Mohon tunggu...
Andreaneda Andrade
Andreaneda Andrade Mohon Tunggu... Buruh - Sejuk

Mengomentari ternyata lebih enak daripada menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kisah Keluarga Bapak Jan

2 Mei 2016   12:15 Diperbarui: 2 Mei 2016   12:29 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

15.000 tahun sebelum zaman es mencair

Di muara sungai Kalimas, hidup satu keluarga yaitu keluarga Bapak Jan. Satu keluarga dengan tiga orang anak, anak pertama bernaman Jan Erot, biasa dipanggil Jarot,  anak kedua perempuan bernama Jan Enah, dipanggil Janah, dan sibungsu cowok, namanya Jan Cuker,  biar agak  sopan jarang dipanggil nama lengkapnya, cuma dipanggil Cuker saja. Kehidupan kedua anak pertama biasa saja, yaitu mengikuti orang tuanya sebagai nelayan, yang penghasilan utamanya didapat dari membuat asinan cumi. Cumi yang masih basah dijemur dan diasinkan sampai kering sehingga bentuknya menjadi kriting, maka jadilah cumi keriting.

Menjadi heboh di kemudian hari adalah si Bungsu Jan Cuker, ketika berjalan di pantai bertemu dengan botol bertutup rapat dengan isi air berbusa, kalau jaman sekarang mungkin minuman bersoda. Diambilnya botol tersebut lalu digoncang goncangnya ehh tau tau tutup botolnya lepas, sehingga terjadi semburan yang kuat, sialnya si bungsu Jan malah ikut tersembur kencang....dan tarrraaa... sampailah cuker ke masa sekarang, jaman digital dimana nelpon dan kirim pesan serta internetan sudah gratis karena sudah tersedia paket data berbayar.

Cuker terjatuh tepat di lobby sebuah hotel berbintang  di ibukota sekarang, DKI Jakarta. Dia kebingungan, dimana ini, beruntung resepsionis hotel itu Neng Elis dengan ramah menyapanya.

Maaf ade ini mau bertemu siapa, kok keliatan bingung? Tanya Neng Elis.

Saya cari bapak saya neng, jawab Cuker.

Bapaknya siapa? Tanya Neng Elis lagi.

Bapak Jan. Jawab Cuker..

Ya, ampun, kamu Cuker ya, anaknya manajer hotel ini ya?  Neng Elis kaget mendengarnya.

Bukan, bapak saya nelayan penangkap cumi, jawab Cuker.

Neng Elis, tak memperdulikan jawaban Cuker,  ia pun ke melangkah ke dalam, bermaksud memberi tahu pak Manajer ada anaknya di lobby, heh kok gak pake telepon aja?? Ya gak lah, pertama mati lampu, yang kedua bos lagi sibuk, takut mengganggu konsentrasi bos.

De Cuker, maaf bapaknya lagi sibuk gak bisa diganggu, de Cuker nunggu disini aja ya, kata neng Elis.

Maaf Neng , saya buru buru, pengin nemuin bapak, saya mau ngisi botol ini kembali biar bisa pulang lagi, jawab Cuker

Emang botolmu itu isinya apa?,  ASI ya? Nanti saya isikan. Jawab  Neng Elis menggoda Cuker.

Gak Tau neng, tadi itu isinya berbusa, nyemprot ke atas gitu’ jawab Cuker sedih,

Ohh itu isinya susu basi, sudah sini tak isi yang baru, tapi De Cuker gak boleh lihat ya, kata Neng Elis sambil berjalan ke kran di wastafel.

Singkat cerita seharian Cuker  menunggu bapak Manajer yang dikatakan Neng Elis sebagai bapaknya itu. Begitu senja hari keluarlah pak manajer itu bersama  2 orang perempuan, ternyata mereka habis rapat dan dilanjutkan nyanyi nyanyi sambil menikmati segarnya air kelapa muda..

Cuker bingung, bapaknya biasanya pake topi caping lebar, kok yang ini pake jas dasi, sepatu pantofel mengkilap. Kepala Cuker berputar putar, semakin lama semakin cepat, sehingga dia merasakan tubuhnya melayang lalu terhempas, setelah sempat menarik nafas dalam dalam iapun tersadar, ternyata ia bermimpi setelah terjatuh dari jemuran asinan cumi yang ia naiki pagi tadi sehingga terjatuh dan kepalanya terbentur pada potongan kayu besar di bawahnya. Ia pingsan dan berMIMPI.

Catatan :

1. Horreeeeeeeeeeeee, bisa posting lagi

2. nama dan pelaku disamarkan, jika ada kesamaan tokoh dan peristiwa, pasti disengaja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun