Alkisah seorang pemuda di zaman perang, menemukan tambahan hati dan memadu kasih dengan gadis pujaannya. Asmara keduanya berbunga sepanjang hari, mulai fajar tiba hingga fajar berikutnya tiba. Begitulah hari hari yang dijalani keduanya, hingga suatu hari datang pemuda pengembara, seperti biasanya pemuda pengembara selalu lebih gaya dan menarik hati bagi pemudi lokal, meski casing dan content nya nyaris tiada beda dengan sesama pemuda lokal. Alhasil tak perlu waktu waktu lama, hanya sekejap mata memandang, sang pemudi pujaan hati berpaling kepada bujang pengembara, sang empunya pujaan hati hanya bisa meratapi betapa sengsaranya hati ditinggal cinta. D”Lloyd melukiskannya dengan sangat baik dengan lagu Cinta Hampa.
....................................
Ibarat air di daun keladi
....................................
Hidup memang kejam hai pemuda jaman perang, begitu juga cinta. Tapi meratap terus menerus tentu bukan jalan keluar. Seiring berganti waktu pemuda jaman perang itu berhasil melupakan kesedihannya. Entah seperti apa carannya, sang pemuda berhasil move on. Menemukan cinta sejatinya sekaligus menumbuhkan hasrat cinta yang luar biasa menggebu. Seolah dirinya lupa, pernah sakit hati karena cinta sang pemuda yang kini sudah jadi kakek kakek kembali bergelora jiwa mudanya seperti lupa pula akan usianya. Sang kakek gaya sekarang berpetualang bak pengembara perkasa, mengejar ngejar wanita yang lebih muda dan gaya. Meskipun tampang generasi perang tapi penampilan generasi digital, menurut pengakuannya. Sebuah lagu di akhir tahun 80an berjudul Tua Tua Keladi adalah gambaran tepat :
....................................
Mengaku bujangan kepada setiap wanita
Padahal cucunya segudang.
....................................
Tiada cerita yang tak berakhir, kisah petualang tua berjiwa muda berakhir, ketika terkapar di kamar hotel, sentakan nafas terakhir di dekapan wanita muda pujaan hati menutup kisah asmara tokoh cerita kita ini.
Berapa tahun kemudian.