Politik KompetensiÂ
Politik adalah keterarahan untuk kepentingan dan kebaikan bersama. "Bersama" yang dimaksud adalah warga masyarakat, yang berarti pula mencakup semua, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan atau keluarga atau tim sukses.
Keterarahan untuk kepentingan dan kebaikan bersama mengandaikan bahwa para Caleg memiliki kompetensi. Kata kompetensi berasal dari bahasa Inggris competence atau competency, yang berarti kemampuan, kecakapan, dan wewenang.
Ini berarti jika seseorang memiliki kompetensi berarti kompeten (cakap) atau "having suitable or sufficient skill, knowledge, experience, etc., for some purpose; properly qualified", yang berarti memiliki keahlian, pengetahuan, pengalaman yang mendukung. Atau dengan perkataan lain memiliki kualitas dalam menjalankan amanat rakyat.
Politik gagasan berarti kualitas kreatif dalam menggunakan isi kepala dan kata hati untuk kebaikan dan kepentingan orang banyak. Tanpa kualitas bergagasan dapat dipastikan bahwa seorang Caleg impotensi (tidak memiliki keahlian, pengetahuan, pengalaman). Atau yang seharusnya kompeten tetapi pada kenyataannya impoten.
Dalam praksisnya, seorang Caleg harus paham akan tugas dan mampu memperjuangkan tugas-tugasnya secara baik dan benar. Harapannya adalah bukan sekedar digaji dan ikut arus tetapi memiliki pertimbangan intelektual dan hati nurani dalam segala kebijakan dan keputusan menyangkut banyak orang.
Diharapkan agar praksis politik ke depannya adalah lebih mementingkan gagasan dari pada uang. Politik harus lahir dari gagasan, karena gagasan akan melahirkan tindakan untuk kebaikan dan kepentingan bersama.
Sudah saatnya masyarakat memiliki kemampuan mengeliminasi para Caleg yang miskin gagasan tetapi kaya secara materi dan tidak memiliki gagasan. Para Caleg yang dipilih seharusnya mereka yang memiliki kompetensi dan tidak impoten.
Prinsip dasar demokrasi bahwa suara rakyat yang adalah suara Tuhan. Suara rakyat dapat menjadi suara Tuhan bila dalam dirinya masyarakat juga mampu menggunakan pertimbangan akal budi yang jernih dan hati nurani yang murni untuk menentukan pilihan politik.
Tanpa pertimbangan ini, keduanya baik Caleg maupun masyarakat tetap hidup dalam praksis politik yang sesat. Yang berarti bahwa Vox populi non est vox Dei (suara rayat bukan suara Tuhan).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H