Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sa'o Adha atau Sa'o Ngaza dalam Perspektif Masyarakat Ngada

6 April 2024   07:24 Diperbarui: 17 Mei 2024   09:57 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sa'o Fole Ghedhe-Na'i Rasi (Dok. Pribadi)

SA'O ADHA atau SA'O NGAZA

RUMAH ADAT DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT NGADA

Rumah adat dalam Bahasa Bajawa disebut sa'o adha (rumah adat) atau sa'o ngaza (rumah bernama). Sa'o (rumah) merupakan kata kerabat Austronesia. Kata yang dekat dengan bunyi dan punya kemiripan makna dengan sa'o adalah saung dalam gugus budaya Sunda.

Menurut peneliti dan pakar budaya Ngada, Dr Watu Yohanas Vianey, rumah tradisional masyarakat Ngada merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai centrum kegiatan adat istiadat.

Rumah sebagai sa'o adha (rumah adat) erat kaitannya dengan kegiatan kebudayaan dan praktik-praktik kearifan lokal yang tradisional, normatif, dan sakral. Sedangkan rumah sebagai sa'o ngaza adalah rumah tradisional yang memiliki nama. Nama rumah tradisional ini terkandung kekayaan makna moralitas, spiritualitas, dan sakralitas.

Rumah yang tidak memiliki nama dalam wilayah budaya Ngada disebut baru atau rumah biasa. Rumah itu didirikan di luar perkampungan adat.

Rumah adat masyarakat Ngada bukan sekedar ekspresi dan artefak budaya masyarakat adat setempat, tetapi lebih dari itu terkandung nilai-nilai, citra, dan jiwa yang terkandung di dalamnya.

Masyarakat Ngada percaya bahwa roh leluhur tetap bersemayam dan menjaga keselamatan penghuni rumah, selain itu pula menjadi cerminan status sosial dari penghuni sa'o.

Ini artinya bahwa dalam rumah adat terkandung faktor kepercayaan bahwa rumah itu lebih dari sekedar tempat berteduh, melainkan tempat tinggal yang memiliki aspek simbolis dan kosmologis, yang didirikan untuk tujuan ritual dan ingin menghadirkan kesatuan kosmik antara yang Ilahi dan manusiawi.

Dari uraian di atas tampak bahwa pandangan kosmologi masyarakat Ngada sangat mempengaruhi cara hidup mereka. Pemahaman bahwa ada kekuatan lain (yang mutlak) yang menguasai semesta, baik di tingkat atas maupun bawah (Dewa Zeta, Nitu Zale), melahirkan sejumlah upacara/ritual adat yang pada intinya "memohon" keselamatan, restu, dan ucapan syukur atas apa yang telah dialami oleh setiap masyarakat Ngada dalam hidup pribadinya, keluarga, d suku maupun kampung.

Muara dari semua upacara ini, adalah menjaga harmoni dengan sesama, alam semesta, dan Yang Ilahi. Kesatuan dengan alam sebagai makrokosmos sangatlah penting bagi orang Bajawa karena tindakan melukai sesama atau  mencederai yang lain dapat mengundang murka alam. Karena itu, sejumlah upacara yang terkait religiusitas asli yang dipaparkan di atas merupakan upaya untuk meredakan murka alam dan Yang Ilahi dalam kehidupan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun