Perjanjian Baru menggambarkan kasih dalam Allah yang mengasihi manusia. Ini tampak dalam diri Yesus. Yesus adalah penampakan kasih Allah yang menyembuhkan, menerima orang berdosa, dan menjadi sahabat untuk semua orang. Ini menggambarkan tindakan Allah yang menyelamatkan. Penyelamatan ini menunjuk Allah yang mengasihi manusia.
Â
       Puncak penyelamatan diri Allah dalam diri Yesus tampak dalam peristiwa Salib. Salib menjadi klimaks dimana Allah telah menunjukkan dan membuktikan cinta-Nya kepada manusia. Dalam Salib Allah telah menyerahkan semua untuk semuanya tanpa reservasi bagi diri-Nya sendiri. Dengannya peristiwa Salib menjadi puncak segala perwujudan cinta Allah bagi segenap umat manusia.
Â
       Dengan demikian mematri kasih harus berakar pada sifat Allah yang mengasihi. Sejatinya mematri kasih mengandung kesediaan untuk berkorban dan menanggung penderitaan. Mematri kasih seharusnya bermula dari inisiatif yang bersifat spontan (bukan karena apa/sesuatu) dan harus tampak dalam aksi/tindakan menyelamatkan. Di sana ada pemberian diri yang total untuk meraih sesuatu yang baik dalam kehidupan.
Â
       Mematri kasih sebagai seorang peserta didik berarti kesediaan untuk berkorban dan menanggung penderitaan. Anda bisa berkorban dan menanggung penderitaan dalam banyak hal. Dan ini bisa dimulai dalam hal-hal kecil.[2] Belajar ketika kebanyakan teman: tidur/ber-HP ria, bercerita/gosip, atau ke pasar; ke sekolah walaupun kebanyakan teman ke kampung untuk prosesi adat, berpesta pada pesta nikah atau sambut baru, dll. Dengan sikap mau berkorban dan menanggung derita ketika kebanyakan teman menikmati kesenangan dan kenikmatan sesaat, pada akhirnya akan memampukan Anda untuk meraih hasil positif karena pengorbanan dan penderitaan yang telah Anda berikan.
Â
      Â
Â
Meraih Prestasi