Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Remaja dan Sosialisasi Diri

27 Mei 2024   07:05 Diperbarui: 27 Mei 2024   07:15 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak dapat dipungkiri bahwa kecenderungan sosialisasi diri melekat juga dalam diri remaja. Gordon menguraikan bahwa manusia pada dasarnya senang berkumpul dengan yang sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda.[6] Pada diri remaja, hal ini biasanya berbarengan langsung dengan pemberontakan kepada orang tua/yang lebih tua karena dalam kelompok yang sepadan mereka mengalami hal yang kurang lebih sama.[7]

 

Di dalam kelompok ada rasa aman dan terlindungi dari ancaman dan gangguan dari luar. Rasa ini melahirkan perasaan yang kuat dan bahkan teramat kuat antar anggota kelompok. Keyakinan yang ada pada akhirnya kerap melahirkan kebenaran yang berlebihan atas apa yang menjadi gagasan kelompok.[8] Ditambah lagi dengan keinginan untuk diterima dan diakui sebagai anggota dalam kelompok (in groups), membuat remaja nekat berbuat apa saja agar dapat diterima dan diakui di dalamnya.[9]

 

Tak jarang bahwa sebaik apapun komunikasi pada masa kanak-kanak, remaja akan menutup diri, membatasi dan mendistorsi komunikasi dengan orang tuanya. Sebaik apapun relasinya dengan orang tua, remaja tetap memprioritaskan kawan sebaya. Dan, sedekat apapun orang tua dengan remaja, mereka masih lebih dekat dengan teknologi seperti komputer, HP, game, dll.[10]

 

Ini berbarengan langsung dengan kecemasan terbesar yakni ditolak dan dipermalukan oleh teman-teman sebaya, yang terkadang melebihi ketakutan mereka terhadap kematian. Ditambah lagi kata-kata teman sebaya sering dalam bentuk dukungan (dalam hal negatif) dan teror membuat remaja lebih memprioritas teman (kelompok) dari pada orang tua/yang lebih tua. [11]

 

Demikian dapat disimpulkan bahwa sosialisasi diri remaja terjadi dalam kelompok karena di sana ada rasa aman dan terlindungi. Ini berhubungan langsung dengan keinginan yang sangat kuat untuk diterima dan diakui sebagai bagian dari kelompok (a part of group), sehingga menimbulkan gap dengan orang tua/yang lebih tua dan lebih memprioritaskan kelompok serta semua kecenderungan yang ada dalam kelompok yang bersangkutan.

 

Ini berarti bahwa jika kelompok dan segala kecenderungannya positif, maka individu akan bertumbuh menjadi pribadi yang baik, sebaliknya jika kelompok dan segala kecenderungannya negatif, maka individu akan bertumbuh menjadi pribadi yang buruk. Maka kecenderungan negatif inilah yang perlu disadari dan dibenahi agar pada akhirnya seorang remaja dapat bertumbuh menjadi pribadi yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun