Mohon tunggu...
Andrea Puspa
Andrea Puspa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Semester 1

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Atasi Perilaku Agresif Pelaku Bullying Melalui Konseling Gestalt

3 Januari 2022   18:43 Diperbarui: 4 Januari 2022   18:31 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edukasi. Sumber ilustrasi : pixabay.com

Oleh

Andrea Puspa, Diah Lestari dan Laila Meiliyandrie Indah Wardani

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

Ada sebuah keutuhan, perilaku yang tidak dapat ditentukan oleh elemen (bagian) dalam diri mereka, akan tetapi di mana bagian-proses itu sendiri akan ditentukan oleh sifat intrinsik yang menyeluruh. Hal inilah yang bisa menjadikan sebuah harapan dari tercipta teori Gestalt untuk bisa menentukan sifat keutuhan tersebut.

-Max Wertheimer

Bullying itu Apa Sih?

Menurut pendapat Coloroso dalam (Aini, 2018), bullying adalah suatu perbuatan atau tindakan kekerasan yang dilakukan secara berulang kali oleh siswa yang lebih berkuasa (pelaku bullying) kepada siswa yang lebih lemah (korban bullying), dan dilakukan dengan di sengaja yang bertujuan untuk membuat korbannya menjadi terluka, baik dari segi fisik maupun psikis. Fenomena ataupun kejadian kekerasan yang ada di sekolah yang dilakukan oleh teman sebaya di Indonesia, sekian lama juga semakin meningkat. Kejadian tindakan kekerasan yang terjadi pada umumnya dilakukan  dalam bentuk fisik maupun psikis, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Bullying

Menurut pendapat Ariesto dalam (ZAKIYAH et al., 2017), ada beberapa faktor penyebab pelaku bullying melakukan bullying, yaitu  :.

  1. Keluarga

pelaku bullying biasanya berasal dari keluarga yang memiliki berbagai masalah di rumahnya. Contohnya, Orang tua yang menghukum anaknya terlalu berlebihan, situasi rumah yang penuh dengan emosi atau amarah, Keluarga broken home dan kedua orang tuanya yang selalu bertengkar di hadapan anaknya, dll. Dari berbagai contoh tersebut, seorang anak pasti akan mencontohkan konflik-konflik yang ada lalu menirukan kepada temannya.

  1. Sekolah

Perilaku bullying sendiri sebenarnya sudah banyak dijumpai di sekolah-sekolah, akan tetapi para pihak sekolah kurang memperhatikan kejadian bullying yang dilakukan di lingkungan sekolah. Maka dari hal inilah, pelaku bullying secara tidak langsung mendapatkan kekuatan atau dorongan untuk berperilaku agresif untuk melakukan bullying kepada teman-temannya yang lain, yaitu dengan cara menindas si korban, entah itu fisiknya maupun psikisnya.

3.Faktor Kelompok Sebaya (geng)

Kelompok teman sebaya atau biasanya disebut geng, yang bermasalah di sekolah sudah pasti akan memberikan dampak atau pengaruh buruk bagi teman-teman lainnya, seperti bersikap dan berkata kasar kepada para guru dan staf yang berada di sekolah, sesama temannya, dan bolos sekolah secara bersamaan. Namun terkadang, pelaku bullying melakukan bullying tujuannya hanya untuk membuktikan kepada teman sebayanya, supaya dapat diterima di dalam kelompok atau geng tersebut, walaupun sebenarnya mereka sendiri juga tidak nyaman melakukan hal itu, akan tetapi mau tidak mau mereka harus melakukannya.

4.    Kondisi lingkungan sosial

Kondisi lingkungan sosial juga memiliki pengaruh terhadap perilaku agresif pelaku bullying, salah satu penyebabnya yaitu, kemiskinan. Pelaku bullying yang hidup dengan keterbatasan ekonomi pasti akan melakukan berbagai cara demi mendapatkan apa yang sedang ia inginkan atau butuhkan, makanya tidaklah heran jika banyak sekali di lingkungan sekolah terjadi pemerasan atau pemalakan yang dilakukan dengan disertai tindak kekerasan.

5.    Penayangan Televisi maupun Media Cetak

Televisi dan media cetak dapat membentuk perilaku bullying dari berbagai tayangan yang telah mereka lihat atau baca. Kemudian pelaku bullying, akan memperagakan adegan-adegan atau gaya bahasa di film atau di media cetak yang dilihatnya, baik dalam bentuk gerakan maupun perkataan.

Jenis - Jenis Bullying

Menurut pendapat Coloroso dalam (Yuliani, 2019) , terdapat beberapa jenis perilaku bullying yang dilakukan oleh pelaku bullying, yaitu :

  1. Bullying Fisik

Perilaku penindasan yang dilakukan pada fisik korban bullying. Bullying fisik ini merupakan jenis yang paling terlihat dan sangat mudah untuk diidentifikasi di antara jenis-jenis bullying yang ada. Contoh bullying fisik ini yaitu seperti, memukul, mencekik, menyikut, menampar, menendang, menggigit, mencakar, meludahi atau bahkan hingga menghancurkan barang-barang milik korban bullying.

  1. Bullying Verbal

Merupakan jenis bullying yang paling  sering dilakukan oleh pelaku bullying baik itu perempuan ataupun laki-laki, kekerasan verbal paling sering dilakukan karena bersifat mudah untuk ditirukan kepada temannya. contohnya adalah meledek nama orang tua, mencela, memfitnah, kritikan yang kejam, penghinaan, pemalakan, gosip atau bahkan yang lebih parah itu pernyataan-pernyataan yang mengarah pada ajakan seksual atau pelecehan.

  1. Bullying Relasional

Jenis bullying yang dilakukan pelaku bullying, ini paling sulit diidentifikasikan.  Penindasan Relasional biasanya dilakukan dengan cara melemahkan atau merendahkan harga diri korban bullying, seperti melakukan pengucilan atau penghindaran, perilaku ini dapat meliputi sikap-sikap yang tidak terlihat seperti tatapan yang cukup agresif, cibiran, tawaan yang mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek.

4.     Cyber Bullying

Jenis bullying terbaru. Semakin canggihnya teknologi, internet serta media sosial sekarang ini. Bullying yang dilakukan dalam jenis cyber bullying biasanya, korban akan mendapatkan pesan-pesan yang bersifat negatif secara terus-menerus dari si pelaku bullying atau bisa disebut seperti meneror. Contohnya yaitu , mengirimkan pesan yang bertujuan untuk menyakiti hati si korban, membuat suatu website yang bertujuan untuk mempermalukan harga diri korban bully dan kemudian si korban dijauhi oleh lingkungan sekitarnya. Bullying ini biasanya dilakukan para siswa yang paham betul akan kecanggihan sarana teknologi dan media elektronik yang ada.

 

Secara umum, pada  siswa laki-laki biasanya lebih banyak melakukan jenis bullying secara fisik dan anak perempuan biasanya lebih banyak menggunakan bullying relasional atau melukai psikis si korban, akan tetapi keduanya juga sama saja merupakan perbuatan mengintimidasi yang bertujuan untuk melukai korban bullying baik secara langsung maupun tidak langsung. Perbedaan ini, sebenarnya lebih terkait pada pola sosialisasi yang terjadi di antara siswa laki-laki dan perempuan (Yuliani, 2019)

Ciri- ciri Dan Cara Mengatasi Perilaku Agresif Pelaku Bullying

Menurut pendapat Antasari dalam (Gestalt & Kursi, 2012) pelaku bullying, biasanya memiliki perilaku agresif dengan ciri-ciri sebagai berikut :

 Menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Perilaku agresif yang dilakukan setiap pelaku hampir semua dapat  menimbulkan adanya berbagai macam bahaya berupa rasa sakit yang dialami dan didapat oleh dirinya sendiri maupun orang lain yang berada di sekitarnya.

 Tidak di inginkan oleh orang yang menjadi incarannya. Perilaku agresif terutama agresi, pada umumnya juga mempunyai suatu ciri yaitu tidak diinginkan oleh seseorang yang akan menjadi incarannya.

 Merupakan suatu perbuatan yang sudah jelas melanggar norma sosial. Perilaku agresif pelaku bullying, pada dasarnya sudah sangat sering dikaitkan dengan berbagai pelanggaran pada norma sosial. Dari beberapa ciri-ciri yang ada, para guru sudah sepantasnya untuk lebih memperhatikan keadaan anak-anak didiknya. Pemahaman yang diberikan di usia dini terlihat sangat lah penting bagi mereka, sehingga nantinya akan dapat dilakukan berbagai cara bijaksana yang bisa mengantisipasi perilaku agresif pelaku bullying tersebut.

Perilaku agresif dapat dibedakan menjadi dua jenis, yang pertama agresif fisik dan agresif verbal. Agresif fisik dapat berupa (perilaku yang bertujuan untuk menyakiti secara fisik) dan verbal meliputi (menyerang dengan perkataan-perkataan yang tidak pantas yang dapat menyakiti perasaan si korban)

Akibat dari perilaku agresif pelaku bullying tersebut akan menghambat proses perkembangan pada dirinya. Apabila perilaku agresif ini terus-menerus dibiarkan ada pada dirinya dan tidak mendapat penanganan segera, akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya sendiri maupun orang di sekitarnya, di antaranya pelaku bullying ini nantinya akan memiliki hubungan yang di nilai kurang baik dengan teman maupun lingkungannya, dipandang kurang baik oleh orang-orang di sekitarnya, dan berpengaruh terhadap kemampuan dan keterampilan dirinya, dengan demikian pelaku agresif ini tidak dapat tumbuh kembang secara baik. (Gestalt & Kursi, 2012)

Maka dari hal tersebutlah, kita bisa menggunakan konseling gestalt sebagai cara untuk mengatasi suatu masalah pada perilaku agresif pelaku bullying. Konseling gestalt ini bisa terpilih karena sasaran yang menjadi tujuan dari terapi gestalt menurut Perls dalam (Gestalt & Kursi, 2012) yaitu, pencapaian dalam kesadarannya. Tanpa adanya kesadaran, pelaku tidak akan memiliki bantuan untuk merubah perilaku atau bahkan kepribadiannya. Dengan berfokus pada kesadaran, pelaku agresif pelaku bullying dapat memandang suatu masalah secara utuh bahkan menyeluruh, sehingga pelaku agresif pelaku bullying tidak memandang suatu masalah hanya dari satu sisi saja, namun bisa melihat dari sisi yang lain. dan bisa memposisikan dirinya dalam posisi top dog ataupun under dog. Top dog adalah  duduk di sebuah kursi kosong yang telah disediakan sebagai dimensi top dog dan under dog. Ketika pelaku agresif pelaku bullying  duduk di kursi top dog maka ia harus mengekspresikan apa yang dilakukannya sedangkan ketika pelaku agresif pelaku bullying  duduk di kursi underdog ia memberontak terhadap tuntutan tersebut. Teknik ini biasanya juga disebut sebagai "empty chair"

Kesimpulan

Akibat yang ditimbulkan dari perilaku agresif pelaku bullying sudah pasti akan menghambat pertumbuhan atau perkembangannya. Apabila perilaku agresif tersebut terus-menerus dipelihara dan tidak mendapatkan penanganan segera, maka nantinya akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya sendiri maupun orang-orang yang ada di sekitarnya. Maka dari hal inilah kita bisa menggunakan konseling gestalt untuk mengatasi suatu masalah dari adanya perilaku agresif pelaku bullying ini. Konseling gestalt terpilih untuk mengatasi masalah ini, karena merupakan sasaran yang menjadi tujuan konseling gestalt ini yaitu, kesadarannya. Dengan kesadaran, perilaku agresif pelaku bullying akan memandang suatu masalah secara utuh dan menyeluruh, sehingga pelaku bullying tidak memandang suatu masalah dari satu sisi saja, namun bisa melihat dari sisi yang lain, dan bisa memposisikan dirinya dalam posisi top dog ataupun under dog. Teknik ini biasanya juga disebut sebagai "empty chair"

Daftar Pustaka

Aini, D. F. N. (2018). Self Esteem Pada Anak Usia Sekolah Dasar Untuk Pencegahan Kasus Bullying. Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Sekolah Dasar (JP2SD), 6(1), 36. https://doi.org/10.22219/jp2sd.v6i1.5901

Gestalt, K., & Kursi, T. (2012). Mengatasi Perilaku Agresif Pelaku Bullying Melalui Pendekatan Konseling Gestalt Teknik Kursi Kosong. Indonesian Journal of Guidance and Counseling, 1(1).

Yuliani, N. (2019). Fenomena Kasus Bullying Di Sekolah. https://doi.org/10.31227/osf.io/maqtx

ZAKIYAH, E. Z., HUMAEDI, S., & SANTOSO, M. B. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2), 324--330. https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.14352

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun