“Bisa jadi seperti itu Pak”
“Seandainya saya menulis untuk Rio, apa saya suka sama Rio?”
“Bapak tidak mungkin menulis untuk Rio. Dia laki-laki”
“Baiklah. Silahkan masuk ke dalam kelas”
“Tapi pak!” Gia sepertinya belum puas dengan jawaban ku. Sementara Eli terus merunduk.
“Sudah. Masuk ke kelas. Pasti Guru kalian sudah menunggu di kelas” Jawab ku agak sedikit keras.
Eli dan Gia pun pergi. Gia sepertinya belum puas dengan jawaban ku. Wajahnya tampak kesal saat berjalan. Sambil berjalan dia terus mengusik Eli. Sementara Eli hanya merunduk. Eli sepertinya masih memikirkan sesuatu.
Hati ku jadi gusar. Kenapa jadi seperti ini? Kembali ku periksa tulisan ku. Ku perhatikan lamat-lamat kata demi kata dalam tulisan itu. Apa ada unsur suka di dalamnya. Semakin dalam ku perhatikan dan cermati tak ada unsur suka disitu. Aku pun diam dan merenung. Otak ku bercabang mencari solusi. Sudah seperti Pegadaian saja. Apa perlu aku ke Pegadaian. Menyelesaikan masalah tanpa masalah. Ahk, kenapa jadi ngawur. Sial.
Setelah beberapa menit. Tiba-tiba ide itu datang begitu saja. Kerja otak ini memang aneh. Lelah berpikir ide itu pergi. Waktu tak di pakai berpikir, dia datang begitu saja. Akhirnya ku tulis begini.
Memberi komentar itu baik. Setiap manusia berpikir pasti mengomentari. Itulah gunanya indera mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, mulut untuk berbicara dan kulit untuk merasa. Namun, bukankah hewan juga memiliki itu? Sedangkan manusia itu punya akal. Akal itulah yang di pakai untuk mengkombinasikan apa yang di lihat, di dengar, di cium, di rasa dan di kata. Tapi ingat pepatah “mulut mu harimau mu”. Tampilkanlah apa yang mulut gunakan itu menjadi nyata, jika kau belum mampu menyatakannya, kau belum memahaminya. Nyatakanlah dia. Jika kau belum mampu menyatakannya, jangan mengatakannya. Jika kau sudah mampu menyatakannya, lengkapilah dia dengan hati. Saya tunggu pemahaman kalian.
Tersenyum aku setelah selesai menuliskannya. Setelah pulang sekolah ku tempel tulisan ini di mading Eli. Sengaja aku menempelkannya setelah tidak ada lagi siswa. Ahk. Sambil berjalan aku terus tersenyum. Aku teringat Gia dengan pernyataannya “Bapak suka sama Eli”.