kesediaan untuk berkorban dan menanggung penderitaan. Anda bisa berkorban dan menanggung penderitaan dalam banyak hal. Dan ini bisa dimulai dalam hal-hal kecil.[2] Belajar ketika kebanyakan teman: tidur/ber-HP ria, bercerita/gosip, atau ke pasar; ke sekolah walaupun kebanyakan teman ke kampung untuk prosesi adat, berpesta pada pesta nikah atau sambut baru, dll. Dengan sikap mau berkorban dan menanggung derita ketika kebanyakan teman menikmati kesenangan dan kenikmatan sesaat, pada akhirnya akan memampukan Anda untuk meraih hasil positif karena pengorbanan dan penderitaan yang telah Anda berikan.
Â
      Â
Â
Meraih Prestasi
Â
       Meraih berarti menggapai/memperoleh/mendapatkan. Prestasi (prestise) adalah buah/hasil dari perjuangan, dan kehormatan yang diperoleh karena sesuatu yang telah diperbuat oleh seseorang. Dengannya meraih prestasi dapat dirumuskan sebagai sebuah usaha atau tindakan untuk menggapai/memperoleh/mendapatkan buah atau hasil dari perjuangan, dan serentak dengannya merupakan kehormatan yang diperoleh karena telah melaksanakan tugas dengan penuh pengorbanan (sebagai guru: mendidik dan mengajar, murid: belajar).
Â
Bila kembali merujuk pada perikop Lukas, sama dengan tanah yang baik, yaitu "orang yang mengeluarkan buah dalam ketekunan". Orang akan mampu mengeluarkan/menghasilkan buah dalam hidupnya bila telah "mendengarkan dan meresapkan" Firman dalam hatinya. Ini berarti bahwa buah/hasil/kehormatan akan diperoleh jika telah menyimak sesuatu dengan saksama dan menjadikan "sesuatu" itu sebagai bagian dari dirinya.
Â
       Sebagai siswa, prestasi adalah buah/hasil/kehormatan yang akan diperoleh jika Anda telah mendengarkan dan meresapkan pengajaran dengan baik. Anda seharusnya menjadikan setiap pengajaran Bapak/Ibu guru sebagai bagian diri Anda, yang dengannya Anda kemudian akan "mengeluarkannya" dalam rupa buah/hasil/kehormatan yang memuaskan, yang tentunya dalam prestasi yang memuaskan pula.
Â
       Dan lebih lagi, jika Anda meresapkan Firman yang adalah Allah itu dalam hati, dengannya Firman itu akan merajai dan menguasai keseluruhan diri dan perjuangan diri Anda, yang pastinya Anda tentu akan menghasilkan buah yang melimpah dalam keseluruhan perjuangan Anda sebagai seorang pelajar.
Â
Â
Catatan Akhir
Â
       Mematri kasih dan meraih prestasi adalah dua hal yang sejalan. Anda akan berprestasi jika Anda telah mengasihi lewat kesediaan untuk berkorban dan menanggung penderitaan. Tanpa kasih tidak akan pernah ada prestasi. Kasih itu akan tampak dalam kesediaan untuk berkorban dan menderita dalam belajar. Tanpa kesediaan untuk berkorban dan menderita dalam belajar, Anda tidak akan pernah berprestasi. Tak mungkin Anda berprestasi tanpa ada kasih yang mau berkorban dan menderita. Ini memerlukan pemberian diri yang total. Ingatlah bahwa Anda akan menuai apa yang telah Anda taburkan. Bila Anda menabur angin tentu akan menuai badai, sebaliknya bila Anda menabur kasih tentu Anda akan menuai prestasi.
Â
Â
Daftar Pustaka
Â
Â
Â
A. Nygren, Agape and Eros, 1953
Â
J. D. Douglas, The New Bible Dictionary, 1993
Â
J. Moffatt, Love in the New Testament, 1992
Â
Xaver Leon-Dufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru, 1990
Â
Â
Â
Tulisan yang sama dapat dibaca dalam:
1. https://andreasneke.blogspot.com/
2. Buku "Remaja dan Pergumulan Jati Dirinya", Karangan Andreas Neke
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI